Bab 9 [Mencipta Senyum]

2.9K 233 23
                                    

Masih bersama Liora Anastasya dan Reno Suseno di sini, selamat membaca!

Masih bersama Liora Anastasya dan Reno Suseno di sini, selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✨✨✨

  "Eh, Mas Reno? Silakan, Mas. Silakan."

  Aku tersenyum ketika akhirnya Reno menepikan mobilku di sebuah kedai baso, lalu ia disambut dengan keramah-tamahan si pemilik kedai yang merupakan seorang pria tua dan sang istri.

  Tempat yang bersih, batinku seraya ikut turun dari mobil dan melihat ke sekitar. Meski kedai ini berada di pinggir jalan, tapi tempatnya begitu asri karena dekat dengan taman kota. Di seberang jalan yang tak terlalu ramai ini, aku juga melihat ada toko-toko kecil, minimarket, ekspedisi, bahkan toko mainan.

  "Mau baso ayam apa sapi, Li?" Kekagumanku dengan kawasan bersih ini dikagetkan oleh sebuah pertanyaan dari Reno.

  "Um, ngikut kamu aja," jawabku seraya masuk ke kedai dengan penerangan bagus ini.

  "Sapi gak pa-pa, kan?" tanya Reno seraya duduk di tempat lesehan bertikar pada ujung kedai.

  "No problem," jawabku sambil mengedarkan pandangan, aku lantas mengangguk sopan ke bapak-bapak penjual baso dan istrinya itu.

  "Silakan, Mbak Cantik," ucap sang istri penjual baso, seorang wanita paruh baya berjilbab putih dan berwajah semringah.

  "Maturuswun, Bu," timpalku sambil mempersembahkan seulas senyum sebelum akhirnya aku mendekati Reno lalu ikut duduk.

  "Minumnya apa, Mas Reno?" tanya wanita itu lagi begitu aku duduk berhadapan dengan Reno.

  "Jeruk hangat aja, Budhe," timpal Reno, ia lantas menatapku seraya berkata lirih, "kamu minum apa, Li?"

  "Um, adanya apa aja, Ren?" tanyaku lirih juga.

  "Minuman jeruk, bisa panas dan bisa dingin, begitupun dengan teh manisnya. Ada susu juga sama kopi."

  "Teh tawar dingin aja, Ren."

  Reno mesem dan kembali menimpali wanita tadi dengan menyebutkan pesananku.

  "Li, lihat itu," lirih Reno sesaat kemudian seraya menunjuk ke arah belakangku, membuat dahiku mengernyit.

  Aku pun segera menoleh dan tersenyum, mendapati seorang bocah laki-laki yang sedang makan baso dengan lahap bersama kedua orang tuanya. "Wow. Lucu ya Ren anaknya, duh, bikin gemes itu pipinya," ucapku sambi mesem-mesem memandangi pipi bocah yang kutebak usianya 3 tahunan itu.

  Begitu aku menghadap ke arah Reno, kulihat ia malah menatapku kagum. "Kamu suka anak-anak, Li?"

  Aku mengangguk. "Apalagi kalau lihat anak-anak yang disayang banget sama orang tuanya, keluarga kecil yang harmonis. Ah, aku suka lihat-lihat pemandangan seperti itu," ucapku sambil tersenyum. Kamu tahu kenapa aku begitu menyukai pemandangan itu, Ren? Karena sejak kecil aku tak pernah mendapati keharmonisan di keluargaku, ayahku pergi meninggalkan rumah sejak usiaku enam belas tahun, lanjutku dalam hati. Cukup, Li, jangan jadi curhat tentang keluargamu, ini bukan waktu dan tempat terbaik untuk melakukannya.

A Bad Boy Called Reno ✓ (Selesai - Lengkap - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang