Chapt 19 || Prestige

358 74 0
                                    

Daniel menatap Sandra yang terlelap dalam tidurnya. Ia melirik jam di dinding Sandra yang menunjukkan pukul sebelas malam. Ia mengelilingi penjuru kamar Sandra untuk mencari keberadaan teman kucingnya.

"Simon," panggil Daniel sambil berjalan.

"Meoww.." suara kucing dari bawah meja rias Sandra terdengar membuat Daniel tersenyum. Kucing itu segera melompat ke pangkuan Daniel dengan antusiasnya.

"Mon, apa kau tahu apa yang telah paman berikan padaku?" tanya Daniel sambil mengusap bulu Simon, nama kucing hitam itu.

"Apa Niel?" tanya balik kucing itu.

"Dia memberikanku ramuan khusus yang telah ia curi pada ayah Valdo."

Mata kucing itu tampak berbinar-binar. "Wah, benarkah?"

Daniel mengangguk antusias dan tersenyum. "Ya, jadi aku tinggal curi satu ramuan lagi dari ayah Valdo. Tapi sebelum itu aku harus membawa buku sihirnya. Karena tanpa sihir ramuan ini tidak ada gunanya." ucapku.

"Semangat Niel, aku tahu kamu pasti bisa kembali ke jasadmu."

Daniel mengangguk lagi. "Setelah aku kembali ke jasadku, aku berjanji akan membantumu kawan."

"Yoww, aku tunggu kabar baikmu."

Daniel tertawa kecil. Ia menemukan Simon di depan toko kuno pamannya. Dan entah kenapa mata Daniel saat itu terpana dengan mata kucing itu. Seperti ada tatapan yang tak biasa. Ternyata benar. Saat ia menghampiri Simon dan mengelus bulunya, Simon malah bertanya pada Daniel siapa namanya. Terkejut? Tentu saja Daniel terkejut. Ditambah lagi itu waktu hari pertama Daniel menjadi roh. Itu membuat hatinya semakin takut dan kacau. Namun, semenjak ada Simon, beban yang dirasakannya sedikit terbagi. Setidaknya dia ada teman baik meskipun hanya seekor kucing.

Ia sangat iba melihat nasib Simon yang tega disihir oleh kakaknya sendiri. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan anak kecil polos itu.

Tiba-tiba Simon berubah wujud perlahan menjadi tubuhnya yang asli. Menjadi lelaki kecil yang menggemaskan dengan baju monyetan levis  yang ia pakai. Rambutnya yang sedikit bergelombang itu membuat kelucuannya bertambah. Namun tidak dengan wajah putih pucatnya. Daniel terkadang heran kenapa wajah Simon lebih pucat dari wajahnya.

"Niel, sepertinya tadi kaki Sandra sakit."

Daniel mengernyitkan dahinya. "Kenapa?"

"Aku juga tidak tahu. Tadi aku lihat dia ngompres lututnya pakai air hangat. Lututnya ada bekas lebam tapi sedikit kok." ucap Simon dengan suara kecilnya.

Daniel melirik wajah Sandra yang damai. Ia menyibak selimut yang Sandra pakai untuk menutupi tubuhnya. Ia memperhatikan lutut Sandra dan memang ada bekas kebiruan di sana.

"Kenapa ini?" tanya Daniel sambil menatap lebam di lutut Sandra.

"Aku tidak tahu. Tapi sepertinya ini tidak parah. Mungkin sehari dua hari pasti hilang bekasnya." ucap Simon.

Daniel menghela nafas. "Apa yang terjadi sama lo San?" gumamnya.

***

Suara kicauan burung terdengar di indera pendengaran Sandra. Sandra membuka matanya perlahan dan melihat Daniel yang menatap awan di balik jendela kaca kamarnya. Daniel memutar tubuhnya dan menatap Sandra yang sudah terbangun.

"Pagi." sapanya.

Sandra hanya mengangguk lalu berdiri. Naasnya, kakinya masih sakit.

"Awhh.." rintihnya sambil membungkuk untuk memegangi lututnya. Ia juga heran kenapa masih sakit. Apa separah itu tendangan kakak kelasnya?

CASANDRA [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang