02

7.3K 834 102
                                    

Malam semakin larut, dan Jiyeon baru saja selesai dengan pemotretan terakhirnya. Memainkan jari lentiknya pada layar ponsel, atas bawah. Mencoba mencari sesuatu yang menarik yang ditawarkan benda pipih itu. Pikirannya kacau, beberapa menit yang lalu sebuah panggilan dari dokter yang menangani ayahnya membuat suasana hati Jiyeon terusik dan pikirannya kalut luar biasa.

Benci dengan waktu yang bergulir cepat sementara ia butuh keringanan agar waktu diperlambat. "Jika terlalu lama, kondisi ayahmu akan semakin lemah dan operasi tidak bisa kita lakukan". Begitulah kalimat yang dilontarkan sang dokter satu jam yang lalu.

"Belum pulang?" Jiyeon mengalihkan atensinya pada Hyunjin yang berkutat dengan kamera dan beberapa alat-alat  yang baru saja pria itu masukan ke dalam box.

"Aku menunggu Yoongi," balas Jiyeon meletakan ponsel di dekat hand bag hijaunya.

Sepasang kaki tanpa alas itu pun berjalan ringan menghampiri Hyunjin. Membantu pria itu mengemasi perkakasnya dengan hati-hati dan menyusun dengan rapi. Dua tahun menjadi langganan lensa kamera Hyunjin tentu cukup bagi Jiyeon mengenal pria tampan yang hanya terpaut satu tahun lebih tua dari umurnya. Rapi dan teratur. Tegas namun ramah. Juga tampan tentunya.

"Kudengar kau tengah mempertimbangkan bekerjasama dengan majalah WILD?"

Jiyeon tidak langsung menjawab, dia menyelesaikan barang terakhir sebelum menutup box dengan tersenyum simpul setelah menutup box tersebut.

"Cobalah, staf di sana juga membocorkan akan memberi konsep berbeda jika kau ingin bergabung." Hyunjin pun selesai dengan box-nya dan memfokuskan atensinya pada Jiyeon yang memainkan pipi bagian dalamnya dengan ujung lidah.

"Kau tahu, 'kan? Kalau majalah itu khusus majalah dewasa. Ini saja sudah membuatku dipandang buruk oleh sebagian orang. Apalagi jika aku harus bergabung dengan majalah dewasa," jelas Jiyeon merasa terlalu berat menerima tawaran untuk pekerjaan yang bisa memberinya bayaran 3 kali lipat dari yang ia dapat dari BILLION MAGAZINE.

"Manis. Aku juga di bawah kontrak mereka, kau bisa mempercayaiku. CEO-nya ingin memberi warna baru pada majalah mereka. Dan kau sasaran pertama yang bisa membuat konsep pasangan muda tercetus begitu saja saat mereka mengadakan rapat." Hyunjin membiarkan asistennya mengangkat dua kotak yang berisi barang-barang milikinya. Sementara pria itu mencoba memberi pemahaman pada Jiyeon.

"Pikirkanlah baik-baik, bayarannya cukup gila dan kau bisa mengajukan syarat demi kenyamananmu."

"Kau tahu mereka sangat berharap padamu. Jadi manfaatkan ini." Lanjut Hyunjin memberi senyuman manisnya seperti biasa, mata tajam yang kecil itu menjadi segaris kala mengukir senyum menampakan deretan gigi yang berbaris rapi.

Jiyeon mengangguk paham dan membalas senyum seadanya. Matanya beralih pada Yoongi yang baru saja memasuki ruangan dengan ponsel di tangan kanannya.

"Ayo, Dear. Hari sudah semakin larut," ajak pria pucat itu pada Jiyeon untuk segera pulang mengingat malam sudah berganti dini hari. Sudah jam 2 pagi dan Jiyeon berharap jika besok jadwal pemotretannya kosong. Lelah sekali.

Jiyeon menuruti, mengambil hand bag dan ponselnya sebelum menyusul Yoongi yang berjalan beriringan dengan Hyunjin.



°°



"Istirahatlah, besok kau kosong dan manfaatkan waktumu sebaik mungkin," ujar Yoongi begitu Jiyeon keluar dari mobil setelah mereka berhenti tepat di halaman depan rumah gadis itu.

Jiyeon mengangguk dan membalikan tubuhnya, hendak berjalan ke rumah sebelum panggilan dari Yoongi kembali menghentikan langkah kakinya.

"Ji?"

Vespertine✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang