22. Ngembaliin Jaket

1.2K 165 6
                                    

Gio terduduk lemas di ayunan rotan yang berada di balkon kamarnya. Niatnya belajar di sekolah pupus sudah.

Padahal Gio mengira bahwa Zinza dan Ilyas tidak akan benar-benar dijodohkan. Tapi kejadian tadi pagi benar-benar memporak porandakan hatinya.

Gio membuang permen karet yang sudah tidak manis. Gio tetaplah Gio, sehancur apapun laki-laki itu tidak pernah berubah. Permen karet menjadi teman setianya ketika banyak masalah, bukan lintingan tembakau yang membuat candu penghisapnya.

Kriet

Suara pintu yang dibuka mengalihkan fokus Gio. Raffa masuk tanpa mengetuk pintu kemudian merebahkan diri di kasur.

"Lo mau pindah? Bener kata ayah?" Pertanyaan Raffa membuat Gio menoleh.

Cepat sekali abangnya itu tau. Padahal baru tadi Gio bilang ingin pindah, entah karena kekepoan abangnya atau malah ayahnya yang tidak bisa menjaga rahasia.

Gio mengangguk membenarkan. Raffa berdecak.

"Lo tuh udah dewasa, masalah cinta jangan segitunya. Kan udah gue bilang, tembak cewek yang lo suka."

Gio mendengus, masih sibuk dengan permen karet di mulutnya. Perbedaan pola asuh antara Raffa dan Gio menjadi salah satu hal yang kadang membuat pemikiran mereka tidak sependapat.

"Kalo gue tembak dia, gue berarti udah ngajakin dia beserta keluarganya ke neraka bang!"

Raffa menggaruk kepalanya. Ia lupa jika adik sambungnya ini menolak keras untuk berpacaran.

"Tadi gue ketemu dia waktu di gerbang, tapi gue liatnya lagi bertiga. Zarhan, Zinza sama Ilyas. Zinza sama Ilyas lagi senyum gitu, itu bikin hati gue sakit bang."

"Kan lo yang bilang senyum itu ibadah. Masa liat gitu aja sakit sih."

Gio melirik tajam Raffa. "Terus dia ngasih undangan ke gue. Gue bilang aja, kalo gue mau pindah sekolah di luar kota, kemungkinan gak bisa dateng."

Raffa yang sedang merebahkan tubuhnya langsung bangkit. "Bego lo sampe ke neutron ya!"

"Bang sebego-begonya gue, gue gak bego-bego amat! Neutron itu partikel inti atom."

Raffa terkekeh. "Sorry-sorry. Kirain gue lo bego nya banget kebangetan."

"Lo bilang lah ke ayah! Percuma ayah kaya, tapi lo gak manfaatin! Lo minta jodohin sama cewek yang lo incer!"

Geram, Raffa benar-benar geram. Rasanya Raffa seperti ingin mencekik manusia. Tapi tidak mungkin Raffa mencekik Gio, bisa-bisa arwah adik sambungnya itu akan meneror Raffa.

"Udah lah bang. Gue mau pamitan ke rumah bunda dulu. Gue pindah besok."

Raffa menatap punggung Gio yang mulai menjauh. Biarkan sajalah, yang penting Raffa sudah mengingatkan.

***

Di tempat lain, Zinza menatap kursi kosong tempat duduk Gio. Tidak biasanya Gio membolos, apalagi tadi pagi Zinza sempat bertemu Gio di gerbang.

Zinza lupa tidak memberikan kartu undangan kepada Gio. Juga jaket yang waktu itu Zinza pinjam terpaksa Zinza bawa pulang lagi, padahal niatnya ingin mengembalikan sekarang. Mungkin besok Zinza akan mengembalikan jaket jeans ini kepada Gio.

"Zin. Nyari siapa? Jamet?" Tanya Syifa.

Zinza menggeleng. "Gio."

Syifa berdecak. "Iya maksud Syifa Gio. Zinza mau langsung pulang? Kayanya sih Zarhan gak ada rapat, soalnya kan di sekolah gak ada acara apa-apa bulan ini."

Zinza mengangguk. "Nanti jangan lupa dateng ke acaranya ya!" Ucap Zinza diiringi senyuman.

Walaupun jarang, tapi setidaknya setelah Adisti berubah Zinza terkadang menunjukkan senyumannya saat situasi tertentu. Tidak seperti dulu, yang benar-benar datar.

Setelah guru yang mengajar keluar, Zinza langsung memasukan bukunya ke dalam tas. Netranya memperhatikan orang di luar, sepertinya dua orang itu adalah adiknya dan Ilyas.

"Lisa, kemaren di ige gue ada yang nawarin endorse. Gue gak tau harus nolak atau nerima." Ungkapan Zinza membuat Lisa terbelalak.

"Kok bisa ya, padahal kalo orang yang gak kenal lo pasti ngiranya itu akun setan."

Syifa menatap Lisa tajam. "Kenapa akun setan? Masa temen Syifa dikira setan."

"Maksudnya, akunnya gak ada postingan sama sekali. Cuma modal followers doang."

Zinza mengangguk. "Iya, gue kan gak punya foto di hp."

Lisa berdecak. "Mangkanya kalo kita ngajakin foto tuh ikutan, ngehindar mulu sih, kaya mau di bunuh."

Prok prok prok

Suara tepukan tangan seseorang mengalihkan atensi tiga gadis itu.

"Gue nunggu lo di luar kelas, lo malah enak-enakan ngobrol di sini. Dasar cewek." Gerutu Zarhan.

Zinza tersenyum, kemudian mengacak rambut Zarhan. "Gak usah ngambek. Lisa, Syifa, gue duluan ya."

Zinza keluar bersama Zarhan dan Ilyas. Tangannya masih membawa paper bag yang padahal akan dikembalikan kepada Gio.

"Kata umi sekarang lo fitting baju sama Ilyas, mangkanya gue temenin." Zinza mengangguk pelan.





Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang