Ingin Selalu Begitu

32 8 0
                                    

Setelah tepat seminggu waktu skors yang Seven B terima berakhir, di kelas gabungan semua orang terlihat sangat khawatir dengan nasib Seven B. Kyara merangkul Cassandra, Debby dan Sally menatap ke arahnya.

"Udah tenang aja, nggak perlu khawatir dengan apa yang belum terjadi," saran Debby.

"Iya Cassandra, apa yang Kak Debby katakan itu benar. Lo nggak perlu khawatir berlebihan, mereka pasti baik-baik aja kok," tambah Sally.

"Lo tenang aja, kita pasti bakal bantu untuk melindungi lo kalau Key ngamuk lagi," Kyara berjanji.

Bu Anna dan Hendri masuk ke kelas gabungan itu, diikuti oleh Seven B yang berjalan terpisah tak seperti biasanya. Keylan menjauh dari yang lain, atau yang lain menjauh dari Keylan. Intinya mereka tak benar-benar bersama hari itu.

"Hari ini, kami sudah memutuskan untuk merubah posisi duduk kalian bertujuh," ujar Hendri memulai.

Seven B terlihat menunjukkan reaksi yang tak biasa pada Hendri.

"Veyza duduk dengan Tita, Ian duduk dengan Farel, Difta duduk dengan Alex, dan Keylan duduk dengan Cassandra," putus Hendri.

Deg!

"Hah? Far akan duduk dengan Ian? Di baris kedua? Gue bakalan duduk tepat di sampingnya dong?" batin Kyara.

"Apa??? Duduk sama cewek sialan itu??? Nggak!!! Saya nggak mau!!!" tolak Keylan mentah-mentah.

Tentu saja semua orang kembali terkejut dengan suara Keylan yang menusuk telinga siapapun yang mendengarnya. Cassandra sendiri terlihat semakin menundukan kepalanya karena tak ingin Keylan melihat sosoknya.

"Oke, kamu boleh menolak. Tapi kamu harus menerima sanksi, yaitu mulai hari ini kamu dan keenam sahabatmu dikeluarkan dari zona peringkat 1 sampai 7 dan menempati peringkat paling akhir!" tegas Hendri.

"Duh, gawat. Far juga kena imbasnya," batin Kyara merasa risau.

"Apa Pak? Nggak adil dong..., kan yang bermasalah Keylan bukan kami," protes Veyza.

"Hidup bersama, mati bersama! Itu yang selama ini kalian pegang kan?" sindir Hendri.

"Tapi ini tetap nggak adil Pak," Difta memohon.

Hendri angkat bahu seakan tak mau tahu.

"Saat ini keputusan ada di tangan Keylan. Kalau dia mau duduk sebangku dengan Cassandra dan membantunya untuk menjelaskan semua pelajaran agar Cassandra cepat mengerti, maka kalian akan tetap berada di zona peringkat 1 sampai 7 seperti biasanya," ujar Bu Anna.

"Dan untuk Keylan..., saya rasa keenam sahabat kamu sudah cukup untuk terus berkorban demi kamu selama ini. Hari ini, kamu yang harus belajar berkorban untuk mereka. Pikirkan sekarang juga!" perintah Hendri dengan tegas.

Semua mata di ruang kelas itu menatap ke arah Keylan dan menunggu jawabannya. Keylan terlihat mengepalkan tinjunya seakan ingin meledak sekali lagi, namun dia lebih memilih untuk melonggarkan kepalan tangannya dan langsung memindahkan kursinya ke tempat duduk di samping Cassandra yang kosong.

Lepas sudah ketegangan yang Kyara rasakan sejak tadi. Ia menghenbuskan nafas lega berkali-kali ketika keputusan sudah diambil oleh Keylan. Kini semua benar-benar berubah, posisi tempat duduk Seven B dirombak total oleh Hendri.

Ian duduk dekat jendela dan Farel duduk di pinggir, sehingga Pria itu -- sesuai dugaan Kyara -- benar-benar duduk di sampingnya meskipun berbeda meja.

"Hai Kak," bisik Farel sambil tersenyum ke arahnya.

Kyara membalas senyuman itu, Farel mengulurkan tangannya dan Kyara pun meraih uluran tangan itu. Mereka saling berpegangan tangan tanpa merasa malu sama sekali.

"Ekhm..., Far, pinjam ballpoint dong," tegur Difta dengan sifat jahilnya yang kumat.

Alex terkekeh pelan di samping Difta. Farel terpaksa melepaskan tautan tangannya pada Kyara demi mengambilkan ballpoint untuk Difta.

"Ganggu aja sih lo musang!" geram Farel, setengah berbisik.

Difta dan Alex kini berusaha keras untuk tidak meledakkan tawanya. Mereka lebih memilih segera menyembunyikan wajah daripada lepas kontrol di hadapan Hendri yang sedang mengajar di depan kelas.

Farel kini menatap Kyara yang sedang mencatat materi dari Hendri. Ia merasa sangat bahagia karena bisa benar-benar berada di samping gadis itu. Veyza menoleh ke belakang -- awalnya untuk melihat Debby -- lalu dengan sengaja menghalangi pandangan Farel ke arah Kyara menggunakan buku catatannya. Farel pun menatapnya dengan sengit.

"Minggir atau gue cakar?!" ancam Farel, berbisik.

Tita terkekeh pelan.

"Far..., Far..., hidup lo susah banget ya? Gitu aja sensi!" sindir Tita.

"Bukan sensi Ta..., kapan lagi coba, gue bisa lihat bidadari yang duduk tepat di samping gue," ujar Farel.

Ian meliriknya dengan sengit.

"Halo??? Apa kabar gue yang berbeda kelas dan nggak pernah bisa lihat Maya kecuali jam istirahat dan jam pulang sekolah? Lo seharusnya bersyukur Far, karena masih bisa lihat Kak Kyara setiap hari dan bisa menghabiskan banyak waktu bersama-sama. Jadi nggak usah berlebihan, dia selalu ada di depan mata lo," bisik Ian.

"Lo lagi curhat Yan?" tanya Tita.

"Kalau memang lo merasa menderita, suruh Maya pindah ke kelas kita," saran Veyza.

Ian terkekeh pelan.

"Andai semudah itu Vey, udah dari dulu gue suruh dia pindah! Nyatanya pindah kelas itu bukan perkara mudah, dan lagipula Maya tipe orang yang konsisten. Sekali dia ada di kelas 10-b maka dia nggak akan mau berpindah ke kelas lain!" balas Ian.

"Oke..., sekarang kita beralih pada lagu bebas. Saya mau kelas 11 kali ini maju untuk menyanyikan sebuah lagu dan nilainya akan dimasukkan pada nilai ulangan harian kalian," perintah Hendri.

Difta mengeluarkan ponselnya dan merekam satu persatu kelompok dari kelas 11. Farel pun melakukan hal yang sama, ia sangat antusias saat Kyara maju ke depan.

"Kak Kyara semangat!!!" seru Difta.

Kyara tersenyum mendengar dukungan itu, lalu menatap ke arah Farel sekilas.

"Far mendukungmu!!!" tambah Veyza.

Semua orang pun tertawa setelah mendengar apa yang Veyza katakan. Sementara Farel menutup wajahnya dengan buku cetak yang ia pegang karena merasa malu pada Kyara. Pria itu kembali mengarahkan kameranya -- pada Kyara -- ke depan untuk merekam penampilan kelompok yang sedang bernyanyi.

'Rasanya aku ingin lebih sering menggenggam tanganmu, agar kau tahu bahwa aku tak pernah meninggalkanmu sendirian.'

* * *

RaFa ; Ketika Potret Sosokmu Adalah TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang