~Sesuatu yang sangat disukai oleh pecinta buku.~
Jika ada orang-orang yang nekat berpergian tanpa memiliki uang yang memadai. Aku salah satunya. Terlebih lagi ke tempat di mana orang-orang akan menukar barang dengan uang. Tentu saja ada rasa ngiler nantinya. Namun dengan hanya melihat saja dan mengingat diri ini orang yang tidak punya. Berada pada sekumpulan mereka sudah membuatku jauh lebih bahagia. Terlebih lagi bertujuan membebaskan tekanan yang selama ini datang bertubi-tubi tanpa henti.
Aku sengaja menyempatkan waktu di jam-jam terpadat yang kupunya. Bazar buku yang diadakan kali ini berada di Polonia. Lima hari berturut-turut selama dua puluh empat jam. Jadi bebas dong mau jam berapa pun itu. Meskipun kondisinya pagi.
Acara ini diadakan di sebuah tempat yang dulunya merupakan bandara di kota Medan. Saat ini tengah menjadi bangunan kosong tidak berpenghuni. Mungkin saja sebagai gantinya makhluk astral yang tidak menginjakkan kaki di bumi. Jalanan menuju ke sana lumayan lancar dengan sejuk-sejuk adem. Hanya saja, bandara ini dekat dengan perumahan penduduk yang padat. Setelah menimbang telah banyak terjadi kecelakaan pesawat menabrak gedung-gedung tinggi. Akhirnya bandara di kota Medan dipindahkan ke Kuala Namu. Tempat yang jauh lebih aman dan minim penduduk. Sayang sekali, aku belum pernah ke bandara Polonia saat masih beroperasi. Kini tinggallah sisa sejarah yang meninggalkan kesan nestapa bagi beberapa keluarga korban.
Aku merasakan kesejukan yang menerpa pada saat di depan pintu masuk. Angin yang keluar dari pendingin ruangan seolah mengucapkan selamat datang bagi pendatang. Mataku berbinar ketika melihat jejeran buku tertata rapi. Rasanya seperti berada di toko buku terbaik. Meskipun kualitas dinginnya tidak seperti di daerah pegunungan.
Sayang sekali, aku hanya bisa pergi sendirian kali ini dengan bantuan google maps. Kanaya dan Fatia akan tiba di sini sore nanti. Sedangkan waktuku hanya bisa sampai tengah hari nanti. Tetapi itu tidak menyurutkan langkahku untuk berkeliling tempat ini. Ah, sungguh menyenangkan.
Meskipun aku menyukai buku. Aku tidak terlalu memikirkan tentang aroma, jenis kertas, apalagi kondisi fisik dari sang buku. Bagiku mereka sama saja. Tersimpan beraneka ragam pengetahun dan hal menarik lainnya. Kondisi keuangan yang minim ini membuatku tidak milih-milih dalam memandang sebuah buku. Bahkan memasuki sebuah perpustakaan saja sudah membuatku seakan terbang di angkasa. Defenisi bahagia yang tidak terjabarkan.
Berada pada lingkungan yang kurang berminat dalam membaca. Tidak menjadikan diri ini berhenti dan mengikuti gaya kehidupan mereka. Apa gunanya mengikuti trendi berupa kecantikan dan gosip terkini, tetapi malah membuat dada sesak tidak karuan? Meskipun diibaratkan seperti sebuah lidi yang mudah patah. Setidaknya aku harus tahu menempatkan posisinya di mana.
Mungkin memang benar, seharunya aku menemukan orang-orang yang memiliki hobi membaca juga. Sehingga menimbulkan kekuatan tersendiri apabila diterpa badai berkepanjangan. Tapi, ah sudahlah. Aku hanya ingin melihat kumpulan buku paling murah di sini. Siapa tahu ada yang bisa kubeli dengan jumlah uang hanya lima belas ribu. Percuma saja melihat jejeran buku menarik tetapi harganya tidak pas di kantong. Hal yang ada malah ileran nantinya.
Ada beberapa alasan mengapa beberapa buku dijual murah seperti harga kerupuk. Faktor pertama tidak laku. Faktor kedua terbitan lama. Faktor ketiga kondisinya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Maka menemukan sebuah buku yang hanya dihargai enam ribu saja cukup membuatku kegirangan ingin jingkrak-jingkrak.
"Enggak juga sih. Enggak ada yang lebih baik dari toko buku langganan."
Aku mendengar suara berat itu jelas di gendang telinga. Kemungkinan sumber suara berasal dari radius tepat di hadapanku. Kedua bola mataku melirik sumber suara.
Pria berkemeja dongker masih fokus membolak-balikkan halaman buku contoh. "Yaelah, harganya lumayan mahal. Ini kan cuma lihat-lihat saja. Mana tahu cocok."
"Pelit amat sih. Sama buku, emak bapakmu kan masih mampu. Ribet, mikirin irit di masa kita yang memang boros pengeluaran."
Aku merasa berhalusinasi saat ini. Suara itu mirip sekali dengan si makhluk astral itu. Jika ini benar, aku berharap ini adalah jodoh. Ah, tidak. Sudah jelas-jelas ia mencampakkanku dengan menghindari sapaan di pesan BBM. Aku memberanikan diri mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mengklarifikasinya. Sudah sangat lama hasrat ini ingin bertemu dengannya. Sembari berharap takdir akan mempertemukan dengan sendirinya. Malangnya, aku malah jual mahal pada waktu pertama kali berkenalan dengannya atas dalih sabtu kuliah.
Maka spekulasi kali ini salah. Suara yang mirip dengan makhluk astral itu bukan dia. Hanya suaranya saja identik. Tetapi yang kutemui ini adalah lelaki tinggi dan berkulit putih. Siapa pun yang memandangnya pasti memiliki kesan identik bahwa pria ini masuk dalam kategori menarik.
Aku beranjak menjauhi mereka ketika sudah menemukan satu buku yang cocok. Hanya saja, masih ada rasa penasaran dengan kategori buku yang ada di sini. Tempat mereka berada tadi merupakan buku-buku tentang motivasi. Sedangkan tempat yang kusinggahi sudah sangat jelas kategori harga terjangkau.
Takdir itu sungguh unik. Ada masanya berada di sebuah posisi menginginkan pertemuan. Nyatanya tidak kunjung datang. Meskipun bolak-balik meminta di sepertiga malam. Ada pula yang selalu dipertemukan meskipun hati tidak menginginkan dan mulai berspekulasi dengan sendirinya. Apakah ini jodoh?
Ah, yang benar saja. Melihat mereka segaris lurus lagi denganku membuat diri ini nyaris salah tingkah. Baiklah, problematikan gadis yang masih menyendiri itu memang seperti ini. Mulai kesem-sem sendirian jika ada manusia jenis lain yang menarik hati. Layaknya magnet yang memberikan efek tarikan saat dari jauh.
Aku harus menghentikan ini semua. Sebelum otakku menyadari bahwa pertemuan ini akan kujadikan inspirasi cerita pada rangkaian kejadian novel. Kalau misalnya terlalu kepanjangan, mungkin bisa kupersingkat dengan menjadikannya cerita pendek saja. Iya, siapa tahu setelah ini tidak ada takdir yang berlanjut. Segera ke kasir dan membayar tunai buku ini.
"Mas punya kartu ATM yang sejenis dengan sponsor kami? Agar bisa kami memberikan diskon hingga 70%," ucap sang penjaga kasir dengan santun.
Wuah, yang benar saja. Murah sekali. Bukunya bagus, dapat harganya oke pula tuh. Aku melirik percakapan kasir sebelah. Deg, bersamaan menelan saliva. Kenapa mereka lagi ya? Lelaki berkemeja dongker tadi masih sibuk mengambil sesuatu dari dompetnya. Lekaki tinggi yang di sebelahnya mengeluarkan buku-buku dari kerangjang ke atas meja. Aku malah jadi gemetaran sendiri seperti melihat hantu.
"Ah, iya Mbak. Ada nih," jawabnya santun dan menyerahkan kartu ATM.
Aku menyelesaikan urusanku sebelum kewarasan ini menjelma menjadi rasa penasaran tingkat akut. Mungkin ini sudah titik akhirnya. Tidak ada lagi istilah mendeteksi kehadiran mereka barangkali.
Perutku mendadak keroncongan. Untung saja sudah mempersiapkan sejak awal. Sebuah bekal yang bisa mengganjal perut kelaparan. Aku berhenti sebentar di samping gedung sebelum melanjutkan perjalanan. Lagi-lagi, kedua bola mataku menangkap mereka berdua yang sedang menuju mobil dan membawa dua plastik besar. Lekaki berkemeja dongker itu menjadi sopirnya.
Asumsi yang terlintas dalam benakku kali ini. Pintar, tampan, dan kaya. Benar-benar paket komplit. Apalagi terlihat sederhana.
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/114914714-288-k117891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Physics Not Doctors
ChickLitNadia Zahira bercita-cita menjadi guru sejak Sekolah Dasar. Namun, setelah memasuki Sekolah Menengah Pertama ia bercita-cita menjadi seorang dokter. Keinginannya diperkuat dengan mempelajari olimpiade Biologi sejak Sekolah Menengah Pertama hingga Se...