Pagi ini, di antara suasana kampung Kupang Rejo yang masih remang-remang menuju jam enam, aku keluar dari rumah kontrakanku karena sudah ditunggu Reno untuk jogging bareng.
Semalam, setelah menghabiskan kopi buatan Reno, Reno mengantarku pulang dan menyuruhku segera tidur, alhasil karena rengkuhannya tadi malam itu pikiranku jadi menenang, sehingga setelah mandi air hangat aku langsung tidur dengan mood bagus.
"Semalam kamu begadang ya, Ren?" tanyaku sambil mengunci pintu gerbang dari luar.
"Cuma sampai jam sebelas saja, Li," timpal Reno. Sesaat setelahnya kami berjalan beriringan menuju lapangan di ujung kampung.
Pagi ini aku mengenakan stelan pakaian olahraga berupa kaos ketat dan jaket Adidas abu-abu, juga celana legging hitam yang bersanding dengan sepatu sport warna abu-abu juga, sementara itu penampilan Reno cukup membuatku betah memandangnya berlama-lama.
Reno mengenakan kaos putih tak berlengan, kaos yang menampilkan kekarnya otot lengannya yang penuh tato. Ia juga mengenakan celana dan sepatu sport warna hitam. Begitu memanjakan mata, batinku sambil mencuri pandang ke arahnya, pagi ini wajahnya tampak fresh dan rambutnya membasah.
"Kenapa memandangiku seperti itu, Li?" tanya Reno setiba kami di lapangan luas pada ujung kampung. Ia tersenyum lalu melakukan pemanasan dengan lompat bintang beberapa kali.
"Kamu kelihatan segar pagi ini, Ren."
"Buah kali ah, Li."
Aku terkekeh sambil ikut melakukan pemanasan dengan berlari di tempat, juga merenggangkan otot-otot kaki dengan cara melipatnya ke belakang secara bergantian.
"Kalau kamu kuanggap buah, mau tau nggak Ren buah apa itu?"
Reno menggeleng sambil tersenyum.
"Sawo matang."
Reno terkekeh. "Saya kira malah semangka karena kamu bilang segar tadi. Kalau sawo matang, itu memang warna kulit saya."
"Soalnya aku lebih suka sawo dari semangka, Ren."
"Kamu juga segar, Li, pagi ini."
"Kayak apa?" godaku sambil menyikut lengan Reno, tapi ia malah lari duluan dengan pelan, membuatku segera menyusulnya.
"Kamu seperti buah cherry, Li, begitu imut untuk sekali gigit."
"Kamu mau gigit aku, Ren?"
"Pengen sebenernya, tapi nyatanya meski kamu ibarat cherry, bibirmu rasanya apel."
Aku terkekeh.
"Li, saya jadi kangen rasa bibirmu."
"Tidak untuk pagi ini kalau ingin mencobanya kembali."
"Siapa bilang saya sedang ingin mencoba?" Reno berlari lebih cepat, menoleh dan mengerlingkan matanya.
"Kan katanya kangen?"
"Nunggu kamu kangen juga sama bibirku, Li."
Aku langsung menelan ludah. Ah, betapa aku jadi ingat ciuman panasnya saat kami pertama bertemu waktu itu.
"Ren, kalau bisa kejar aku ya! Aku kasih apel nanti!" Godaku sambil berlari mendahulinya.
Reno tertawa. "Siapa takut!" ucapnya sambil mengejarku.
"Aw!" Aku jadi menjerit karena Reno lari begitu cepat di belakangku.
✳️✳️✳️
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bad Boy Called Reno ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)
RomansaLiora Anastasya adalah seorang wanita karir yang hidupnya serba tertata rapi dan perfeksionis. Itu juga termasuk pandangannya soal jodoh, bahkan Dimas yang seorang wakil direktur di perusahaan penerbangan saja ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi b...