"Lo bercanda?"
"Gak, gue serius." Ujar Sean datar. "Gue yakin, lo pasti mikir gue udah gak waras, kan?"
"Lo emang udah gak waras dari dulu." Ejek Jeno.
Sean memanyunkan bibirnya. Lelaki itu beralih menatap ponselnya, mengutak-atik benda pipih tersebut. Tidak ada sesuatu yang spesial, sampai tiba-tiba ponsel itu bergetar, menandakan panggilan masuk.
Penulis Sunset is calling...
"Halo?"
"Kau meneleponku tadi?"
"Aku ingin memberi tahu sesuatu."
"Apa?"
"Lebih baik dibicarakan secara langsung saja."
"Kalau begitu, temui aku di restoran biasa."
"Oke."
Jeno menatap Sean dengan tatapan polosnya. Tanpa ditanya pun, Sean akan menjelaskannya langsung. "Gue ke restoran dulu."
"Ketemu Erin?" Tanya Jeno penasaran yang hanya dibalas anggukan oleh Sean.
.
.
.
Cukup lama Sean menunggu, hingga datanglah Erin dengan santainya, meskipun tahu dirinya terlambat. Tanpa babibu, gadis itu duduk dihadapan Sean dengan wajahnya yang berseri-seri.
"Hei kuping," sapanya ceria. "Lama tidak bertemu ya."
"Hmm,"
"Kau tidak merindukanku?" Goda Erin.
"Tidak sama sekali."
"Ck, menyebalkan." Gerutu Erin. Gadis itu melemparkan tatapan kesal pada seseorang dihadapannya ini. "Oh ya, dua hari lagi adalah hari terakhir kita sebagai rekan kerja. Jadi, besok aku ingin melakukan pesta perpisahan denganmu."
Sean terdiam. Ia hampir lupa, bahwa hampir dua bulan lamanya mereka bekerja sama. Bolehkah ia mengulur waktu sedikit lagi? Rasanya, lelaki itu belum sanggup untuk berpisah dengan Erin. Padahal, ia ingat sekali pernah berharap dua bulan cepat berlalu. Tapi kini setelah berlalu, rasanya sedikit tidak rela.
"Sean?" Panggilan Erin membuat lamunan Sean seketika buyar.
"A-ah i-iya. Tadi kau bilang ingin melakukan pesta perpisahan?"
"Iya," jawab Erin singkat. "Kau mau?"
Sean hanya mengangguk-anggukan kepalanya singkat sebagai balasan.
***
Sean POV
Gue rada gak ikhlas rasanya kalo kontrak kerjanya selesai begitu aja. Gue masih pingin lihat wajah cemberutnya, pingin denger suara nyaringnya, pingin ngejek kelakuannya, masih banyak lagi deh.
"Hmm, coba aja... ahhh gue lupa!!!"
Sean POV end
Oh tidak! Sean benar-benar lupa. Seharusnya tadi ia mengatakan tentang Vero pada Erin. Kini, lelaki itu merutuki kebodohannya dengan berguling-guling tak tentu arah di atas tempat tidurnya.
"Apa gue ke rumahnya aja ya?" Sean berpikir sejenak, melirik jam dindingnya sekilas. "Tapi ini udah larut malam. Mungkin baiknya gue bilang besok aja deh."
***
Kruukkk... kruukkk...
"Hufttt... aku lapar," Erin beranjak dari tempat tidurnya. Gadis itu bergerak mengambil jaket dari dalam lemari. "Lebih baik aku membeli makanan, daripada mendengar cacing-cacing ini memberontak."
.
.
.
"Ini kembaliannya mbak, terimakasih."
"Sama-sama," Erin mengambil kantong belanjaannya yang hanya berisi dua cup mie instan. Bukannya tidak punya uang, hanya saja mie instan memang makanan favoritnya.
Yang bilang aku bokek, aku tabok nih -Erin:v
"Kenapa aku merasa seperti diikuti oleh seseorang ya?" Gumam Erin pelan. Gadis itu berjalan tergesa-gesa. Semakin lama langkahnya semakin cepat.
Grepp
"Aaaa!!!!" Erin berteriak ketakutan dengan mata terpejam. Memukul si pelaku yang memegang tangannya tanpa izin dengan kantong belanjaan berisi mie instan.
"A-aduduh... aduh. E-eh ini aku Jeno."
"Hah? Jeno?" Perlahan Erin membuka matanya. "Kau... si Jeno temannya Sean?"
Jeno mengangguk singkat. "Iya."
"Sedang apa disini?"
"Ah, aku baru selesai ngampus. Kebetulan kosanku dekat sini."
"Oh ya? Dimana?" Tanya Erin basa-basi.
"Jalan Jeon Jeykey Tamvan No. 97, Kelurahan Bangtan, Kecamatan Sonyeondan, kode pos 130613, Kabupaten-"
"Sudah-sudah cukup," Potong Erin cepat. Lelah mendengar ocehan Jeno yang sama panjangnya dengan Sean. "Ehm, sebaiknya aku pulang saja."
Erin berbalik, dan sedetik kemudian berjalan dengan langkah mantap. Tapi anehnya, ia merasa masih diikuti seseorang. Sekali lagi, gadis itu membalikkan badannya. Ternyata Jeno berada di belakangnya. Bahkan lelaki itu dengan santainya berjalan sambil bersenandung kecil.
Erin mengernyit heran. "Kenapa kau mengikutiku?"
"Aku hanya ingin melindungimu. Ini sudah larut malam, banyak penjahat berkeliaran. Aku tidak mau calon kakak ipar terluka."
Erin mengangguk paham, sedetik kemudian baru tersadar. "Eh tunggu sebentar... kau bilang apa tadi?"
"Tidak ada hehe," ujar Jeno dengan senyum jahilnya. Lelaki itu berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan Erin yang berada di depannya. "Kau... masih menyukai si Vero itu?"
"Bagaimana kau bisa tahu, bahwa aku menyukai Kak Vero?"
"Tentu saja dari Sean."
"Aishh, benar-benar mulut ember." Gerutu Erin. "Aku tidak tahu apakah aku masih menyukainya atau tidak, rasanya perasaanku masih abu-abu."
"Tetapkanlah hatimu pada orang yang tepat. Seseorang yang mampu melukis tawamu, seseorang yang senantiasa menghapus air matamu, seseorang yang mengkhawatirkanmu lebih daripada dirinya sendiri." Jeno berujar panjang lebar, sembari menatap kumpulan bintang di langit.
Erin menghembuskan napasnya pelan. "Kau benar. Tapi aku masih belum bisa menetapkan hatiku."
"Ku harap kau bisa menemukan seseorang yang tepat."
Kenapa tiba-tiba aku teringat Sean? Batin Erin.
.
.
.
"Oh sudah sampai," Erin berhenti tepat di depan rumah dengan pintu gerbang hitam. "Terimakasih, sudah menemaniku dan juga untuk nasihat tadi."
"I-iya, sama-sama."
To Be Continue
Untold Story
"Lucu banget sih lo, Jen. Sok-sokan nasihatin percintaan orang, padahal sendirinya jomblo." Jeno memukul-mukul pelan kepalanya selama perjalanan pulang.
Usai mengantarkan Erin tadi, Jeno lantas pulang menuju kosannya. Jantungnya masih berdegup kencang, mengingat ia adalah salah satu penggemar karya Erin dan juga shipper SeRin Couple alias Sean Erin couple.
"Moga kapal gue gak karam."
💜💜💜
Don't forget to vote and comment.With love,
made_lynn
KAMU SEDANG MEMBACA
OSEAN [END]
FanfictionOSEAN (Our Story: Erina and Sean) Kisah ringan tentang keseharian Seano Jevandra yang menikmati -ralat meratapi- kejombloannya. Bertemu penulis muda dengan cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Akankah mereka menemukan jodoh mereka? Suatu saat akan...