Laki-laki itu terus menunduk karena pelototan dari wanita paruh baya yang laki-laki itu panggil 'bunda'. Setelah mengantar Zinza pulang ternyata Gio belum bisa bernafas lega.
"Bunda enggak ngajarin kamu untuk berduaan sama yang bukan mahram ya!"
"Itu anak gadis orang loh. Kalo kamu ngapa-ngapain dia gimana? Apalagi dia keliatan anak baik-baik."
"Kamu tuh harusnya ngasih contoh sama anak-anak di sini. Kamu itu kakak di sini."
"Diem mulu!! Mau bunda bilangin ke ayah kamu buat dijodohin sama si Iteung!"
Gio langsung menggeleng cepat, membayangkan harapannya akan pupus jika benar ia akan dijodohkan dengan si Iteung, ODGJ di lingkungan sini. Selain takut pada bencong, OFGJ juga salah satu orang yang membuatnya akan berlari ketakutan.
"Tadi kan bunda suruh Gio diem." Jawab Gio.
"Gak usah ngejawab! Mau jadi anak durhaka? iya?"
Mendengar jawaban dari bundanya, Gio hanya bisa mengusap dada dan beristigfar. Memang kalau wanita sedang marah itu laki-laki dalam keadaan yang serba salah.
"Kenapa diem aja?! Marah sama bunda?!" Pertanyaan sang bunda membuat Gio frustasi.
Gio menghembuskan nafas panjang. "Enggak bunda... Gio cuma lagi-- ini bau apa bun? Kok kayak kebakar gini?" Kalimat yang akan terucap dari bibir Gio terpotong saat mencium sebuah bau.
Irene atau wanita yang Gio panggil bunda itu menepuk dahinya, Irene langsung berlari ke arah dapur untuk memastikan bukan masakannya yang gosong.
"Gara-gara kamu sih! Bunda kan jadi lupa kalo lagi masak." Ujar Irene.
Gio mengangkat bahunya. "Mana Gio tau gio kan... human."
"Yaudah makan kamu makan dulu! Makan seadanya aja ya? Bunda gak mau kamu pulang dari sini kelaperan."
Gio mengangguk, dan langsung duduk di meja makan. Irene langsung mengambilkan piring dan nasi untuk Gio, serta ayam kecap makanan kesukaan Gio.
"Abisin makanannya! Mau nambah? Biar gemuk, kan nanti jadi lucu."
Gio memutarkan matanya, kalau dirinya gemuk entah Zinza masih mengenalinya atau tidak. Membayangkannya saja sudah membuat Gio bergidig ngeri.
"Yura enggak ngapa-ngapain kamu 'kan?" Pertanyaan Irene membuat Gio menghentikan acara makannya.
Yura--ibu sambungnya tidak seperti ibu tiri yang jahat seperti di film-film. Yura juga menyayangi Gio seperti Yura menyayangi anak kandungnya.
"Bunda jangan ketulatan film-film gak jelas deh." Ucap Gio diakhiri dengan decakan dan melanjutkan makannya.
Irene tersenyum geli melihat tanggapan putranya itu. "Kan siapa tau aja."
Gio memakan makanannya dengan lahap sampai habis tak tersisa. Gio langsung menyipan piringnya di wastafel dan mencuci piringnya, hitung-hitung meringankan beban Irene yang setiap hari mencuci pirin anak panti ini.
"Udah?" Irene datang dari belakang membuat Gio terlonjak kaget.
"Bunda! Hampir aja piringnya jatoh."
"Sorry hehe." Ucap Irene diakhiri dengan kekehan.
"Nih ayam kecap buat orang rumah."
Irene memberikan kantong plastik yang berisikan tupperware.
"Bun, jangan pake tupperware deh, di rumah gak aman. Bang Raffa sering ngasih bekel ke ceweknya."
Gio yakin tupperware yang ia bawa ke rumah pasti akan hilang, siapa lagi pelakunya jika bukan Raffa-- Abang tirinya. Botol minum Gio saja yang Raffa pinjam untuk memberikan jus kepada gebetan abangnya itu juga tidak ada kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azinza [Selesai]
Spiritual"Percuma lo pake jilbab lebar, tapi suka bully orang! Enggak pernah diajarin sopan santun ya lo?!" "Gue pake jilbab bukan karena gue orang baik, gue berjilbab karena gue sayang abi! dan camkan ini mama gue emang enggak ngajarin sopan santun!!" Zin...