26

3.4K 521 113
                                    

Terhitung sudah lebih dari dua minggu Jiyeon melewati harinya tanpa Taehyung. Pria itu benar-benar hilang dan tidak pernah lagi menampakan wujudnya. Dan Jiyeon yang tidak mencari tahu lagi demi menyelamatkan hatinya. Bohong jika ia tidak merindukan pria itu, bahkan Jiyeon merasa tersiksa diserang rindu yang teramat sangat. Tapi sebisa mungkin Jiyeon menyimpannya, tidak apa semua berakhir seperti ini. Ia tidak menyesalinya sedikitpun. Sebab, Taehyung adalah kenangan yang indah baginya.

"Kau terlihat pucat, Ji. Tidak enak badan?" Mingyu mendudukkan dirinya pada kursi di samping Jiyeon.

"Hanya sedikit lelah," balasnya.

Maka, yang bisa Mingyu lakukan hanyalah meraih lengan ramping itu dan memijitnya pelan. Jiyeon tidak menolak, ia memang lelah dan rasa pegal yang begitu asing disekujur tubuhnya.

Gejolak aneh terasa mengaduk isi perutnya yang kosong, disusul gumpalan pahit yang naik ke tenggorokan menuntut keluar. Jiyeon membekap mulutnya dan hendak menuju kamar mandi terdekat, namun rasa pusing langsung menyerang hingga kakinya terpaku pada pijakan dan memuntahkannya di sana. Hanya cairan putih yang keluar, segelas susu yang sempat ia minum tadi pagi.

Mingyu lekas berdiri dan memijit tengkuk serta mengusap punggung kecil Jiyeon. Gadis itu membungkuk dan masih berusaha mengeluarkan semua muntahannya. Hingga saat Jiyeon mencoba menegakkan tubuhnya kembali, Mingyu membantu gadis itu duduk dan bersandar di kursinya. Mengambil sebotol air mineral dan membuka tutupnya sebelum memberikannya pada Jiyeon.

"Minum ini."

Jiyeon mengambil botol itu dan meneguknya perlahan. Tubuhnya terasa lemah, kepalanya berdenyut nyeri dan rasa keram di perutnya semakin menjadi-jadi. Mengatur nafasnya hingga stabil kembali, Jiyeon menyeka keringat yang membasahi sisi wajahnya. Dibantu Mingyu yang mengambilkan beberapa helai tisu dengan pandangan yang masih meneliti raut wajah Jiyeon.

"Apa yang sakit? Ayo aku antar kau ke dokter," ajak Mingyu berdiri di hadapan gadis itu.

Jiyeon menggeleng lemah, memejam sejenak sebelum irisnya kembali menyapa tatapan khawatir Mingyu di sana. Membiarkan hening melingkupi untuk beberapa menit, Jiyeon kembali mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Mual-mual yang tidak biasa dan rasa keram pada perutnya. Berpikir kapan terakhir kali ia mendapatkan datang bulan? Tentu Jiyeon memikirkan resiko terburuk dari percintaannya dengan Taehyung yang sering kali melakukannya tanpa pengaman. Tapi apa benar-benar secepat ini? Apa benih itu tumbuh menjadi sesuatu yang menggemaskan dalam rahimnya?

Mengigit bibir bawahnya yang bergetar, Jiyeon membiarkan air mata lolos dari sudut mata beningnya. Kenapa semua masalah berbondong menimpanya tanpa jeda? Kenapa di saat ia tidak memliki siapa-siapa?!

"Ada apa, Ji? Apa begitu sakit?" tanya Mingyu kembali. Khawatir karena gadis itu tiba-tiba menangis dan menangkup wajahnya dengan sepasang tangan mungilnya. Mingyu pun berjongkok dan mengusap-usap bahu kecil gadis itu yang bergetar, mencoba melerai tangis itu.

Jiyeon bungkam seribu bahasa, yang lolos dari bibir tipisnya hanyalah sebuah tangisan yang siap mengiris hati Mingyu mendengarnya. Entah luka separah apa yang Jiyeon rasakan hingga dua minggu berlalu pria itu masih mendapati Jiyeon yang menangis seperti ini. Bahkan kali ini dengan tiba-tiba.

Gadis itu sekarang putus asa, kemana ia akan bercerita? Rasanya ia tidak sanggup menyimpan ini sendiri. Ini terlalu sulit jika Jiyeon harus berdiri dengan kaki sendiri dan melewati jalan penuh curam yang siap menanti tubuhnya tergelincir.

"A—aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya," lirih Jiyeon pada akhirnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Mingyu lembut. Tidak ada intonasi yang menuntut di sana. Benar-benar tulus ingin Jiyeon berbagi.

Vespertine✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang