🌷DIC -Bersamamu

3.9K 423 9
                                    

Bismillah ...
Vote dulu ya sebelum lanjut 😊
________________________________

Mentari seolah kehilangan cahaya. Redup, karena bumi mengabaikannya.
Dalam Isak Cinta
17 Juni 2020

Semua orang bubar begitu proses pemakaman usai. Meninggalkan keluarga terdekat termasuk Fania dan Lutfan. Sedang Faila hanya dapat menatap dari balik pohon. Ia tidak mau Fania kembali marah melihat keberadaannya.

Hatinya juga berduka dan terluka. Badran sudah seperti Papa kandungnya. Papa yang baik dan memberi perhatian padanya. Papa yang selalu menolongnya dan Ibu. Papa kedua yang begitu baik setelah Papa kandungnya.

“Selamat Jalan, Pa. Papa, orang tua terbaik. Semoga Allah menerima Ibadah Papa dan memberikan surga terindah buat Papa.”

Aamiin.”

Kepalanya menoleh, Faila mendapati Mbok Suti yang kini tersenyum, juga menatap ke arah pemakaman. Bisa ia lihat juga gurat kesedihan di mata itu.

“Tuan Badran itu sangat baik, Non. Mbok sudah bekerja dengan almarhum sejak beliau belum menikah dan bahkan udah Mbok anggap anak sendiri. Sikapnya seperti Tuan Lutfan. Baik dan lembut. Mbok berduka, begitu tahu Tuan pergi secepat ini.”

Faila terdiam. Isakan yang tergugu membuat kepaalanya mendongak, Faila menghela nafas berat. Ya Allah ikhlasskan Mama. Doanya dalam hati.

20 menit kemudian, Lutfan dan Fania beranjak dari sana bersama keluarganya yang lain, Faila segera bersembunyi dibalik pohon.

“Kenapa, Non?”

“Faila gak mau mama semakin terluka lihat Faila di sini,” jawabnya dengan senyum pahit.

“Mbok.” Lutfan memanggil pelan begitu melewati tempat mereka berdiri tadi. Laki-laki itu mengangguk, megajak balik ke rumah. Lutfan terus berjalan menuntun Fania yang hanya diam membisu.

“Iya, Den.”

Faila tersenyum Mbok Suti menatapnya. Ia mengangguk. Setelah Mbok Suti pergi, Faila tercenung menatap pungung Lutfan yang kini menjauh hingga masuk ke dalam mobil.

Suaminya terluka. Faila tahu dan dia ingin berada di samping laki-laki itu. Mendekap Lutfan dan menghibur imamnya yang tengah terpuruk. Namun, waktu dan semesta belum mengizinkannya.

Setelah beberapa mobil keluarga itu melaju pergi, Faila keluar dari persembunyiannya. Suasana kembali sepi menyisakan dirinya seorang diri. Ia melangkah menuju kuburan Badran, duduk di sana dan berdoa untuk mertuanya.

“Papa, Faila minta maaf.”

“Papa, yang tenang ya di sana. Semoga papa sekarang lagi tersenyum di taman surga.”

“Papa, terima kasih telah menjaga Ibu. Terima kasih papa berkorban banyak untuk Ibu hingga detik ini. Papa, papa orang tua terbaik.” Cairan bening kembali meluncur mulus. Faila mengusap batu nisan putih bertuliskan nama Badran.

“Faila pamit ya, Pa. Faila ke rumah sakit dulu. Ibu ….” Faila menghela nafas sesak, “belum tahu tentang ini semua,” ucapnya tercekat. Faila mengusap air matanya, berdiri dan melangkah pergi dari sana.

Berangkat dengan motor maticnya, lima belas menit kemudian ia telah sampai di rumah sakit. Faila berjalan lunglai menuju ruangan ibu. Sebelum membuka pintu, hatinya berdzikir dan mempersiapkan diri menyampaikan berita duka ini.

Ceklek

Sepasang mata milik Diara beralih menatapnya begitu tubuhnya sudah sepenuhnya memasuki ruang Ibu. Ibu tersenyum lembut dan Faila hanya dapat tersenyum pahit dengan mata sendu.

Dalam Isak Cinta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang