Seorang wanita bercadar itu berdecak kesal. Adisti memang telah istikamah bercadar setelah hari pernikahannya dengan Haris. Apalagi kado pernikahan dari Zinza yang sangat menyentuh hatinya, cadar hitam yang sangat Zinza ingin uminya pakai kembali.
Awalnya Adisti padahal berniat mengantarkan bekal Zinza yang tertinggal. Tapi lihat lah, putrinya itu malah sedang marah-marah di depan siswa berseragam putih abu-abu.
Setelah selesai dengan tugasnya, Zinza segera menghampiri Adisti. Zinza mengecup punggung tangan uminya.
Azinza putri, atau di sekolah ini dia lebih sering disapa bu Putri. Guru bk yang yang memiliki wajah seperti anak sma itu memang benar-benar tegas jika sedang menyidang siswanya. Tapi berbeda jika di hadapkan dengan Adisti, guru ini akan berubah 360 derajat.
"Assalamualaikum umi, kok ada di sini sih?"
"Wa'alaikumussalam." Adisti menunjukkan kotak bekal yang biasa Zinza bawa. Zinza terkekeh pelan, uminya rela mengantarkan makanan ini ke sekolah hanya untuk mengantarkan bekalnya.
"Makasih umi, Zinza lupa emang sebenernya."
"Yaudah umi gak bisa lama-lama ya, Papa kamu di depan nanti marah-marah lagi."
Zinza mengangguk kemudian menyalimi Adisti. "Hati-hati di jalan mi."
Zinza menghembuskan nafasnya melihat kepergian uminya. Wanita dua puluh tujuh tahun itu memasuki kembali ruangannya. Ruang bk, ruangan yang menurut para siswa mistis.
Zinza terkekeh melihat rekan kerjanya itu menyidang siswa yang melanggar peraturan. Jika dibandingkan dengan ruang guru lain, ruangan untuk guru bk memang lebih nyaman dan tidak terlihat seperti ruangan guru di sekolah.
Gilang, rekan kerja sekaligus teman smanya itu memijit dahi memghampiri Zinza. "Za bisa tolongin gue gak? Wali siswa dari anak yang tadi gue sidang mau dateng ke sekolah, tapi istri gue masuk rumah sakit, mau lahiran."
Zinza mengangguk. "Iya gampang itu, biar gue yang urus. Cie yang mau jadi ayah, titip salam deh buat Syifa. Nanti gue juga kesana."
Gilang mengangguk. "Makasih Za, nanti jangan lupa bawa hadiah ya buat anak gue."
Zinza tertawa, memang suami istri itu tidak ada bedanya. Awalnya Zinza juga tidak menyangka jika Gilang akan menikah dengan Syifa, tapi yang namanya jodoh kan memang sudah Allah atur, kita tidak bisa menebak apalagi memilih.
***
'Tok tok tok'
"Iya masuk." Zinza yang memang sudah menanti orang itu sedari tadi langsung menyunggingkan senyumnya.
Siswa berbadge name Ardeo itu celingak-celinguk sebelum memasuki ruangan mistis itu. Zinza terkekeh, pasti siswa itu sedang mencari Gilang.
"Pak Gilangnya gak ada, ada urusan. Jadi kamu berhadapan sama saya."
Siswa itu mengelus dada. "Rezeki banget emang. Kalo disidang sama pak Gilang tuh berasa kaya beku di tempat bu, mungkin orang yang gak salah juga pasti jadi gak bisa jawab pas ditanya." Ungkap Ardeo.
"Masa sih? Ngomong-ngomong mana yang katanya wali kamu? Mau dateng kan?" Tanya Zinza.
Siswa itu mengangguk. "Iya bu, mending sama bu Putri. Bentar lagi dateng kok bu orangnya." Jawabnya.
"Bu Putri kok mukanya keliatan awet muda sih bu?" Tanya Ardeo mengalihkan pembicaraan.
"Emang ibu harusnya udah tua ya?"
Ardeo terkekeh. "Enggak sih bu. Cuma saya heran aja muka ibu kaya anak SMA. Muka saya boros banget. Bikin saya insinyur aja bu."
Zinza mengangkat satu alisnya. "Insecure?"
"Nah itu bu." Jawab Ardeo. Zinza tertawa puas mendengar guyonan Ardeo.
Mungkin inilah yang membuat Zinza terlihat seperti anak SMA. Lebih akrab dengan para muridnya dibanding dengan rekan kerjanya yang rata-rata sudah senior. Zinza merasa sungkan jika mengajak bercanda atau mengobrol para seniornya.
"Mungkin kalo saya sama ibu jalan di mall kita pasti dikira pacaran."
"Hilih pacaran-pacaran, sekolah aja lo kasus terus!" Ucap suara berat seseorang yang tiba-tiba masuk.
'Deg'
"Gio, udah dateng?"
"Gia-gio! Yang sopan, gini-gini gue om lo!"
***
Zinza menghempaskan tubuhnya ke kasur king sizenya itu. Wanita dengan baju tidur berwarna biru itu menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya menerawang pada kejadian tadi siang. Gio datang ke sekolah, laki-laki yang sudah lama hilang dari pandangannya. Laki-laki yang memberikan panggilan alay yang membuat Zinza risih dan, senang? Zinza menggelengkan kepalanya.
Zinza sadar, Gio sudah beristri. Apalagi tadi siang Gio datang bersama seorang wanita dan anak kecil di gendongannya. Keluarga kecil yang bahagia. Sedangkan dirinya? Masih tetap sendiri diumur yang hampir menginjak kepala tiga.
Zinza bangkit mendengar suara anak kecil yang memanggilnya. Sudah dipastikan Zarhan dan keluarganya datang berkunjung.
"Ante... Ante... Zefran kangen... Ante Zaa?" Zinza menyunggingkan senyumnya, anak laki-laki itu masuk tanpa izin ke kamarnya.
Zinza yang sekarang memang lebih murah senyum, bahkan Zarhan sering meledeknya 'stress belom kawin'. Tapi Zinza tetap Zinza, wanita itu menganggap ledekan hanya angin lalu.
"Hei. Main? Kok jadi jarang banget sih kesini nya?"
Zinza menuruni tangga menghampiri Zarhan dan Fatimah, serta Fira anak ke dua mereka. Zefran sudah setia bertengger di punggung Zinza.
"Umi mana Zin?" Tanya Zarhan.
"Biasa. Ikut Papa ke luar kota, lagi ada masalah sama perusahaannya."
Zarhan mengangguk mengerti. "Zin, lo bener kemaren nolak orang yang mau taarufin lo?"
Zinza mengangguk juga tersenyum malu. "Iya, dia lebih muda lima tahun dari gue."
"Emang apa masalahnya? Toh, muka lo aja gak mencerminkan emak-emak." Ucap Zarhan, diakhiri dengan rintihan akibat cubitan Fatimah.
Zarhan memberikan sebuah CV. "CV. Taaruf. Ada temen gue yang pengen sama lo. Umurnya sih agak tua dia setahun. Coba aja lo liat buat lebih lengkapnya." Zarhan benafas menjeda sebentar ucapannya. "Jangan bikin gue ngerasa bersalah lah Zin, terima taarufan orang."
Zinza berdecak. "Udah gue bilang Jodoh gue lama, itu bukan karena lo nikah duluan. Tapi emang takdir Allah belom mempertemukan gue sama jodoh gue aja."
"Udah ah gue mau keluar, mau beli seblak." Ucap Zinza meninggalkan Zarhan dan keluarganya.
Bocah berumur lima tahun itu menatap kepergian Zinza. "Ante Za kenapa sih yah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Azinza [Selesai]
Spiritual"Percuma lo pake jilbab lebar, tapi suka bully orang! Enggak pernah diajarin sopan santun ya lo?!" "Gue pake jilbab bukan karena gue orang baik, gue berjilbab karena gue sayang abi! dan camkan ini mama gue emang enggak ngajarin sopan santun!!" Zin...