Musik keras memekikkan gedang telinga, asap rokok yang mengepul di udara, juga bau alkohol yang benar-benar menyengat. Sungguh ini bukan tempat yang nyaman, tetapi di situ kumpulan manusia itu bisa dengan bebas melampiaskan masalah-masalah yang bersarang di otak mereka.
Semua yang mereka lakukan hanya untuk melupakan malasah sejenak, padahal saat mereka melupakan sejenak masalahnya bukan berarti masalah mereka hilang. Seperti seorang wanita yang terseok-seok berjalan dengan bertumpu pada tembok, wanita yang datang ke tempat itu hanya untuk melupakan masalahnya.
Baju ketat yang membentuk tubuh, make up tebal yang tidak menutup kecantikan asli wanita itu. High heels berwarna hitam yang tadi wanita itu pakai, telah wanita itu lepas guna menjaga keseimbangan saat berjalan.
'Bugh' tarikan seorang pria membuat wanita itu terpental ke tembok. Pria itu sengaja membuat sang wanita tersudut.
"Heh! Bocah! Sembarangan banget narik-narik!" Racau wanita itu. Walau dalam keadaan setengah sadar, wanita itu terus menghindar saat pria yang umurnya terlihat dibawahnya itu terus mendekat.
Pria itu menampilkan smirk. "Alah, lo pasti j*lang di sini kan? Mau berapa sih? Bekas aja sok alim anj*ng!"
Pria itu juga sepertinya sama seperti wanita di hadapannya, sama-sama dalam pengaruh alkohol. Terlihat dari cara bicaranya yang meracau.
"Mau saya geprek pake sepatu ini hah?" Ancam sang wanita.
Pria itu terkekeh pelan. Kelakuannya semakin tidak terkendali.
"Sebelum lo geprek gue pake sepatu itu, boleh dong lo tidur sama gue dulu?"
"Mau duit berapa dari gue j*lang? Sok banget kemaren aja lo udah tidur sama gue." Ucap pria itu lagi.
Wanita setengah sadar itu ternyata tidak main-main dengan ucapannya. high heels itu sudah mendarat sempurna di kepala pria itu. Saat ada kesempata bagus, wanita itu langsung berlari menjauhi pria itu walau dengan sempoyongan.
"Liat aja, lo bakal tidur bareng gue lagi j*lang!" Racau pria itu.
Wanita itu sesekali melihat ke belakang, melihat apakah pria tadi masih mengejarnya atau tidak. Setelah berhasil keluar dari tempat itu, wanita itu kembali berjalan dengan bertumpu pada tembok.
'Bruk' Entah kesialan atau keberuntungan bagi wanita itu. Seseorang yang menabraknya adalah orang yang dikenalnya. Dengan masih membawa high heels yang hilang sebelah, wanita itu mencoba bangkit.
Pria itu menatap tajam kepada si wanita. Tatapan pria itu seperti tatapan marah, kesal, sedih juga miris.
"Ayo masuk ke mobil, saya antar kamu pulang." Ucap pria itu.
Tanpa bantahan wanita itu masuk ke dalam mobil. Saat perjalanan pun hanya hening yang menemani mereka berdua.
"Adisti, mau sampai kapan kamu seperti ini terus?" tanya pria itu memecah keheningan. Ya benar, wanita itu Adisti, umi Zinza.
"Saya hancur, saya telah hancur semenjak kecelakaan itu."
Pria itu menghembuskan nafas kasar. "Jadi kemana Adisti yang dulu? Zinza tidak salah, sampai kapan kamu akan terus menyalahkan gadis itu? Gadis itu merindukan uminya yang dulu." Pertanyaan serta pernyataan dari pria yang fokus menyetir itu membuat Adisti terdiam.
"Jangan panggil saya umi, rasanya saya itu sudah tampak seperti iblis, sudah tidak pantas saya dipanggil dengan sebutan itu. Kenapa tidak sebut saya pel*cur? Itu lebih baik untuk memanggil saya." Air mata yang sedari tadi Adisti tahan akhirnya jatuh tak terbendung.
"Saya hancur setelah kecelakaan itu, apakah ujian untuk saya memang seberat ini?" Lanjut Adisti.
"Kamu pikir hanya kamu yang hancur? Zinza juga. Bahkan dia harus merasa kehilangan abi dan uminya secara bersamaan. Dia merindukan uminya yang dulu, dia merindukan kamu yang dulu Adisti."
Pria yang fokus dengan jalanan itu tersenyum miris. Bahkan wanita yang dulunya sangat tertutup sekarang bahkan lebih senang mengumbar auratnya. Bahkan untuk sekedar bersikap baik kepada putrinya pun masih memberi alasan untuk menolak kembali menjadi dirinya yang dulu.
Mobil terhenti di depan rumah wanita di sebelahnya. Adisti langsung turun, wanita hampir terjatuh karena efek alkohol yang diminumnya.
"Adisti, maafkan saya." Ucap pria itu.
"Enggak ada yang salah dan kamu tidak usah minta maaf, kalian semua tidak salah, terima kasih untuk tumpangannya."
"Adisti tunggu!" Ucap pria itu menghentikan langkah Adisti yang hendak masuk.
Pria itu memberikan paper bag kepada Adisti. "Ini gamis, jilbab dan semua yang sering kamu pakai untuk menjaga kehormatanmu. Semoga hidayah itu akan datang kepadamu. Saya pamit, assalamu'alaikum."
KAMU SEDANG MEMBACA
Azinza [Selesai]
Spiritual"Percuma lo pake jilbab lebar, tapi suka bully orang! Enggak pernah diajarin sopan santun ya lo?!" "Gue pake jilbab bukan karena gue orang baik, gue berjilbab karena gue sayang abi! dan camkan ini mama gue emang enggak ngajarin sopan santun!!" Zin...