Part 16 - Impossible

46 21 32
                                    

Takk

Acha menutup laptop berlambang buah mangga miliknya. Netranya sibuk berkelana kesana kemari, memikirkan sosok yang sedang berlalu lalang di pikirannya. Ucapan lelaki asing, dua hari yang lalu membuatnya berpikir keras.

Flashback

"Oh begitu. Ku kira kau mengenalnya."

"Tapi aku mengenal Erin."

Acha memicingkan matanya, tidak yakin dengan ucapan lelaki asing di depannya ini. "Bagaimana bisa kau mengenal Erin?"

"Karena aku partner kerjanya," ujar lelaki itu mantap. "Kau temannya kan?"

"..."

Flashback end

"Apa aku masih bisa dianggap teman?"

***

Pagi-pagi buta Sean sudah duduk manis di dalam restoran yang masih tutup. Tidak banyak pencahayaan disana, ia biarkan lampu-lampu restoran tidak menyala, supaya memberi kesan khusyuk. Hanya ada cahaya ponsel yang menyala. Lelaki itu menutup matanya, mencoba merenungkan sesuatu. Sudah dua hari berlalu sejak rekreasi ke danau, namun Sean masih terngiang-ngiang akan perkataan Vero.

Apa kau, menyukai Erin?

Puluhan kali kata-kata itu merasuki benaknya.

Apa kau, menyukai Erin?

Apa kau, menyukai Erin?

Apa kau, menyukai Erin?

"Arghh, padahal cuma pertanyaan receh, tapi kenapa gue gak bisa jawab?!" Sean berteriak frustasi sekaligus kesal. "Rasanya lebih sulit dari soal fisika."

Bagaimana dia bisa tahu jawabannya, kalau dia sendiri tidak memahami hatinya?

.

.

.

Di sisi lain, Deo sudah tiba di restoran. Kebetulan sekali, hari ini dia mendapat shift pagi. Kemarin Pak Bayu menitipkan kunci restoran padanya.

"Deo, kamu bawa kuncinya ya, besok saya ada urusan, mau datang ke nikahan mantan."

Mau tidak mau, Deo harus datang pagi-pagi untuk membuka restoran. Padahal sebenarnya ia masih ingin rebahan santuy di rumah.

Tanpa mengulur waktu, Deo bergegas menuju pintu restoran. Tapi entah mengapa, samar-samar telinganya mendengar suara-suara aneh dari dalam. Dari sudut pandangnya, Deo melihat sosok seperti bayangan hitam di dalam restoran.

Waduh, sejak kapan restoran ini berhantu? Batin Deo.

Bulu kuduknya seketika merinding. Pelan tapi pasti, Deo membuka pintu restoran. Tak lupa ia menghidupkan flashlight di ponselnya.

3

2

1

Deo mengarahkan ponselnya ke arah suara tadi. Hening. Tak ada apapun.

"Hah? Kosong. Apa tadi cuma halusinasi gue aja?" Deo bergumam pelan.

Tepp

Satu tepukan mendarat di pundaknya, membuat Deo bergidik ngeri. Lelaki itu memilih menutup matanya, seraya merapalkan doa-doa dalam hati.

Tak ingin berlarut-larut dalam ketakutan ini, Deo mencoba memberanikan diri, menolehkan kepalanya ke kiri.

Jenggg (efek suara serem:v)

OSEAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang