5. Gagal

1.7K 219 3
                                    

Baru tiga hari Zinza berada di SMA Gema tetapi sepertinya jiwa-jiwa nakal sudah muncul ke permukaan. Seperti sekarang ini gadis dengan jilbab lebar itu malah berjalan dengan santai ke area belakang sekolah, padahal di kelasnya sudah ada guru yang mengajar.

'bruk'

tas merah itu sudah berhasil melewati tembok tinggi, tembok yang sangat strategis untuk melarikan diri dari SMA Gema, karena di balik tembok tinggi itu tersambung dengan markas bad boy SMA Gema yang akan membantu siswa yang akan bolos. Tubuh Zinza sudah berada di atas tembok tinggi itu, di balik tembok pun sudah ada siswa yang mengamankan tas gadis itu.

"Mau cabut kan lo?!" hanya tinggal satu Langkah lagi Zinza bisa keluar dari SMA Gema, tapi sepertinya nasib baik sedang tidak berpihak kepada Zinza.

Dia Zarhan siswa dengan almet OSIS, Zarhan mencekal kaki Zinza sehingga kesulitan untuk melompat. Zinza menatap tajam Zarhan dengan wajah dingin gadis itu, juga dibalas tatapan tajam pula oleh Zarhan.

"Bisa lepas tangan lo?" ucap Zinza datar.

"Sorry enggak bisa. Kemaren gue baik bukan berarti gue bisa ngelepasin lo begitu aja. Ini tugas gue." Jawab Zarhan.

"lepas kaki gue! Gue bakalan turun."

Zarhan menaikkan sebelah alisnya. "gimana kalo lo kabur?"

"Enggak bakal. Gue bisa pegang omongan gue." Zarhan mengangguk.

'bruk'

Zinza melompat dengan sangat mudah, tanpa merasa kesusahan karena rok panjangnya, karena mungkin gadis itu terbiasa membuat Zarhan tidak merasa heran.

Zarhan membawa Zinza ke lapangan, banyak pasang mata menatap Zinza, banyak juga cibiran yang keluar dari siswa yang melihat Zinza.

"20 puteran!" Zinza melirik sekilas Zarhan, kemudian gadis itu mengangguk tanpa protes.

Sudah bel pergantian pelajaran dan sudah tujuh belas putaran Zinza mengelilingi lapangan SMA Gema yang benar-benar luas itu. Gadis itu bahkan tidak mengeluh walau banyak keringatnya mengalir di dahinya.

"Zarhan siapa murid yang sedang berlari itu?"

"Eh pak Agus, dia Zinza, dia kena hukuman karena ketauan mau cabut saat jam pelajaran." Zarhan menyalimi pak Agus, guru olahraga SMA Gema.

"Berapa putaran?" tanya pak Agus.

"Dua puluh, sebentar lagi selesai pak, maaf mengganggu jam bapak." Ucap Zarhan.

Pak Agus mengangguk. "Tidak apa-apa Zarhan. Harusnya kalian contoh dia! Dia perempuan tapi enggak ngeluh sedikit pun bapak perhatikan dari tadi." Ucap pak Agus kepada murid yang sedang diajarnya.

"Oh jadi kita boleh mencontoh pak? Kalo gitu besok saya cabut juga yah pak?" tanya Juna menggundang tawa anak kelas XI MIPA 5 pak Agus hanya menggelengkan kepalanya.

"Dia Zinza pak Agus, chairmate Syifa." ucap Syifa, yah kelas yang sedang diajar pak Agus adalah kelas XI MIPA 5.

"Oh dia anak kelas XI MIPA 5?" tanya pak Agus dijawab anggukan oleh seluruh anak XI MIPA 5.

Masih dengan nafas yang tidak beraturan Zinza berjalan ke sisi lapangan menuju tempat Zarhan berteduh. "Udah selesai dua puluh lima puteran, kalo nanti gue ketauan cabut tinggal lima belas puteran ya?"

Pak Agus bertepuk tangan. "kalian dengar? dua puluh lima putaran? Kenapa kalian belum lari? Kalian itu Cuma lima putaran mengeluh terus." Teriak pak Agus membuat semua anak XI MIPA 5 segera berlari sebelum guru olahraga yang agak gundul sedikit itu memberi mereka tambahan lari.

"Dan kamu Zinza. Kamu boleh berganti baju olahraga kemudian Kembali kesini." Pak Agus tidak memarahi Zinza padahal pak Agus adalah tipe guru yang disiplin dan tegas dan saat itu lah anak XI MIPA 5 tahu bahwa Zinza akan jadi murid bintang pak Agus.

Zinza mengangguk. "Terimakasih pak." Ucap Zinza.

***

Akhirnya Zinza sampai di rumah, bila orang-orang bilang bahwa 'rumahku istanaku' maka lain halnya dengan Zinza 'rumahku nerakaku' kalimat itu lebih tepat saat melihat pemandangan di depannya. Aroma alkohol sudah tercium saat Zinza memasuki pintu rumahnya, seorang wanita terduduk di sofa ruang tamu, rambutnya tergerai dengan pakaian kurang bahan yang melekat di tubuh wanita itu.

"Heh anak haram?! mau kerja kan? Ikut saya!!" ucap Adisti menarik Zinza keluar.

Memaksa Zinza memasuki mobil hitam di luar rumah, pantas saja Zinza melihat mobil asing yang terparkir di luar rumahnya ternyata ini adalah rencana wanita itu. Wajah Zinza telah terbasahi oleh air mata tapi tidak ada respon apapun dari wanita di sebelahnya. Mobil itu berhenti di depan rumah kosong, menarik Zinza keluar dari mobil kemudian mobil itu pergi setelah wanita itu memberikan uang.

"Wah wah wah ini anak yang mau kamu jual Adisti? Saya akan membayarnya dengan harga yang lebih mahal dari nominal yang kamu ajukan." Ucap pria tua itu membuat Zinza melebarkan matanya.

"Siapa yang anda maksud kakek tua bau tanah? Saya? Tidak akan sekali pun itu hanya dimimpi anda kakek!" Setelah mengucapkan itu Zinza langsung melepaskan cekalan dari Adisti dan berlari meninggalkan kedua orang itu.

Zinza berlari tanpa tahu kemana arah tujuannya, langit sudah mulai menggelap rintik hujan pun mulai turun menyapa bumi. Zinza masih berlari karena orang suruhan kakek bau tanah itu masih mengejarnya, Zinza merapalkan doa dalam hati semoga ada mobil lewat agar ada orang yang akan menolongnya.

'tiiiiinnnnnnn' Zinza melebarkan tangannya di depan mobil yang lewat. Tidak ada satu pun mobil yang melewati jalanan sepi ini, hanya mobil ini harapan satu-satunya Zinza.

Seseorang di dalam mobil itu keluar. "Tolong bantu gue." Zinza memberikan tatapan memohon, untuk kedua kalinya Zinza meminta bantuan kepada seseorang. Orang suruhan kakek bau tanah itu mulai mendekat.

"Masuk." Ucap orang itu, Zinza menghembuskan nafas lega saat orang bertubuh besar itu sudah tidak mengikutinya lagi.

'Gue berhutang budi sama orang ini' ucap Zinza dalam hati.






Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang