Sebuah Ketakutan

29 8 0
                                    

Farel terlihat berjalan menuju ke arah kelasnya bersama Seven B seperti biasanya, Kyara tersenyum dan melambaikan tangan pada Pria itu. Namun respon yang ia dapatkan tak seperti biasanya. Farel hanya tersenyum singkat dan segera berlalu begitu saja tanpa mengatakan apapun.

"Ada apa ini?" batin Kyara.

Kyara mencoba untuk tetap santai dan tidak terlalu memikirkan mengapa Farel menjadi pasif terhadapnya.

"Semalam mereka menerima paket kan? Lalu hari ini mereka mulai bertingkah berbeda. Apa ada hubungannya ya?" lagi-lagi Kyara membatin sendiri.

Debby menyenggol lengannya karena ketahuan melamun. Kyara pun menoleh untuk menatapnya.

"Lo kenapa? Kok dari tadi diam terus?" tanya Debby berbisik.

"Gue nggak apa-apa kok Deb, cuma kepala gue agak pusing aja. Mungkin gue kecapekan," jawab Kyara.

Ia tidak sedang berbohong pada Debby, kepalanya memang pusing sejak semalam. Hanya saja, ia tak mau mengatakan apapun agar Debby tak khawatir pada keadaannya.

"Sekarang masih pusing Kya?" Debby mulai khawatir, sesuai dengan yang Kyara duga.

"Gue baik-baik aja kok Deb, lo tenang ya," pintanya.

Nyatanya, tubuh Kyara tak bisa membuat Debby tenang seperti permintaannya. Suhu tubuh gadis itu meningkat drastis dan wajahnya kini berubah menjadi sepucat kapas. Debby pun mengangkat tangannya.

"Iya Debby, ada apa?" tanya Bu Lia.

"Kyara sakit Bu, badannya panas sekali," jawabnya, penuh ke khawatiran.

"Bawa dia ke Ruang Kesehatan," perintah Bu Lia.

Debby pun segera memapah Kyara untuk keluar kelas dan turun ke lantai satu di mana Ruang Kesehatan berada. Perlahan-lahan ia menuruni tangga, tubuh Kyara mulai menggigil dengan keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Tahan ya Kya, kita langsung ke Ruang Kesehatan biar lo diobati," ucap Debby.

Hendri yang sedang mengajar di Kelas 10-a pun melihat keluar jendela saat melihat sosok Debby yang sedang memapah Kyara turun dari tangga. Ia segera menyimpan bukunya dan berlari keluar kelas.

"Ada apa Debby?" tanya Hendri.

Debby terlihat sangat kepayahan.

"Kyara sakit Pak, badannya panas sekali," jawab Debby dengan nafas terengah-engah.

Farel langsung bangkit dari kursinya dan berlari mendahului langkah kaki Hendri. Ia meraih Kyara ke dalam rangkulannya dan menggendong gadis itu dengan cepat agar bisa sampai ke Ruang Kesehatan.

Hendri membuka pintu Ruang Kesehatan agar Farel bisa masuk dengan mudah. Pria itu segera membaringkan Kyara di salah satu ranjang kosong yang tersedia di ruangan itu.

"Ambil termometer dan alat kompres Far," perintah Hendri.

Farel segera mengambil apa yang Hendri minta, Debby kembali duduk di samping Kyara dan memegangi tangan gadis itu dengan erat. Rasa cemas itu sangat nyata di mata Hendri.

"Kamu tenang ya Deb, Kyara pasti akan baik-baik saja," bujuk Hendri.

Debby menganggukan kepalanya, Farel kembali dengan termometer dan alat kompres. Hendri memeriksa suhu tubub Kyara sementara Farel mulai mengompres gadis itu dengan meletakkan handuk hangat di dahinya.

"Kyara mungkin kecapekan Far, setelah pulang dari Gunung Nglanggeran dan Candi Borobudur dia belum istirahat maksimal. Kemarin dia tetap memaksakan diri untuk nonton pertandingan basket sama lo, jadi, kesehatannya mungkin drop," ujar Debby.

Farel memejamkan kedua matanya dengan perasaan bersalah luar biasa. Saat study tour ke Gunung Nglanggeran ia sangat tak peka dengan keadaan Kyara dan lupa mematikan AC di bus, lalu sekarang dia malah mengajak nonton basket padahal baru saja Kyara ikut dengannya ke Candi Borobudur. Pria macam apa ia sebenarnya? Mengapa selalu tidak peka dengan keadaan gadis yang ia cintai?

"Far," Hendri menepuk pundak Pria itu sehingga membuatnya terkejut.

"Ya? Kenapa Kak?" tanya Farel.

"Kompresnya diganti. Itu sudah dingin," jawab Hendri sambil menunjuk ke arah dahi Kyara.

Farel pun panik beberapa saat sambil mengganti kompres itu dengan yang baru. Ia mengamati wajah yang begitu ia cintai.

"Kenapa ancaman itu harus datang di saat lo membutuhkan gue?" batin Farel.

"Debby, kamu kembali saja ke kelas ya. Biar Far yang menunggui Kyara di sini," saran Hendri.

Dengan berat hati, Debby meninggalkan Kyara dan mempercayakannya pada Farel. Hendri pun ikut keluar dari Ruang Kesehatan itu untuk kembali ke kelas 10-a. Farel menggenggam tangan Kyara yang masih menutup kedua matanya.

"Gue sayang sama lo Kya, gue takut kehilangan lo," ungkap Farel, tulus.

"Kalau gitu jangan tinggalin gue, lo kan udah janji," balas Kyara, parau.

Farel segera mendekat dan membelai rambut gadis itu dengan lembut.

"Hai sayang..., gimana perasaan lo? Mana yang sakit?" tanya Farel, penuh kekhawatiran.

Kyara tersenyum.

"Kayanya gue salah deh. Dia nggak berubah sama sekali kok. Gue terlalu sensi kayanya pagi ini karena sakit kepala," batin Kyara.

"Kepala gue pusing sejak semalam, tapi gue nggak berani bilang sama Debby karena dia pasti bersikeras akan keluar asrama malam-malam untik beli obat le Apotek kalau gue jujur," jawab Kyara.

"Kenapa nggak telepon gue? Kan lo bisa bilang ke gue kalau lo butuh apa-apa. Kenapa diam aja Kak?" Farel sangat menyesali segalanya saat itu.

"Jam dua malam Far, mana tega gue mau telepon lo dan buat lo terbangun? Gue nggak mau istirahat lo terganggu gara-gara gue," tutur Kyara.

"Nggak sama sekali Kak, gue nggak merasa terganggu. Lain kali lo harus bilang sama gue kalau lo butuh apa-apa, jangan sampai terjadi kaya begini lagi. Gue nggak mau lo menderita karena merasakan sakit Kak."

Lagi-lagi Kyara tersenyum, membuat Farel semakin ragu untuk menjauhinya seperti yang sudah disepakati oleh semua anggota Seven B.

"Kalau gitu, janji sama gue, kalau lo nggak akan pernah cuekin gue, jauhin gue dan ninggalin gue. Please..., lo harus berjanji," pinta Kyara.

"Sekarang apa yang harus gue katakan sama cewek ini??? Gue harus bagaimana???" jerit Farel di dalam hati.

Farel tersenyum sambil menahan diri agar tak lepas kendali.

"Iya, gue janji," balas Farel.

'Dan entah apakah aku bisa menepati janji itu, yang jelas aku akan berusaha.'

* * *

RaFa ; Ketika Potret Sosokmu Adalah TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang