Sebuah Kecemasan

52 9 0
                                    

"Debby Artazia, gue yakin lo ingat siapa gue dan tahu siapa gue. Gue udah sering banget kirim surat cinta buat lo sejak kita masih kelas satu," ujarnya.

Kyara mendekat pada Debby dan merangkulnya dengan cepat. Pria itu masih juga belum kapok rupanya, bahkan setelah Kepala Sekolah sendiri yang meminta dia untuk menjauhi Debby.

Farel melihat Veyza mengepalkan tangannya kuat-kuat, seakan merasa marah atau lebih tepatnya cemburu. Ia mendekat pada Kyara yang sudah merangkul Debby dengan erat.

"Gue juga masih berharap kalau suatu saat lo bakalan menoleh untuk melihat ke arah gue. Tapi gue kecewa banget hari ini saat melihat lo jalan sama anak ingusan sombong dari kelas 10-a itu!!! Ya, gue benci banget sama dia!!! Karena dia udah merebut perhatian lo dari gue!!!" teriaknya.

Debby menjatuhkan kameranya ke tanah hanya untuk menutup kedua telinganya rapat-rapat. Tubuhnya tiba-tiba gemetar ketakutan saat mendengar suara itu. Farel meraih kamera Debby yang terjatuh di tanah.Veyza mendekat dan meraih tubuh Debby dengan cepat agar gadis itu tidak terjatuh.

"Kak, lo kenapa?" tanya Veyza, khawatir.

"Ayo Deb..., kita pergi dari sini. Biar lo aman dari cowok sinting itu," ajak Kyara, setengah panik.

Mereka segera membawa Debby pergi dari lapangan menuju ke asrama. Farel mengekori langkah mereka sambil terus memegangi kamera milik Debby yang tadi terjatuh.

"DEBBY!!! GUE CINTA SAMA LO!!! GUE AKAN MEMILIKI LO!!! LO TUNGGU AJA WAKTUNYA!!!" teriaknya lagi.

Debby sudah tak sanggup, pikirannya kacau setengah mati. Tubuhnya tiba-tiba melemas seakan kehilangan tenaga. Kyara dan Veyza memapahnya dengan susah payah menuju asrama.

"Oke stop, sini gue gendong aja!" putus Veyza.

Pria itu langsung menggendong Debby ala bridal style dan berlari dengan cepat bersama Kyara ke asrama. Farel menyerahkan kamera milik Debby pada Kyara agar bisa disimpan baik-baik. Wajah Kyara menunjukkan kepanikan luar biasa yang tak pernah Farel lihat sebelumnya. Saat tiba di asrama, Veyza segera membaringkan Debby di tempat tidurnya. Kyara meletakkan kamera Debby yang jatuh ke tanah di meja samping tempat tidur gadis itu.

Difta beserta yang lainnya tiba di kamar asrama milik Kyara dan Debby untuk melihat kondisi Debby.

"Gimana?" tanya Difta, pada Veyza.

"Dia pingsan NOT," jawab Veyza.

Kyara terlihat menangis sambil mencoba menyadarkan Debby, Farel menuangkan minyak kayu putih di tangan Kyara agar bisa dibalurkan di lengan Debby dan juga ia baui di indera penciumannya.

"Bangun Deb..., jangan kaya gini dong. Gue takut," rintih Kyara.

Difta merangkulnya, dan Farel mengusap pundaknya dengan lembut.

"Sabar ya Kak," bisiknya.

* * *

Farel menemani Kyara pergi mencari bubur ayam di luar asrama, Veyza menemani Debby di kamarnya bersama Difta, Tita, Ian dan Keylan. Sejak tadi gadis itu sangat gelisah luar biasa, Farel pun menggenggam tangannya agar dia tenang.

"Far, thank's ya karena mau menemani gue untuk melakukan hal serepot ini," ungkap Kyara.

Farel tersenyum sambil membelai rambut Kyara yang agak kusut. Gadis itu tak sempat melakukan apapun karena sangat mengkhawatirkan keadaan Debby sejak siang tadi.

"Nggak masalah kok Kak, gue ngerti gimana perasaan lo saat ini. Kak Debby juga segelisah ini saat lo kenapa-napa, jadi gue maklum kalau lo juga bisa menjadi segelisah ini karena kondisi Kak Debby," ujar Farel, berusaha menenangkan Kyara.

Kyara lega karena Farel dapat mengerti apa yang sedang ia rasakan. Pria itu memang berbeda dari Pria-pria yang ada di sekelilingnya selama ini. Tidak pernah menunjukkan dirinya di depan Kyara jika sedang marah, tidak pernah menuntut, dan tidak pernah mengeluhkan apapun pada Kyara.

"Tahun lalu adalah waktu yang paling berat buat Debby, Far. Dia sampai harus bolak-balik ke psikolog untuk terapi, minum obat untuk mengurangi rasa takut, dan juga mulai menjauh dari banyak orang karena trauma. Yang tersisa dan bisa dekat dengan dia cuma gue. Gue benar-benar takut Far kalau dia harus mengulang lagi masa-masa itu. Gue nggak bisa lihat Debby menderita lagi," Kyara mengatakannya dengan jujur.

Wajahnya kembali berhias airmata, Farel mencoba untuk menghapusnya dengan lembut. Kyara menatap Pria di hadapannya dengan raut wajah putus asa.

"Kak, lo tenang aja ya, gue akan coba cari cara agar Kak Debby nggak perlu mengulang masa-masa beratnya. Saat ini, lo hanya perlu membuat dia merasa tenang dan ceria lagi seperti biasanya. Gue akan bantu sisanya bersama yang lain," janji Farel.

"Maaf ya Far, gue sering bikin lo repot setiap saat," Kyara tergugu.

"Hei..., lo nggak bikin repot sama sekali Kak. Gue udah pernah janji buat bikin lo selalu merasa bahagia kan? Kalau rasa bahagia lo terletak pada kondisi Kak Debby yang stabil, maka gue akan mengusahakan agar Kak Debby benar-benar stabil seperti biasanya. Gue nggak mau lo bersedih karena kondisinya yang memburuk. Lagipula, Vey juga nggak akan membiarkan Kak Debby ada di kondisi seperti saat ini terus-menerus. Lo lihat sendiri kan bagaimana dia ngamuk tadi?" jelas Farel.

Kyara pun langsung mengerenyitkan keningnya dan berpikir keras atas apa yang Farel jelaskan padanya.

"Gue ngerti kalau lo bingung tentang apa sangkut pautnya Vey dalam urusan Kak Debby. Yang bisa gue katakan sama lo cuma satu, dia juga merasa gelisah seperti elo yang merasa gelisah karena kondisi Kak Debby saat ini."

"Maksudnya..., Vey...," Kyara menggantungkan kalimatnya.

"Iya. Vey suka sama Kak Debby, dia sayang sama Kak Debby. Sama kaya gue yang sayang sama lo. Ngerti kan?"

Kyara pun menganggukan kepalanya. Kini ia benar-benar mengerti, kenapa Vey begitu panik, begitu marah dan begitu tak bisa tenang saat Debby belum juga bangun. Dugaannya tak salah, ada sesuatu antara Veyza dan Debby, namun Debby mungkin tidak menyadarinya. Gadis itu pasti berpikir kalau dirinya hanya merasa nyaman berada di samping Veyza.

'Lalu bagaimana caranya agar aku bisa membuat sahabatku mengerti kalau dirinya sedang katuh cinta?.'

* * *

RaFa ; Ketika Potret Sosokmu Adalah TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang