Menduga-duga

53 12 0
                                    

Kyara merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur untuk melepaskan rasa lelah setelah seharian beraktifitas. Debby menatapnya dari depan lemari pakaian, sementara gadis itu mengganti pakaiannya.

"Ada apa Kya?" tanya Debby.

"Kelihatan banget ya kalau gue lagi banyak mikir?" Kyara balik bertanya.

Debby tersenyum.

"Kya, gue sahabat lo. Kalau lo aja bisa tahu saat gue lagi merasa nggak nyaman dan stress, ya apalagi gue terhadap lo. Ada apa sih? Cerita dong, jangan dipendam sendiri," jawab Debby sambil berjalan dan duduk di tepi tempat tidur milik Kyara.

Kyara bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk di samping Debby.

"Far tadi ngomong secara terbuka sama gue tentang keinginannya untuk mengenal gue lebih dari sekedar antara senior dan junior," ujar Kyara.

"Dia bilang begitu Kya? Wah, bagus dong. Itu tandanya dia jujur sama lo dan bukan mendekati lo karena ada maunya aja," nilai Debby.

Kyara terdiam beberapa saat sambil mengerenyitkan keningnya.

"Kok bisa pas banget sih?" heran Kyara.

"Apanya yang pas?" tanya Debby lagi.

"Pas banget Deb, tadi Far juga bilang gitu ke gue. Dia bilang katanya sengaja mengatakan yang sebenarnya ke gue, biar gue nggak berpikir kalau dia cuma main-main. Dia juga nggak mau gue berpikiran kalau dia mendekat karena ada maunya aja," jelas Kyara.

"Terus..., dia bilang apa lagi?" Debby penasaran.

"Terus dia bilang kalau dia mau gue benar-benar tahu kalau dia punya perasaan buat gue. Tapi dia nggak memaksa gue untuk nerima dia saat itu juga, katanya gue nggak perlu buru-buru untuk memutuskan. Gue dan dia punya banyak waktu untuk saling mengenal, dia mau gue kenal siapa dia yang sebenarnya dan dia mau gue menerima kehadiran dia bukan karena terpaksa," Kyara benar-benar menceritakan semuanya pada Debby.

"Ya ampun Kya, dia jujur banget sih. Ternyata bukan hanya sekedar masalah konyolnya aja ya yang dia tampilkan, tapi juga keseriusannya sama lo," lagi-lagi Debby memberi penilaiannya.

Kyara pun tadi berpikir begitu, namun tetap saja bimbang dalam hatinya kembali menyeruak kala teringat dengan apa yang ada di dalam hidupnya.

"Kya..., kok ngelamun?" tegur Debby.

"Eh..., nggak kok Deb. Gue cuma..., cuma capek aja," Kyara memberikan alasan.

"Kya, lo nggak perlu bohong kalau sama gue. Lo nggak lagi merasa capek, lo lagi merasa tertekan dan takut. Gue bisa lihat itu di mata lo Kya," Debby tak berusaha ikut berpura-pura tak tahu dengan perasaan Kyara saat itu.

"Deb, gue takut. Gue takut kalau Far nanti akhirnya tahu tentang semuanya yang ada dalam hidup gue. Meskipun tadi dia bilang sama gue bahwa dia nggak akan pernah menarik kata-katanya, tapi gue tetap takut Deb. Gue takut kalau nantinya diri gue sendiri lah yang akan menyakiti Far," Kyara mengakui.

Debby menggenggam erat tangan Kyara dan menatapnya dengan penuh rasa sayang.

"Kya, saat ini lo ada di dalam benteng paling aman. Orang itu nggak akan mengejar lo sampai ke sini. Lo sudah berada jauh dari jangkauannya, jadi lo nggak perlu merasa khawatir," Debby berusaha meyakinkan Kyara.

"Apapun bisa terjadi Deb, gue bisa keluar dari benteng ini dan dia juga bisa menemukan gue kembali. Itu yang membuat gue takut luar biasa Deb," jelas Kyara.

Debby pun memeluk Kyara erat-erat sambil mengusap punggung gadis itu dengan lembut.

"Gue nggak bisa menjanjikan apapun buat lo saat ini Kya, tapi gue akan melakukan apapun sebisa mungkin untuk membantu lo hidup dengan bebas. Seperti yang lo selalu lakukan buat gue, maka gue juga akan begitu terhadap lo," janji Debby.

Kyara menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan Debby, diam-diam ia menangis di sana untuk menumpahkan semua rasa takutnya.

'Gue bahkan takut untuk melangkah keluar gerbang, jadi bagaimana caranya gue mau melangkah menatap masa depan?'

* * *

"Kok bisa? Ekspresinya benar-benar setakut itu?" Difta terlihat tak percaya dengan apa yang Farel ceritakan mengenai bagaimana respon Kyara terhadap pengakuannya.

"Lidah lo kepeleset ngomong kali Far," duga Ian.

"Nggak mungkin lah Yan. Sekonyol-konyolnya gue, tetaplah ada sopan santun yang gue pakai untuk bicara sama yang lebih tua," ujar Farel.

"Atau mungkin terlalu cepat?" Keylan ikut menduga.

"Lah gue kan nggak minta dia jawab sekarang. Gue cuma minta ijin buat pendekatan sama dia," bantah Farel.

"Pasti ada yang dia takutkan," duga Alex.

"Nah..., itu yang gue maksud! Pasti ada yang membuat Kak Kyara ketakutan, sehingga dia berekspresi begitu," Farel akhirnya setuju dengan pendapat seseorang.

"Iya terus apa? Apa yang dia takutkan? Apakah mantan pacarnya?" duga Tita, setengah sebal.

"Memang Kak Kyara punya mantan pacar?" tanya Veyza.

"Ya siapa tahu aja kan Vey," jawab Tita.

"Udah..., udah..., nggak usah membuat kesimpulan yang kita nggak tahu faktanya deh. Nanti malah jadi salah paham lagi. Kita baru aja baikan gara-gara salah paham juga, belajar dong, jangan ulangi kesalahan yang sama," Difta mengingatkan.

"Ya terus apaan dong sebabnya? Kita kan juga jadi bingung mau bantuin Far kaya bagaimana," ujar Keylan.

"Cari tahu dulu," saran Alex.

"Nah..., itu AL benar! Cari tahu dulu, baru kita simpulkan," Farel kembali setuju dengan Alex.

Tita mencibir.

"Lo klop banget sih sama AL. Karakter lo berdua beda jauh tapi otak sama persis ya...," ujarnya.

"Bagus dong kalau begitu, itu tandanya otak gue dan otaknya AL seratus persen normal," balas Farel.

"Tuh dengar!" tambah Alex.

Tita semakin gemas, rasanya ia ingin sekali mencakar kedua Pria itu bersamaan saat itu juga.

"Udah..., debat terus sih?! Jadi gimana ini? Mau benar-benar di cari tahu nggak apa sebabnya Kak Kyara berekspresi takut begitu?" tanya Veyza.

"Iya mau! Tapi mulai dari mana?" tanya Farel.

"Yang terdekat dong..., Kak Debby," jawab Veyza.

"Alah! Bilang aja lo mau sekalian nempel-nempel sama Kak Debby," cibir Tita.

"Betul..., anda memang cerdas saudari Titania Raquella!" seru Veyza tanpa basa-basi.

"Oke, sepakat. Gue bakal cari tahu lewat Kak Hendri, siapa tahu aja dia bisa bantu bagi-bagi info," ujar Difta.

"Kak Hendri itu serba tahu ya?" Farel merasa bingung sesaat.

Alex mendekat ke telinga Pria itu.

"Dia kan mantan intel di Kepolisian," bisiknya.

Farel hanya bisa mematung di tempatnya berdiri.

* * *

RaFa ; Ketika Potret Sosokmu Adalah TakdirkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang