Taehyung pulang dengan hati terluka. Memang rasanya kecewa dan begitu menyesakkan dada, tapi ia pun sadar jika tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Perasaan terluka membuatnya mengerti jika ia sudah kehilangan semuanya, tidak ada lagi celah untuk kembali memiliki Jiyeon yang sudah bahagia dengan pria lain. Mereka mengumbar senyum hangat satu sama lain. Posisi yang seharusnya dimiliki Taehyung kini sudah ditempati oleh sosok yang bisa membuat Jiyeon melukis tawa.
Kini Taehyung yang menelan pahitnya, menangis bak singa yang terluka. Seolah tidak ada yang bisa merasakan penderitaan yang ia terima.
"Sudah pulang? Tumben sekali kau pulang ke rumah, Nak," sambut Taehee antusias begitu Taehyung yang sudah berbulan-bulan lamanya tidak pernah pulang, kini menginjakan kaki di rumah mereka.
Pria itu membiarkan, raut kacaunya sudah jelas terbaca oleh ibunya. Tapi ia tidak peduli, rasa mengakhiri segalanya sangat menghantui saat ini. Tidak ada yang lebih menyakitkan lagi setelah mengetahui Jiyeon bukanlah sesuatu yang bisa ia miliki.
Seolah tidak peduli dengan suasana hati putranya, Taehee tetap menyusul Taehyung yang berjalan gontai masuk ke dalam kamarnya. "Mau ibu siapkan makan malam? Atau kau mau mandi dulu? Biar ibu siapkan air—"
"Aku cuma ingin istirahat," sela Taehyung dingin.
"Jangan begitu, kau harus membersihkan tubuh—"
"Aku lelah dan biarkan aku istirahat!"
Taehee bungkam begitu bentakan dari sang putra menyambangi gendang telinga. Memilih diam dan mengikuti kemauan Taehyung yang ingin beristirahat tanpa ingin diganggu. Membawa kedua kakinya keluar dari kamar putranya dan turun ke bawah dengan hati penuh tanya.
Taehyung memang dingin setelah Taehee memastikan Jiyeon tidak menjalin hubungan apapun lagi dengan anaknya, namun kali ini benar-benar membuatnya terperangah lantaran Taehyung lebih parah dari sebelumnya.
Sepertinya ia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan Taehyung merusak dirinya. Harus secepatnya sebelum putranya semakin menjadi-jadi.
•/•
"Ibu sudah pergi?" Mingyu memasuki rumah dengan dua kantong belanjaan.
"Hu'um, dia pergi pagi-pagi sekali hari ini," balas Jiyeon menyusul Mingyu yang sudah berjalan ke dapur.
Melirik jam dinding yang menujukan pukul delapan pagi, Mingyu segera menyiapkan bahan makanan untuk dimasak. "Kau ingin sarapan apa sekarang?"
Jiyeon memicing dengan memiringkan sedikit kepalanya ke kiri, tampak memikirkan pertanyaan Mingyu. "Apa saja yang kau masak, aku akan memakannya."
Beruntung selama kehamilan Jiyeon tidak pernah menyulitkan Mingyu dan Park Youmi dengan ngidamnya. Mungkin bayi dalam perutnya mengerti akan kondisi sang ibu hingga bersikap baik di dalam sana. Meski belum mengetahui jenis kelamin bayinya, Jiyeon berharap jika anaknya laki-laki. Kendati Taehyung menginginkan anak pertama seorang perempuan. Berharap jika jagoannya akan seperti Taehyung, tampan, pintar dan memiliki hati yang lembut.
"Kulihat akhir-akhir ini ibumu sering murung."
Atensi Jiyeon teralihkan dari kedua tangannya yang saling bertaut di atas meja pada Mingyu yang masih berkutat dengan masakannya.
"Aku juga berpikir begitu. Dia lebih banyak diam seolah menyembunyikan sesuatu. Dan itu sering terjadi setelah dia kembali dari Seoul," balas Jiyeon. Ia pun bingung dengan sang ibu yang kerap kali melamun dan terlihat tengah menanggung beban pikiran yang tidak ingin dibagi.
"Tidak mencoba bertanya?"
"Aku sudah bertanya, dan jawabannya pasti tidak apa-apa dan berkata hanya sedikit lelah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Vespertine✔
RomanceLife is too short for shitty sex and bad relationships. So go find someone who fucks you right and treats you how you deserve to be treated