19. Flashback

1.3K 172 0
                                    

flashback

"Zinza kalau saya bilang kamu itu putri saya, kamu percaya?"

Zinza terkekeh pelan. "Itu yang sering om ucapin dulu, nama belakang saya memang Putri. Azinza Putri kan?"

"Bukan. Bukan itu yang saya maksud. Putri kandung saya, kamu putri kandung saya."

"MAKSUD PAPA APA?" Teriak Zarhan yang  memang sudah ada di situ sejak Haris dan Zinza memetik senar-senar gitar.

Haris tersenyum melihat Zarhan yang ikut mendengarkan percakapannya dengan Zinza. "Tes DNA, dari rambut Zinza yang ada di kamar tamu, waktu dia menginap dulu. Dulu Syahrul, abi kamu selalu menutup-nutupi jika kamu bukanlah putri kandungnya. Syahrul dengan tegas mengungkapkan kalau kamu itu putrinya."

Haris menghela nafas, Zarhan dan Zinza sudah menunggu kelanjutan cerita Haris dengan serius. Haris terkekeh pelan melihat kekompakan kedua remaja di hadapannya.

"Kalian terpisah saat peristiwa kebakaran itu, kalian tiga bersaudara. Zira, Azinza dan Zarhan. Zira, kakak kalian tidak terselamatkan. Syahrul hanya bisa menyelamatkan Adisti yang pingsan dan Azinza, sedangkan Zarhan entah bagaimana caranya dia merangkak, padahal di sekelilingnya kobaran api sehingga pemadam kebakaran bisa menyelamatkannya." Penjelasan Haris membuat Zinza tercenung.

Gadis itu menatap Haris. "Lalu kemana om pada saat itu? Kenapa om sampai tidak tau? Kenapa om tidak datang dengan cepat?" Banyak pertanyaan yang ingin Zinza tanyakan.

Zarhan menatap Haris dengan matanya yang berkaca-kaca. "Berarti waktu Zarhan tanya ke papa yang sepulang Zarhan nganter Zinza itu bener? Tapi kenapa papa enggak langsung jawab?"

"Papa minta maaf, Papa enggak ada di sana waktu kejadian itu. Papa hanya memberikan rumah dan uang setiap bulan untuk kalian dengan syarat Adisti tidak meminta pertanggung jawaban. Kalian lahir karena kesalahan Papa, Papa enggak menyesal kalian lahir, tapi Papa menyesal telah melakukan hal bejad itu."

Zinza menggeleng tidak percaya dengan pernyataan Haris. Bagaimana mungkin hampir tujuh belas tahun ia hidup, dan baru sekarang semesta mengungkapkan kebenarannya.

"Waktu Zarhan pulang ngantar kamu saat pesta dulu, Zarhan memang selalu menanyakan kenapa wajahnya memiliki kemiripan dengan kamu dan kenapa kamu memiliki ketakutan yang sama dengan ibu Zarhan yang sering saya ceritakan. Adisti takut kodok dan kamu juga."

"Tapi itulah kebenarannya, Zinza kakak kamu Zarhan. Kalian boleh tidak percaya, tapi semua itu memang benar adanya. Sudah malam, sebaiknya kalian tidur, besok sekolah kan?" Setelah mengucapkan itu Haris bangkit dari duduknya meninggalkan map kertas yang entah kapan pria itu membawa map kertasnya.

Haris sudah masuk ke dalam rumah. Zarhan dan Zinza masih termenung, mencerna pernyataan dari Haris.

Zinza menatap Zarhan. Laki-laki itu memang memiliki kemiripan dengannya, tapi Zinza tidak mengira bahwa kemiripan itu merupakan sebuah kenyataan yang tersembunyi.

Zarhan menatap Zinza. "Lo percaya? Kenapa dunia benar-benar penuh kejutan."

Zinza menggeleng. "Gue gak tau. Dulu gue sering ngerengek minta adek cowok, karena tetangga gue punya adek cowok. Tapi gue gak nyangka kalo Allah bakal ngabulin dan mempertemukan adek gue pas gue udah gede." Ucap Zinza lirih diakhiri dengan kekehan.

Zarhan ikut terkekeh. "Mau main gitar bareng?"

Zinza mengangguk. "Tulus, monokrom."

"Suka banget sama lagu itu?"

"Entahlah, gue lagi pengen nyanyiin lagu itu."

Mereka memetik gitar bersama, walau dalam hati mereka masih tidak percaya bahwa mereka adalah saudara kembar yang terpisahkan. Mungkin seiring berjalannya waktu mereka akan yakin jika mereka bersaudara.

Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang