--O--

604 76 14
                                    

"Gimana, Bang? Bisa selesai sekarang nggak?" tanya Jimin kepada seorang montir pada salah satu bengkel di sekitar kampus.

Pemuda yang dipanggil abang itu menggeleng, lalu meminta maaf kepada Jimin. "Nggak bisa ini, Jim. Harus nginep di sini dulu. Apa lo mau bawa pulang aja?"

Jimin dengan cepet menggeleng, lalu berpamitan kepada montir tersebut untuk segera pulang. Jeongguk yang sedari tadi duduk di bangku yang berada di depan pintu masuk dengan mulut yang tak berhenti menguyah permen karet pun berdiri, saat Jimin menepuk pundaknya dan mengajaknya pulang. Jimin menjelaskan apa yang terjadi dengan motornya, dan meminta Jeongguk untuk mengantarkannya pulang.

Jeongguk sama sekali tak keberatan, toh Jimin juga sering memberinya tumpangan saat motornya sedang dalam masalah. "Lo pulang ke Taehyung apa ke rumah?"

Jeongguk menjawab cepat, "Taehyung. Kenapa?"

Jimin mengangguk-angguk sembari memasang pengait pada helmnya. Menunggu Jimin naik ke atas motor, Jeongguk masih menunggu apa yang ingin pemuda itu katakan. Kebiasaan sekali membicarakan sesuatu dengan nada menggantung, dan membuat orang lain yang mendengarnya penasaran.

Saat Jimin sudah menempatkan bokongnya dengan baik, ia berseru. "Ke tempat Namu aja biar deket sama apartemennya Taehyung, gue nggak mau ngabisin bensin lo. Lo kan kere."

"Anjing!!"

Umpatan Jeongguk menuai tawa di bibir Jimin, adiknya itu memang selalu mengeluarkan sumpah di setiap saat. Dan Jimin sama sekali tak keberatan, bukan karena Jeongguk yang mengucapkannya. Tapi karena terkadang dirunya juga sama, hanya saja Jimin menempatkan kata itu di tempat-tempat yang benar-benar diperlukan. Dan benar saja, itu sangat melegakan.

Perjalanan mereka berdua tak berlangsung lama, dengan Jimin yang meletakkan kepalanya di punggung Jeongguk dan tangan yang memeluk perut adiknya itu. Sekilas seperti sepasang kekasih, namun sebenarnya hanya tingkah adik dan kakak yang kelewat menyayangi satu sama lain.

Jeongguk tau Jimin lelah, sejak pagi anak itu memiliki banyak kelas. Lalu mencari perlengkapan yang mereka butuhkan, dan ditambah lagi dengan tugas yang harus mereka selesaikan hari itu juga. Berbeda dengan Jeongguk yang hanya memiliki satu kelas hari ini, bahkan dosennya tak datang dan kemudian meninggalkan tugas.

Jadi ia biarkan saja Jimin begitu, karena dirinya sendiri tak tega untuk melarang kakaknya itu bersandar. Di balik helmnya, Jeongguk berteriak. "Lo capek banget, Jim?"

Jimin tak bergeming, ia malas untuk berbicara. Jadi ia hanya mengeratkan pelukannya pada perut Jeongguk untuk memberinya tanggapan, dan Jeongguk memahami itu. Ia semakin tak tega untuk memgantar Jimin ke rumah Namjoon, karena setau Jeongguk Namjoon sedang tak ada di Seoul.

Tanpa mengindahkan permintaan Jimin, Jeongguk berjalan ke arah yang berlawanan. Jalan ke arah komplek rumah mereka, alih-alih membawa Jimin ke apartemen sang kekasih. Jimin sendiri tak sadar, karena ia sedari tadi menutup matanya dan tak tau kemana arah Jeongguk membawa mereka. Yang Jimin pikirkan hanya kasur, dan beristirahat.

Mata Jimin terbuka saat merasakan Jeongguk menghentikan motornya, namun tak mematikan mesin motor itu. Ia mengerjap, dan menyadari bahwa Jeongguk mengantarkannya pulang. "Kok pulang? Gue bilang ke rumah Namu aja."

Jeongguk berdecih, menyaksikan Jimin turun dari motor lalu melepas helmnya. "Lo pikir gue tega lihat lo capek kayak gitu di rumah Bang Namjoon sendirian? Seenggaknya kalo di sini, ada Mama yang ngurusin lo. Lo kan agak ceroboh kalo cape, suka nggak mandi dan langsung tidur. Kalo di sini kan, mama bisa marahin lo."

Jimin ingin tersenyum, namun ia memilih mempertahankan raut wajahnya. Ia senang saat Jeongguk peduli, mengingatkannya kepada Jeongguk kecil yang selalu berusaha melindunginya. Memberinya es krim pertama jika mereka membeli es krim, dan memukul anak nakal yang mengganggu kakaknya itu. Jimin tiba-tiba merindukan adik kecilnya.

flower crown | KookVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang