11. Banci yang Menang

1.3K 224 2
                                    

Sebenarnya Zinza sudah tidak tahan berada di dalam kelas, tapi mengingat janji Haris, Zinza berusaha untuk tidak bolos hari ini. Dari mulai upacara sampai sekarang pelajaran terakhir. Mungkin hari ini saja, entah besok ia masih tahan atau tidak.

"Zin, pulang sekolah mau maen gak?" Bisik Syifa.

Belum sempat Zinza menjawab bel pertanda pulang sudah berbunyi. Membuat para siswa bersorak senang. Zinza menghembuskan nafas lega, sedangkan bu Mega guru kimia terlihat kesal dengan teriakan senang para siswa.

"Oke kita akhiri pembelajaran hari ini, kurang lebihnya mohon maaf. Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya." Usai mengucapkan itu bu mega langsung keluar.

Tepukan Syifa di bahu Zinza membuat gadis itu tersadar. "Eh, enggak, enggak ikut."

"Memangnya kenapa? Gak mau ya maen sama Lisa? Iya sih, sebenernya Syifa juga bosen maen sama Lisa. Apalagi kan Lisa galak."

Zinza menggeleng. "Gue kerja, udah lama bolos."

Syifa mengangguk dengan raut kecewa. "Yaudah deh."

***

Di lain tempat, Zarhan melepaskan almet osis nya. Hari ini memang sedang tidak ada jadwal rapat untuk osis, membuat Zarhan bisa pulang lebih awal. Bukan pulang lebih awal, lebih tepatnya mempunyai waktu untuk berkumpul bersama teman-temannya di cafe milik Haris.

"Huh, akhirnya kumpul lagi." Ucap Raja sambil menyimpan kuci motornya di saku celana SMA.

Zarhan mengangguk. "Iya biasa osis sibuk, gak kayak lo yang kerjaannya cabut mulu nyusahin osis." Sindir Zarhan.

Raja terkekeh pelan. "Ngomong-ngomong Ilyas di mana? Gak bareng Han? Tumbenan amat." Tanya Raja.

"ASSALAMUALAIKUM EPRIBADI!!" Teriak Gio yang baru masuk dengan suara lantang, membuat orang-orang di cafe itu menatap Gio aneh.

Veon berdecak kesal. "Kagak usah teriak-teriak! Malu gue diliatin orang-orang."

Gio menatap Veon. "Emang siapa yang mau liatin lo! Orang-orang itu ngeliatin gue, terpesona sama gue, betapa tampannya pangeran yang turun dari kayangan!!"

Veon menoyor kepala Gio. "Pangeran bukan turun dari kayangan bego!"

Elang yang sedari tadi melihat perdebatan Gio hanya menggelengkan kepalanya. "Berhenti ngeributin hal-hal yang unfaedah!"

Dua manusia yang sedang berdebat itu menatap tajam Erlang. "DIEM LO!" ucap dua manusia itu berbarengan.

Melihat Zarhan dan Raja yang sudah stand by di meja yang biasa mereka tempati, ketiga orang yang baru datang itu langsung menghampiri.

"Ilyas belom dateng?" Tanya Erlang.

Zarhan menggeleng. "Ada kajian rohis dulu dia." Jelas Zarhan membuat mereka mengangguk-angguk.

"Mau pada pesen apa?" Tanya Zarhan.

"Kaya biasa aja. Samain semua." Ucap Raja.

"Yaudah kalian pesen dulu. Gue mau ke toilet bentar."

Raja menatap datar Zarhan. "Gue kira lo mau pesenin kita."

Zarhan terkekeh. "Panggilan alam bro."

Setelah Zarhan meninggalkan meja mereka masih meributkan soal makanan. Padahal tadi sudah fiks untuk memesan makanan seperti biasa.

Erlang melambaikan tangannya kepada pelayan. "Kak Gina, makanan kaya biasa ya." Ucap Erlang kepada pelayan itu.

Pelayan itu menganggukan kepalanya. Mereka cukup sering berkumpul di sini, apalagi mereka adalah teman-teman dari anak bosnya.

"Oke di tunggu ya ganteng." Ucap pelayan itu centil.

Raja bergidik geli setelah pelayan itu menjauh dari meja mereka. "Geli gue sumpah. Kenapa lo panggil Gina sih, nama dia Gino."

Raja itu memang paling anti dengan orang semacam Gino. Cowok berperangai seperti perempuan.

Erlang terkekeh. "Dia juga manusia Ja. Sama kayak elo, mungkin dia nyaman sama keadaannya yang kayak gitu."

"Tapi gak gitu juga kali."

Mata Gio memicing ke arah depan cafe, entah apa yang dilihat Gio. Veon yang kepo juga ikut melihat ke arah yang dilihat Gio.

"OMG ITU CALON MAKMUM GUE DI LUAR." Teriakan Gio lagi-lagi membuat orang-orang di cafe memutar matanya kesal.

Zarhan yang dari toilet juga ikut menoleh ke arah luar. Benar, Zinza sedang ketakutan di luar. Entah siapa pria itu, Gadis itu menangis. Gio langsung berlari ke luar, kemudian diikuti oleh Zarhan dan teman-temannya.

'Bugh'

"Lo ngapain bikin cewek nangis?!" Bukan Gio atau Zarhan. Ilyas yang menolong Zinza.

"Alah emang lo siapa nya dia? Cewek murahan aja belagu lo! Pake nangis segala!"

'Bugh' kali ini Zarhan yang memberikan bogem mentah. Entah kenapa Zarhan merasa tidak suka saat Ilyas yang menolong gadis itu lebih awal.

"Awas aja, gue gak akan nyerah."

Zarhan memandang khawatir Zinza. "Lo gapapa?"

"Maap ya calon makmum, calon imam gak bisa berantem, takut mukanya gak ganteng lagi. Calon makmum gak apa-apa kan?"

"Kenapa lo gak lawan? Lo biasa tauran kan? Tapi lo gak apa-apa kan"

"Sabuk hitam lo apa gunanya? Lo gak apa-apa"

"Lo gak apa-apa kan? Jangan mau jadi calonnya Gio ya?"

Zinza menggeleng, mendengar pertanyaan khawatir dari orang-orang di depannya.

"Jinja!! Eh gak apa-apa kan beib?" Tanya Gino yang baru keluar.

"Enggak apa-apa kak Gino. Banyak pelanggan ya? Gue permisi ke dalem." Zinza kedalam meninggalkan cowok-cowok itu yang masih terbengong.

"Gue kalah saing sama si banci itu, calon makmum gue lebih milih dia."

"Gue kurang ganteng ya?"

"Kalian enggak jadi kedalem?" Tanya Ilyas.

"Seumur-umur baru kali ini gue kalah sama banci."




Sider cantik, manis dan baik hati vote komen ya

Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang