"Ma, Mama nggak pa-pa, kan?" Itu pertanyaanku semalam sehabis diantar Reno pulang ke rumah kontrakan pukul 21:00, aku telvonan dengan Mama yang kabarnya batuk beliau kambuh.
Mempunyai riwayat penyakit paru-paru memang membuat beliau tak bisa banyak beraktivitas di luar rumah selama ini, sebenarnya dulu aku cukup memantapkan hati saat meninggalkannya di rumah dan merantau di Ambarawa, itu karena di sana ada Bi Sumira, Kakak Mama yang seorang janda dan tinggal serumah dengan Mama. Mereka yang sama-sama janda suka saling menguatkan dan sama-sama bekerja membuka usaha catering.
"Mama baik-baik saja kok, Li, hanya batuk seperti biasa, dua hari terakhir ini tuh Mama lupa minum obat dari dokter," terang Mama dengan suara lirih. "Uhuk!" Sesekali beliau batuk.
"Owalahhh. Mama jangan capek-capek atuh ya kalau kerja, banyakin istirahat juga. Oh iya, nanti kalau Liora ada hari cuti yang pas, Liora pulang deh sehari-dua hari," balasku.
Telepon pun lantas menyorot suara Bibi Sumira. "Udah Li, jangan jadi kepikiran Mama ya, Mamamu aman sama Bibi, kamu jaga kesehatan juga di Ambarawa sana."
"Iyah, Bi, makasih ya Bi udah ngerawat Mama selama ini."
"Duh, ngerawat apa sih, Li," ucap Bibi Sumira sambil terkekeh, disusul tawa Mama yang sesekali tersengal.
"Udah-udah," sahut Mama. "Pokoknya Mama baik-baik saja, ini Mama nelvon karena mau mastiin kamu sehat-sehat di sana, Li."
"Liora sehat wal-afiat alhamdulillah, Ma, setiap hari sehat, setiap hari kerjaannya lancar."
"Alhamdulillah atuh, putri semata wayang Mama memang ulet deh. Eh, gimana Li kisah asmaranya di sana?"
"Aw! Mama suka gitu deh, malu tau mau ngomong sebenernya."
"Ngomong aja atuh, Li, ke Mama. Cie cie, udah nemuin calon jodoh ya di sana?"
"Kapan-kapan Liora kenalin ke Mama deh, orangnya baik banget dan bisa jagain Liora disini."
"Alhamdulillah ya Allah," ucap Mama. "Wahhh, lanjutkan, Liiii, ini tabungan Mama udah cukup banget buat ngadain pesta pernikahan kamuuu."
"Uluhhh, Mama apa-apaan sihhh," manjaku sambil terkekeh.
Kami bertiga pun terkekeh, Bibi Sumira yang paling kencang.
Obrolan semalam lantas berakhir sekira 30 menit kemudian. Aku yang jadi kangen Mama segera siap mem-planning hari cuti untuk pulang ke Jakarta nanti. Kira-kira Mama kalau dikenalin sama Reno, reaksinya bakal gimana ya? Hihihi, batinku senang sambil mencuci wajah. Dinner di kucingan bareng Reno sebelumnya memang jadi bikin mood-ku berubah bagus.
Dan pagi ini, karena bisa bangun lebih pagi, sambil streaming lagu berjudul Los Dol di YouTube, aku memanasi mobil di garasi dan kutinggal berolah raga pakai treadmill di teras rumah.
Masih ada 45 menit nih sebelum mandi, batinku bersemangat. Hitung-hitung bakar kalori yang menumpuk semalem karena makan bareng Reno ya kannn.
Aku jadi mesem-mesem sendiri. Kira-kira Reno lagi apa ya kalau pagi-pagi gini? Aih, pengen sih sebenernya menghubungi dia sekarang, tapi kalau dia lagi beraktivitas pagi bisa ganggu juga, batinku lagi. Jadi, mending biarkan dia ngehubungi duluan.
Kuusap keringat di kening sambil bersenandung lirih, cahaya mentari mulai muncul tipis-tipis pada dedaunan bonsai di depan rumah. Ah, bener-bener fresh nih perasaanku pagi ini.
"Li-o-ra!"
Dahiku dibuat mengernyit ketika tiba-tiba kudengar suara seseorang dari depan gerbang sana, seseorang yang kuharap Reno tapi nyatanya bukan, suaranya saja beda jauh dari Reno. Dialah si menyebalkan Dimas!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bad Boy Called Reno ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)
RomanceLiora Anastasya adalah seorang wanita karir yang hidupnya serba tertata rapi dan perfeksionis. Itu juga termasuk pandangannya soal jodoh, bahkan Dimas yang seorang wakil direktur di perusahaan penerbangan saja ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi b...