~Bagai luka teriris kesiram jeruk nipis~
Semenjak pertukaran suara itu. Ia sering hadir tanpa diundang dan pergi tanpa berpamitan. Suara yang ia kirimkan bagaikan candu. Semenjak ia mengganti foto profil dirinya, maka semakin nyata pula bahwa dia itu ada. Ah, aku ingin menangis sejadi-jadinya karena diganggu makhluk halus kuadrat. Setiap waktu ia seolah berduplikat di mana-mana. Padahal aku sendiri yang mengatakan pada Yulia untuk tidak terlalu baper-ing. Namun, senjata makan tuan ini tidak bisa terelakkan.
Aku tidak tahu bahwa jatuh ... akan segila dan semunafik ini. Mengingatnya adalah hal yang paling menyenangkan namun ingin kusembunyikan dari siapa pun itu. Namun aku lebih takut bila terjatuh pada jurang yang semu.
*
Sore, hujan sudah membasahi tanah sejak siang tadi. Kini kolam kecil telah terbentuk di samping rumah. Seperti biasa hati selalu gelisah tak tentu arah. Ada yang ingin kupaksakan yaitu mencintai profesiku. Dipaksa menjalani sesuatu yang tidak suka itu jauh lebih sulit daripada menjalani pekerjaan berat dengan sukarela.Fisika, oh fisika. Dapatkah aku mengirimu surat cinta lalu kautunjukkan bagaimana caranya mencintaimu. Begitu banyak cobaan yang menggoyahkan hati agar berpaling darimu. Namun aku tak bisa. Aku pikir ini adalah sebuah amanah yang mungkin baik untuk ke depannya. Meski saat ini aku belum mencintaimu. Bahkan rasanya saat melirik saja hambar dan aku ingin tetap bersembunyi tanpa kata.
Bismillah aku baru saja melihat lembaran materi yang menurutku sulit. Namun bukan itu kesulitannya. Hati yang menyulitkanku. Induksi magnetik semakin membingungkan jika yang ditanya arah. Karena saat ini arah kapalku saja masih belum tahu ke mana akan singgah. Sedangkan diriku melalang buana ke mana-mana.
Aku masih terus menganalogikan kata fisika dalam kehidupan sehari-hari. Seperti begini. Orang yang berlawanan jenis pasti ada ketertarikan tersendiri hingga mereka saling mendekati. Begitulah magnet yang berlawanan jenis akan saling mendekati dan saat itu terjadi maka medan magnet tersebut akan menjadi medan listrik. Respon salah tingkah yang aku lakukan ini adalah gaya gerak listrik. Di mana gejala untuk mengutarakan rasa perhatianku padanya adalah induksi magnetik. Sedangkan pesan yang terkirim melalui BBM itu membuktikan bahwa ada arus induksi yang menuju ke sana. Kau tahu ketika ada kata arus maka sekilas senyum dan rasa membuncah muncul. Kenapa? Karena arus sebagai sumber berjalannya energi elektronik. Ia bahkan dapat menerangi seisi rumah. Membuat detak jam bergerak, komputer dan radio menyala, mesin cuci beroperasi, dan masih banyak lagi. Seolah surga dunia penuh kenikmatan yang tiada batas. Begitulah rasa itu dapat dikonversikan menjadi beragam hal.
Kupikir kata-kata receh ini sudah bisa. Bisa gila dengan segala perihal yang terjadi. Setelah kupikir-pikir kenapa aku menyukainya. Padahal dia tidak termasuk dalam kategoriku. Pokoknyalah dari mulai tinggi, paras wajah, bahkan keimanan juga tidak. Tapi respon pesannya sudah membuatku melayang di udara tak tentu arah. Kenapa aku tak bisa mengendalikan pada siapa aku suka? Misalnya teman sekelasku yang tampan dan pintar atau orang kaya yang hartanya tujuh turunan. Tapi aku enggak bisa dan mungkin seleraku payah. Suka sama orang kurang spesifikasi. Wah percuma dong selama ini belajarnya sungguh-sungguh dan berusaha menjadi orang yang lebih baik kalau pada akhirnya suka pada makhluk yang obrolannya manis.
Ya Allah tolong hamba.
Malam ini memang dingin. Sangat dingin, hingga mampu mendinginkan ujung jari. Aku rasa saat ini seolah dalam kulkas freezer. Terlintas di benakku untuk membuka BBM. Siapa tahu si dia buat status.
Tuh kan benar, singkat hanya bertuliskan Brrr ... dan emoticon kedinginan. Segera jariku tak sabaran untuk merusuh.
Nadia Zahira, kedinginan ya?
Muhammad Mukhlis Muflih, ya
Nadia Zahira, oh begitu
Muhammad Mukhlis Muflih, kau punya kontak Evi Sukaesi ya?
Deg, ngapain dia nanya nama kontak. Evi Sukaesi macam nama ratu dangdut saja. Lagian sepengetahuanku hanya punya Evi Rahyani teman sekelasku.
Nadia Zahira, enggak ada tuh.
Muhammad Mukhlis Muflih, enggak usah bohong aku juga sudah tahu.
Dia bilang gitu. Dengan ligat aku segera menelusuri kontak BBM dan ternyata itu benar. Aku memiliki kontaknya. Aku kok jadi kagak enak gitu ya dia bilang gitu ke aku.
Nadia Zahira, loh kok bisa tahu.
Muhammad Mukhlis Muflih, aku lagi sama dia.
Nadia Zahira, oh begitu
Muhammad Mukhlis Muflih, (read)
Aku manggut-manggut sambil berpikir keras. Ini kan sudah malam. Kalau dia nanyakin nama Evi Sukaesi mungkin si Evi ini pasti saudaranya. Mungkin saja.
Malam mungkin sebentar lagi hampir larut. Kok barus sadar ya ini kan malam minggu. Aku memilih memutar lagu Payung Teduh. Dan lagu tersebut dapat membuat mood-ku jauh lebih baik. Sebenarnya sih jauh sebelum aku mengenal si dia aku memang sudah menyukai lagu ini. Tapi apaan sih aku malah ngerekam lagu ini ke dia. Kok enggak lagu lain saja. Sedangkan dia malah menyanyikan lagu sang mantan.
Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Rasa penasaran ini tidak dapat dielakkan sama sekali. Jujur aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Stalki-ngin akun orang lain apalagi notabenya cowok sampai ke akar-akarnya. Eh dulu juga pernah sih tapi tidak begitu seambisius ini. Hanya sekilas.
Semakin lama, semakin kucari. Aku menemukan sebuah fakta jika dia ini adalah teman SMAnya Fatia. Iya Inaya Fatia teman sekelasku yang pintar dan penuh percaya diri. Aku seperti dunia sesempit ini. Duh, sudah kuduga memang begitu faktanya dari like-nya Fatia di akun dia sudah membuktikan setidaknya Fatia mengenalinya.
Aku menelusuri hal yang lain. Evi Sukaesi si ratu dangdut itu dan ini paling membuatku speechless. Tak dapat kuungkapkan sepatah kata pun, hanya rasa sakit yang membara. Ralat lebih tepatnya ratu hati di hatinya. Ada banyak kata yang mengidentifikasikan kedekatan mereka dan yang lebih parah lagi si Evi menuliskan calon imam dengan me-ngetagkan namanya. Please deh Ra, saudara tidak seromantis dan semesra ini.
Remuk jantung dan aku malu. Ini benar-benar membuat diri ini kalah dalam mempertahankan spesifikasi kriteria calon idaman. Bagaimana jika aku menyukainya dan membuat jantungku membuncah tiba-tiba. Ada rasa sesak yang menghimpit dada. Kecewa melanda jiwa saat ini. Bahkan saat hangatnya suhu berpindah pada suhu yang rendah. Tubuhku menolak membaginya pada udara. Aku seolah terbakar dalam kefanaan asmara. Bahkan rasa gatal telah meningkat dua kali dan aku ingin menggaruk-garuknya. Bahkan lebih enak lagi menggaruk kulit daripada menggaruk akun pribadinya.
Aku berpikir kembali dan memutar sedikit memori tentang Payung Teduh. Payung teduh apaan jika payungnya sendiri telah berlubang. Atau jika aku sendiri yang memayungi mereka berdua sedangkan aku sendiri kehujanan. Tidak, lebih tepatnya aku kehilangan payung yang melindungiku dari dinginnya hujan dan kilatan petir.
Oh payung teduh.
Betapa kecewanya hatiku saat kumelihat dirimu berdua dengannya. Tak kutahui, begitulah adanya. Namun bila ini adalah akhir bagi diriku sendiri. Mau bagaimana lagi dicegah karena kusudah terlanjur berharap.
Duh, sudahlah daripada memikirkan dan mencari-cari kebenarannya lebih baik aku tidur manja.
Bersambung
Tuh kan sudah menyanyikan lagu payung teduh dengan merdu malahan bukan payung teduh.
Pada kangen nggak sama cerita ini yang lamanya seabad baru diupdate.
Janga lupa komentarnya ya!
![](https://img.wattpad.com/cover/114914714-288-k117891.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Physics Not Doctors
ChickLitNadia Zahira bercita-cita menjadi guru sejak Sekolah Dasar. Namun, setelah memasuki Sekolah Menengah Pertama ia bercita-cita menjadi seorang dokter. Keinginannya diperkuat dengan mempelajari olimpiade Biologi sejak Sekolah Menengah Pertama hingga Se...