Semalam aku dan Reno menghabiskan waktu kebersamaan hingga pukul 21:00, bahkan setelah aku telvonan sebentar sama Mama dan mendapati beliau lagi batuk dan harus istirahat, kami lantas mengkhiri obrolan di telepon itu sebelum akhirnya aku kembali bakar-bakar sosis bareng Reno.
"Li, besok pagi sekali, saya ada kerjaan di rumah pemilik bengkel tempat saya kerja. Jadi saya minta maaf tak bisa membersamai kamu jogging pagi."
Kuingat ucapan Reno sebelum pamit pulang tadi malam, ucapan yang segera kubalas dengan senyuman dan anggukan tulus karena aku memahami kesibukannya. "Iya gak pa-pa, Ren, santai aja, besok aku bakal olah raga di rumah aja kok," balasku yang lantas melepas kepergiannya, kepergian yang mengundang tatapan aneh dari orang-orang di sekeliling rumah, ada Dimas, beberapa warga desa, bahkan Pak RT. Tapi aku mengabaikannya karena aku segera ingin pergi tidur.
Dan pagi ini, pada pukul 05:56 ini, nyatanya aku ingin jogging mengelilingi kampung sendirian. Sejak diperkenalkan Reno dengan beberapa jalan di kampung ini, aku ingin menelusurinya lagi sambil mencari keringat, semangatku membara oleh udara pagi yang berembus segar ini, juga cuitan burung-burung milik tetangga yang bersahutan.
Aku mengenakan singlet ketat warna hitam, celana legging abu-abu dengan dua garis di sisi kanan dan kiri, juga sepatu sport biru muda. Rambutku kukuncir ekor kuda, aku juga tak lupa membawa tas pinggang untuk menaruh ponselku.
Ketika akhirnya siap memulai jogging dan aku membuka gerbang rumah, tiba-tiba aku dikagetkan oleh keberadaan seseorang yang kuhindari, DIMAS.
Cowok itu berdiri tepat di depan gerbang, menenteng sebuah box makanan besar dan tersenyum semringah ke arahku. Coba yang senyum semringah begitu adalah Reno, mood-ku pasti jadi bagus. Tapi kini? Senyuman Dimas alih-alih membuatku senang, justru bikin ilfeel, terlebih saat aku jadi ingat betapa over acting-nya dia bersama gebetan cabe-cabeannya di D'Crunchy waktu itu, duh aku jadi mual.
Karena tak mau ngobrol sama dia, aku lantas kembali mundur dan menutup pintu gerbang. Padahal dia sudah berpakaian rapi khas kantoran dan bau wewangian parfum mahal, tapi aku tetap enggak ada mood bagus mau ngobrol sepatah kata saja.
"Ra, boleh aku masuk?" Dimas menyelipkan tangannya di sela-sela pintu besi itu, membuatku jadi kesal. Kalau aku jahat, mungkin sudah aku jepit tangan itu, tapi aku hanya ingin dia pergi, itu saja.
"Dim, aku mau jogging di luar," jawabku cepat. "Please, minggir dulu."
"Boleh ikut?"
"Kan kamu udah berpakaian rapi, masak mau ikut jogging."
"Ya nggak pa-pa. Demi kamu apa sih yang enggak, Ra."
Aku mendengus kesal. Pikiran ini jadi membayangkan kalau dia ikut jogging. Ah, ngobrol sama dia saja bikin males, masak malah jongging bareng.
"Gak jadi deh ah, gak jadi jogging. Aku mau olah raga di rumah aja, Dim. Kamu ada perlu apa, ngomong aja cepet-cepet, aku lagi gak pengen diganggu ini."
"Aku cuma ingin masuk."
Aaaa! Tuhannn! Saya kesel banget!
"Boleh ya Ra?"
Aku membuka pintu gerbang dan menggeleng ke arahnya. "Maaf, lain kali aja Dim."
"Kalau gak boleh masuk, aku mau teriak Ra, bilang kalau kita udah tunangan, biar orang-orang pada liatin kita. Kamu liat bapak-bapak di warung kopi seberang rumah itu, kan?"
Sontak tatapanku langsung terarah ke warung kopi Bu Jum yang, wagelaseh, tumben rame banget sepagi ini. "Teriak saja, Dim, nggak akan ngaruh. Itu justru bikin kamu malu sendiri nanti. Aku mau langsung masuk dan olah raga aja, bye." Aku kembali menutup pintu gerbang.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Bad Boy Called Reno ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)
RomanceLiora Anastasya adalah seorang wanita karir yang hidupnya serba tertata rapi dan perfeksionis. Itu juga termasuk pandangannya soal jodoh, bahkan Dimas yang seorang wakil direktur di perusahaan penerbangan saja ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi b...