Satu Hari Kemudian…
Bagiku mood bagus itu bisa dimulai dari hal bagus setiap paginya, begitupun mood buruk. Duh, teringat hari kemarin aku jadi gedeg sendiri, bagaimana tidak? Kegilaan Dimas kemarin pagi membuat pekerjaanku -siangnya- jadi lumayan runyam, aku jadi banyak salah ketik nominal uang pemasukan restoran karena mood bagusku sudah terlanjur dirusak oleh Dimas.
Mood buruk itu akhirnya tertahan sampai malam, karena, aku kembali dibuat cemberut sepanjang malam, Reno tak menghubungiku. Tidak ada kabar darinya, ajakan dinner sederhana, ketemuan dan ngobrol-ngobrol atau semacamnya, Reno seakan memang sedang sibuk.
Dan kupahami itu semua, aku juga merasa tak enak kalau tiba-tiba mengganggunya, jadi kubiarkan saja hingga pagi ini, aku sudah berada di mobil dalam perjalanan ke tempat kerja. Melewati Bengkel Anugerah yang belum dibuka, aku hanya bisa tersenyum. Nanti deh, pulangnya aku samperin dia di bengkel itu, batinku mantap.
Inikah yang namanya kangen? Padahal belum ada seminggu kami ketemuan, tapi rasanya sudah seperti setahun. Ah jadi kangen jogging sama dia juga, batinku lesu. Tapi tahan saja, Li, biarkan dia menghubungi duluan.
Aku lantas memainkan musik pada DVD player di hadapanku, memutar albumnya Michael Buble. Dan lagu 'Lost' menjadi yang pertama muncul. Aku pun mulai bersenandung.
'Cause you are not alone…
I'm always there with you…
And we'll get lost together,
'Til the light comes pouring through…'Cause when you feel like you're done…
And the darkness has won,
Babe, you're not lost…
When your world's crashing down…
And you cannot bear the cross,
I said, baby, you're not lost…Melewati jalan pintas yang dulu pernah diarahkan oleh Reno, akhirnya sebentar lagi aku sampai di D'Crunchy. Ayo, Li, perbaiki mood lo, semangat, biar kerjaan lo hari ini lancar jaya, batinku, menyemangati diri sendiri.
Aku lantas tersenyum meski pikiran ini terasa ada yang tidak enak, seperti ada yang mengganjal namun setelah dirasakan ternyata hampa, tapi aku mengabaikannya. Memasuki halaman D'Crunchy dan memarkirkan mobil, dengan membaca basmallah aku pun menyambar tas dan siap keluar dari mobil. Namun…
Ting! Ting! Ting!
Belum sempat aku mendorong gagang pintu yang sudah kupegang, sebuah panggilan mendarat di ponselku. Uwaaa! Semoga Renooo! batinku senang bukan main.
Buru-buru, aku pun membuka tas Gucci putih-ku dan meraih ponselku di dalamnya. "Lho, Mama?" tanyaku heran, melihat nomor Whatsapp Mama muncul sebagai panggilan masuk, lengkap dengan foto profil wajah beliau yang tersenyum semringah dan tampak sedang memegang sepiring pudding buatannya sendiri.
Dengan cepat, akupun mengangkatnya.
Krskk krskkk!
Suara di seberang telepon terdengar berisik dan penuh suara tangis. Aku jadi mengernyitkan kening. "Hallo, Ma?" Sapaku dengan nada santai.
Hening.
"Ma? Hallo, selamat pagi. Aih, tumben nelvon sepagi ini? Liora udah di tempat kerja, nih," ucapku lagi sambil tersenyum.
"Halo, Li," Dahiku dibuat mengernyit mendengar jawaban itu. Bukan suara Mama yang terlantun, tapi suara Bibi Sumira. Nada suara beliau terdengar sendu.
"Bibi, ada apa, Bi?"
"Liii, bibi mau ngomong sesuatu tapi kamu jangan kaget dan bibi harap tenang dulu," ucap Bibi Sumira sambil terisak-isak, disekelilingnya kudengar suara tangis juga dari suara orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bad Boy Called Reno ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)
RomanceLiora Anastasya adalah seorang wanita karir yang hidupnya serba tertata rapi dan perfeksionis. Itu juga termasuk pandangannya soal jodoh, bahkan Dimas yang seorang wakil direktur di perusahaan penerbangan saja ia tolak dengan berbagai alasan. Tapi b...