"Woi bro, apa kabar?" Sapa Jeno.
Yaps. Pagi ini, Sean memutuskan untuk bertemu Jeno di restoran. Hari ini Sean tidak ada pekerjaan, si penulis itu sudah menghubunginya tadi.
Sungguh Sean ingin bersorak saat itu juga. Akhirnya datang juga, hari di mana Sean tidak perlu bertatap muka dengan penulis menyebalkan itu.
"Baik, nyet." Ujar Sean singkat.
"Anj- upss." Jeno hampir kelepasan mengumpat. "Dasar lo. Btw kemana aja lo seminggu ini?"
"Kenapa? Kangen?" Sean menaik turunkan alisnya. Menggoda Jeno.
"Najis lo. Gue heran aja, soalnya kemarin gue mampir kemari, tapi gak lihat batang hidung lo sedikitpun." Jelas Jeno.
"Halah, bilang aja lo kesepian, gara-gara gue gak ada di restoran." Sergah Sean.
"Gak lah, malahan gue seneng. Restoran kelihatan lebih aman, damai, tentram tanpa lo." Cibir Jeno. Ia kadang kesal dengan sifat Sean yang kelewat percaya diri ini. Ckckck.
"Bekicot lo. Gue ditugasin buat bantuin cewek penulis gila." Sean mendengus kesal.
"Penulis? Siapa?" Tanya Jeno penasaran, sembari menyeruput minuman di atas meja.
Padahal itu minuman milik Sean:v
Sean tampak berpikir sebentar. "Kalo gak salah namanya Erina Ishaka."
.
.
."Uhukk... uhukk," Jeno tersedak. "Erina Ishaka lo bilang?"
Sean hanya menjawab dengan anggukan.
"Mantep banget mulut lo. Penulis terkenal gitu lo bilang gila." Cibir Jeno.
Apa hanya Sean saja yang berpikir bahwa Erin itu tidak lebih dari seorang penulis bucin yang gila?
Drrt... drtt...
"Eh bentar-bentar, dosen gue nelpon." Jeno lantas menepi, menuju area restoran yang lebih sepi.
15 menit kemudian
"Brother," Jeno menepuk bahu Sean. "Gue cabut dulu. Kapan-kapan kenalin gue sama si penulis itu ya."
"Hmm." Sean hanya berdeham.
"Lo gak apa kan gue tinggal? Tanya Jeno memastikan.
"Santuy, gue juga mau ke rumah orang tua gue." Ujar Sean tenang.
"Oke deh. Bye." Jeno bergegas keluar dari restoran.
Sepeninggal Jeno. Sean pun pergi menuju rumah orang tuanya.
***
Usai memarkirkan mobilnya, Sean masuk ke dalam rumahnya yang tampak minimalis namun terkesan nyaman itu.
"Ma, Sean pulang." Teriakan Sean menggema di seluruh penjuru ruangan.
"Bisa gak sih, kamu gak usah teriak gitu." Ujar Sita - Mama Sean - datang dari arah dapur.
Sean hanya membalas dengan cengiran khasnya. "Papa kemana, Ma?"
"Biasa lah, ngurus resto yang lagi satu." Ujar Mama Sita cuek. "Kamu sampai kapan mau jomblo terus?" tanya Mama Sita to the point.
"Ya ampun Ma. Mau nyari dimanapun, gak ada orang yang betah menjomblo, Ma. Sean juga lagi nyari nih, gak ketemu-ketemu." Jelas Sean jengkel.
"Habisnya, mama bosen lihat kamu kalau pulang gak ada gandengan. Kayaknya seumur hidup, kamu gak pernah gandeng cewek satupun selain mama." Mama Sita memandang iba ke arah Sean. Seakan-akan Sean terlihat seperti cowok paling ngenes sedunia.
"Sabar, Ma. Dikira nyari cewek sama kayak nyari upil apa." Cibir Sean kesal.
"Kamu sama aja kayak kakakmu. Pokoknya kalo kamu belum dapet pacar, jangan balik kesini lagi." Ujar Mama Sita sambil tertawa jahat.
Sean cuma bisa ngelus dada, melihat tingkah laku ibunya.
"Ya udah Sean mau ke kamar aja. Siang-siang enaknya tidur." Sean menaiki tangga, menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
***
"Eunghh.." desis Sean, terbangun dari hibernasinya.
Cukup lama ia berada dalam alam mimpi. Langit sudah mulai gelap. Sean memutuskan untuk turun ke bawah. Di ruang tamu, ibunya terlihat sedang asyik menonton sinetron di televisi sambil ngemil kacang rebus.
"Sean, sekarang kan akhir pekan. Kenapa kamu gak jalan-jalan keluar aja? Siapa tahu nanti pulang-pulang, ada cewek nyangkut gitu." Ujar Mama Sita.
"Iya, yang nyangkut palingan si kunti." Cibir Sean.
"Huh, iyain aja deh." Mama Sita cuma bisa sabar aja nanggepin Sean. Berharap suatu saat Sean akan bertemu jodohnya.
Sebelum Sean sempat mengambil kacang rebus di atas meja, ponselnya tiba-tiba berdering. Tertera nama 'Penulis Bucin dan Gila yang Gagal Nembak Waktu Sunset' dalam panggilan tersebut.
Gak deng:v
Sean menyimpan kontak Erin dengan nama 'Penulis Sunset'.
"Halo?" ujar Sean mengangkat telepon.
"Kupingg... kupinggg...". Seseorang di telepon berteriak panik.
"Ada apa?" Teriak Sean tak kalah panik.
"Rum-rumahku... rumahku."
To Be Continue
Untold storyKringgg... kring...
Jam menunjukkan pukul 5 pagi. Telepon Sean tak henti-hentinya berdering sedari tadi.
Kalo kata RAN, "Dering teleponku membuatku tersenyum di pagi hari..."
Kalo kata Sean, "Dering teleponku membuatku mengumpat di pagi hari..."
Skip.
"Aishh, siapa sih nelpon di pagi-pagi buta gini." Gerutu Sean.
Dengan penuh rasa malas, Sean mengangkat telepon, tak lupa dengan mata yang masih tertutup rapat.
"Halo?" ucap Sean dengan suara serak khas bangun tidurnya.
"Hei kuping, hari ini kau tidak usah bekerja alias libur." Ujar Erin datar.
Dalam sekejap, mata yang tertutup rapat justru kini terbuka lebar.
"Kau serius? Kau tidak sedang mengigau kan?" tanya Sean memastikan.
"Kau ingin aku menarik kembali ucapanku?" ancam Erin dengan suara melengkingnya.
"No thanks," Sean justru bahagia. "Berarti hari ini aku tidak akan bekerja bersamamu seharian kan?"
"Iya... mungkin."
~ ~ ~
Don't forget to vote and commentWith love,
made_lynn
KAMU SEDANG MEMBACA
OSEAN [END]
FanfictionOSEAN (Our Story: Erina and Sean) Kisah ringan tentang keseharian Seano Jevandra yang menikmati -ralat meratapi- kejombloannya. Bertemu penulis muda dengan cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Akankah mereka menemukan jodoh mereka? Suatu saat akan...