Selamat membaca!
Rose mengunci dirinya didalam kamar. Sudah beberapa jam ini menghabiskan waktu dengan berdiam diri, menangis dalam diam, seakan air mata nya tak akan pernah habis. Setelah pulang dari rumah sakit Rose memutuskan untuk kembali ke rumah, tak lupa memberitahu karyawan nya bahwa ia tak bisa datang bekerja hari ini.
Soal ini, hanya Hanna yang tau, papa Rose— Johan saja belum diberitahu.
"Sayang, ayo dong jangan ngunci pintu terus." Hanna terus saja mengetuk pintu kamar Rose. Rose hanya diam tidak merespon. Gadis itu memilih bungkam, memeluk lutut sembari menenggelamkan wajah diantaranya.
Siang nanti, Rose akan kembali lagi ke rumah sakit untuk menjalankan rangkaian perawatan. Mengenai Jungkook, sudah ratusan panggilan masuk dari pemuda itu yang tak kunjung gadis itu angkat.
Rose jadi merasa bersalah setiap kali mengingat persetujuan nya tentang lamaran Jungkook kemarin. Rose tak yakin ia bisa memberikan keturunan untuk jungkook.
Terlebih lagi dengan kondisi tumor ganas yang sudah membesar. Banyak terjadi komplikasi didalam sana yang menimbulkan banyak spekulasi buruk dalam diri Rose. Kecil harapan untuk tidak dilakukan pengangkatan rahim.
Percayalah Rose sedikit putus asa dengan keadaan.
Cukup lama Rose diam, akhirnya gadis itu bangkit dan membukakan pintu kamar nya. Hanna pun masuk ke dalam kamar Rose.
"Bunda, kalo rahim aku diangkat. Aku jadi gabisa hamil kan?" ribuan kali sudah pertanyaan itu Rose lontarkan. Namun, sama saja. Hanna tidak menjawab segala pertanyaan yang Rose ajukan.
"Bunda jawab oci." desak Rose dengan pekikannya.
Hanna hanya diam, memeluk tubuh ramping Rose. Mendekap nya dalam pelukan hangat khas ibu untuk anak nya.
"Sayang kamu harus kuat, ayo kita siap-siap. Berdoa aja ya, bunda yakin ga ada histerektomi kok. Rahim kamu ga akan di angkat." Ucap Hanna berusaha menenangkan Rose yang masih menangis tersedu-sedu.
"Jungkook bun, gimana kalo jungkook tau. Dia pasti bakalan kecewa banget sama aku." Rose menundukkan kepala nya. Tak sanggup membayangkan bagaimana perasaan Jungkook jika mengetahui kabar ini.
Hanna menggeleng tak membenarkan, "Ga sayang, kamu harus optimis sembuh." Ucap nya sembari mengusap lembut punggung Rose yang terus bergetar.
"Jungkook, maafin aku."
_________________________________
Di lain tempat, Jungkook tak henti-henti nya berdecak, karna tak ada satupun telepon yang masuk darinya diangkat oleh gadis itu.
Jungkook semakin dibuat panik.
Perasaannya campur aduk.
Pemuda itu menatap penuh khawatir ke arah jendela kamar Rose yang berada di samping balkon kamarnya. Semua tertutup rapat. Apa yang terjadi pada gadis itu.
Pikiran nya berkecamuk. Bingung serta was- was.
Jungkook melangkahkan kaki nya menuju balkon kamar. Pandangannya tertuju pada kamar di sebelah rumah nya. Mata pemuda itu tak kunjung berhenti menatap objek itu. Ada hal yang tidak beres pasti. Seumur-umur ia tinggal disini, rumah Rose tidak pernah sesepi dan tertutup seperti ini.
Tidak lama dari itu, tiba-tiba mobil hitam milik bunda Rose keluar dari garasi. Jungkook tidak melihat kapan dan siapa, apa Rose? bunda Hanna? ataukah keduanya yang memasuki mobil itu.
Sebelum mengakhiri pertemuan kemarin, Rose sempat mengatakan bahwa ia menerima lamaran Jungkook. Hal tersebut membuat Jungkook senang bukan main, pemuda itu tak henti-henti nya tersenyum bahagia sepanjang perjalanan pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐄𝐑𝐀𝐍𝐆𝐊𝐎 [✔]
FanfictionMau kita sedeket dan selengket perangko. We're stuck in friendzone. SELESAI rosékook[] ft. 97liner highest rank; #1 on rosekook #1 on roseanne #2 on rose [AU] | © 2020 fluttersyy_