Sejak kejadian tadi, Putra kini sedang mengintograsi alias ngobrol dengan suasana serius bersama Saputri di kamar Putra. Lelaki itu sejak tadi bergelut dengan pikirannya, Saputri hanya diam dan menunggu adiknya yang sibuk sendiri.
"Apa sih Putra ngga jelas banget lo jadi orang!" kata Saputri karena sudah kesal menunggu adiknya.
Putra mengacungkan telunjuknya ke bibir Saputri, menyuruh kakaknya itu untuk diam dan tak mengganggunya yang sedang berpikir.
"Sap, gue mau minta tolong. Gaboleh nolak, suruh siapa ngambil bakso telur punya gue?!" mintanya dengan paksa setelah lama berpikir tadi.
Saputri memutar bola matanya malas, namun pada akhirnya ia mengangguk pasrah meskipun ia tak tahu sebenarnya adiknya ini meminta bantuan apa.
"Tolong buatkan sketsa gambar seseorang, ngga boleh nawar dan bawel!" pinta Putra memaksa.
Kakak perempuannya itu mengangguk paksa, mengiyakan permintaan sang adik yang ngambek karena makanan kesukaannya di makan olehnya.
Lagi pula Saputri memiliki keterampilan menggambar yang bagus karena diwarisi sang ibu. hanya membuat sketsa bagi Saputri gampang! Berbeda dengan Putra yang sama sekali tak tertarik dengan dunia seni seperti lukisan, ia lebih suka dan senang dengan tidur dan tak melakukan apapun. Itu termasuk hobi atau malas?
"Iya bawel, gambar siapa sih?!" tanya Saputri keheranan.
Sebelumnya Putra tak pernah meminta tolong padanya untuk membuat gambaran. Putra selalu saja mengejek hasil karya-karya Saputri dengan mengatainya jelek seperti gambaran anak TK, tapi sekarang malah meminta bantuannya. Dasar adik tak tahu malu!
"Seseorang, lo cuman perlu gambar apa yang gue suruh. Ciri-cirinya gue hafal kok, visualnya tinggal lo yang buat. Okey Saputri Dirgantara?" ucap Putra, memang jika lelaki itu meminta tolong ia akan menyebut nama panjangnya, begitulah.
"Ribet lo! Ayo mau kapan?" tanya Saputri tanpa basa-basi.
Putra berpikir kembali, apakah ia akan mulai membuat sketsanya sekarang atau menunggu Aksa? Tapi lebih cepat lebih baik, ia bisa mengandalkan ingatannya.
"Sekarang aja, buruan lo ambil kertas sama pensilnya. Jangan lama, lo suka belok dulu ke ruang tengah nanti nonton drakor lagi sama bunda!" suruh Putra dengan kesal.
Saputri mengejeknya dengan mengikuti apa yang Putra bicarakan tanpa suara, Putra memelototinya dan sang kakak segera kabur takut adiknya itu makin mengamuk.
Tak lama, perempuan itu membawa meja belajar, sketch book dan kotak pensil yang ia ambil dari kamarnya yang berada di sebelah kamar Putra, tentunya dengan memasang wajah malas. Ia melakukannya karena terpaksa, bukan karena keinginannya sendiri, jadilah tidak semangat.
Kalau hasil suruhan akan berakhir malas karena terpaksa. Berbeda dengan keinginan sendiri, melakukannya pasti enjoy dan senang-senang saja.
Perbedaannya benar-benar jauh.
Saputri duduk di lantai dan memakai meja belajar untuk alas ia menggambar. Kakaknya itu membuka selembaran kertas gambar yang hampir penuh oleh gambarannya dan berhenti di lembaran kosong, ia sudah memegang pensil dan siap menggambar seseorang yang Putra tak sebut siapa namanya.
"Dah buruan sebutin ciri-cirinya, keburu mood gambar gue ilang. Ini juga males sebenernya sih," suruh Saputri.
Putra mengangguk, tak ingin berbasa-basi lagi dan mengulur waktu. Ia mulai mengingat lagi mimpinya dimana ia melihat wajah ibu Ourel dengan lumayan jelas.
Lelaki itu menyipitkan matanya dan melihat ke langit-langit, seolah wanita yang akan ia sebutkan ciri-cirinya itu ada disini.
"Rambutnya hitam panjang terus bawahnya gelombang dikit," ucap Putra yang semakin menyipitkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
dream : hidden reality ✓
Novela JuvenilKarena sebuah mimpi aneh yang memperlihatkan beberapa kepingan hidup seorang gadis yang sama sekali tak dikenalnya, Putra terpaksa harus menjalankan permainan yang sama sekali tidak dimulai olehnya. Mimpi itu mulai datang sejak Putra berusia dua bel...