🌷DIC - Kebahagiaan Sederhana

3.9K 380 3
                                    

Bismillah ...
Vote dulu ya sebelum lanjut 😊
________________________________

Senyum dan tingkahmu membuatku terpana, hingga aku terperangkap pada rasa yang makin mengangkasa

•Dalam Isak Cinta•

Seminggu setelah kepergian Papanya, semua berjalan seperti biasa. Istrinya di rumah sakit menjaga Ibu, sementara dia kembali berkerja. Kini perusahaan diurus olehnya seutuhnya. Termasuk perusahaan keluarga Faila. Sejak itu juga ia sering kali sibuk dan pulang telat.

Seminggu berlalu, mamanya mulai bisa menerima kepergian Papanya. Hatinya tenang. Kini dia bisa berkerja dengan fokus namun tetap memperhatikan dua wanita yang disayanginya. Mama dan istrinya.

Di kursi kebanggaannya, Lutfan sibuk dengan tumpukan berkas perusahaan yang harus dibaca dan diurus. Pandangannya menjelajah setiap kata dan angka di berkas tersebut, terakhir dia membubuhkan tanda tangannya.

Agar tidak terlalu dipusingkan oleh perusahaan, seperti saran almarhum papanya sore itu. Lutfan mempercayakan tangan kanan untuk mengurus perusahaan keluarga Faila. Dia sendiri akan memantau dan memastikan kinerja perusahaan aman.

Selesai dengan tumpukan kertas, laki-laki jangkung itu menyandarkan punggungnya dengan nafas lega. Pandangannya menembus kaca besar di samping meja kerjanya, menatap langit malam.

Sepertinya angin tengah berhembus kencang, diperhatikannya awan yang bergerak cepat menutupi bulan.  Ah, Lutfan lupa sudah jam berapa sekarang. Diliriknya jam yang bertengger manis. Pukul 19.30.

Lutfan tersentak. Dia lupa mengabari istrinya. Badannya kembali condong, mengambil ponsel dan saat itu juga ada panggilan masuk dari sang istri.

Assalamualaikum, Mas?” Nada cemas masuk begitu benda pipih itu menempel di telinga kirinya.

Lutfan mengulas senyum. “’Wa’alaikumsalam, Sayang.”

“Mas Lutfan masih di kantor?”

“Iya, sayang. Maaf Mas lupa mengabari. Hari ini Mas lembur,” sahutnya seraya membereskan berkas yang berserakan di atas meja.

“Masih banyak ya, Mas?”

“Udah selesai, ini Mas mau pulang habis isya.” Lutfan bangkit dari duduknya, menyambar jas hitam dan tas kerjanya lalu berlalu menuju pintu. Kepalanya menoleh sejenak ke atas meja, memastikan tidak ada yang tinggal.

“Ya sudah, Mas cepat pulang ya?”

“Siap tuan putri.”

“Kamu di mana sayang?” tanyanya sebelum telfon itu dimatikan, “Rumah sakit apa rumah?”

“Rumah Mas. Rumah berdebu banget. Sekalian Faila masak,  Faila tunggu ya, Mas?”

Lutfan mengangguk. Setelah panggilan itu dimatikan. Kakinya melangkah lebar menuju lift. Sudah tidak sabar pulang menemui sang istri. Sebelum benar-benar pulang disempatkannya dulu untuk melaksanakan sholat isya.

Lutfan tidak pernah meninggalkan sholatnya, bahkan melalaikannya. Ia tidak mau menjadi orang rugi, ketika sholatnya naik ke atas langit dalam keadaan kusam. Sholat tepat waktu saja kita tidak tahu apakah diterima atau tidak, apalagi jika melalaikan.

Seperti yang tertuang dalam Al-Maun ayat 4 dan 5, “Celakah bagi orang yang sholat, yaitu orang yang lalai terhadap sholatanya.”

Lagipula menurutnya, sudah sebanyak apa nikmat dan waktu yang Allah beri, sangat tidak tahu terima kasih jika kita masih mengulur waktu untuk menyembahnya hanya karena dunia.

Dalam Isak Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang