14. Senja Berbeda

1.2K 168 4
                                    

UKS adalah tempat yang Zinza kurang sukai, mungkin karena bau obat-obatan yang membuat Zinza merasa bersalah karena kecelakaan abinya. Ini adalah kali ke dua Zinza menginjakkan kakinya di UKS, pertama saat Zinza pingsan, dan sekarang saat Syifa menarik Zinza ke UKS.

Syifa menarik Zinza ke UKS tanpa memperhatikan orang di depannya, membuat Syifa sesekali menabrak orang di depannya. Di belakang Zinza dan Syifa juga ada Zarhan dan Gio yang mengikuti.

"Eh gila lo Syifa! Masa calon makmum gue di bawa lari ke UKS! Gue aja engap lari-larian."

Syifa melirik tajam Gio. "Apaan sih jamet! Ngikutin Syifa terus!! Suka ya sama Syifa?!"

"Apaan dah! Calon makmum gue itu Azinza!" Gio menatap kesal Syifa.

Lisa menarik Zinza ke dalam UKS, meninggalkan orang yang sedang berdebat itu. Zinza duduk di brankar, Lisa langsung sigap mengobati Zinza. Sesekali Zinza meringis perih, saat kapas bersentuhan terkena lukanya.

"Bingung gue sama Syifa, kaya musuhan terus sama anak cowok." Ucap Lisa.

"Makasih Lis."

Lisa menggangguk, kemudian Lisa melanjutkan makan siomay yang Lisa bawa ke UKS.

Zarhan masuk menarik Gio. Memerintahkan anak PMR yang baru datang itu untuk mengobati luka Gio.

Gio menggeleng menjauh. "Enggak. Gue enggak mau di obatin anak PMR, bukan mahrom! Gue mau nya di obatin sama calon makmum gue aja!"

Zarhan menoyor kepala Gio. "Bego lo jangan di pelihara deh. Zinza juga bukan mahrom lo!" Ucap Zarhan sinis, sedangkan Gio malah cengengesan.

Zinza tidak kuat berada di ruangan berbau obat ini, kaki gadis itu langsung malangkah ke luar dari UKS. Mata Zinza terasa panas jika berlama-lama di ruangan itu. Langkah kaki Zinza berlari menuju kelasnya yang sudah ramai, karena waktu istirahat tinggal sebentar lagi.

Dengan cepat Zinza mengambil tas merahnya. Tangisnya luruh begitu saja saat gadis itu sudah sampai di belakang sekolah, lebih baik merasakan sakitnya ditampar, dari pada harus mengingat bagaimana hancur ibunya karena kesalahannya.

Zinza sudah berada di atas tembok pembatas antara sekolah dan luar sekolah. Seperti deja vu tangan seseorang menahan kakinya agar tidak membolos.

"Tolong, kali ini aja." Lirih Zinza dengan nada pilu. Bukan hanya Zarhan yang menatap khawatir Zinza, melainkan kedua gadis yang biasa bersama Zinza, dan juga Gio.

Zinza tersenyum meyakinkan orang-orang yang menatap Zinza khawatir. "Lo boleh tinggalin gue, udah bel loh."

Syifa, Lisa juga Zarhan pergi walau pun mereka menghawatirkan Zinza. Gio terdiam menunduk.

"Zinza, gue bukan cowok yang selalu ada buat lo, disaat orang berlomba-lomba dapetin lo, ngelindungin lo, gue cuma bisa sembunyi. Mungkin lo juga nganggap gue cowok aneh, resek, ngeselin. Tapi rasa di hati gue tulus buat lo. Gue enggak tau apa masalah lo, gue juga bukan siapa-siapa lo. Tapi gue juga pengen bisa selalu di samping lo." Gio menegakkan kepalanya yang semula menunduk, kemudian berjalan meninggalkan Zinza.

"Gio!!" Teriakan Zinza membuat Gio dengan cepat membalikan badannya.

"Gue balikin jaket lo nanti ya, makasih udah nolongin gue." Zinza tersenyum.

Gio mengangguk cepat. "GILA GUE DI SENYUMIN CALON MAKMUM!! DETAK JANTUNG GUE HAMPIR PUNAH WOII!!"

Zinza menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Gio. Apalagi saat cowok itu berlari sambil memegang dadanya. Zinza menghapus sisa air matanya.

'Bruk'

"Lo bolos? Zarhan gak mergokin lo?"

Pertanyaan Erlang si bad boy SMA Gema membuat Zinza menoleh. Zinza hanya menjawab cowok beranting itu dengan anggukan.

Zinza mengabaikan Erlang yang terus mengikutinya. Gadis itu berjalan membiarkan Erlang yang mengikutinya dengan motor, hanya satu tujuannya saat ini, beremu seseorang untuk melepas rindu.

Zinza berjongkok di depan gundukan tanah. Tidak ada tangisan yang keluar dari mata gadis itu.

"Assalamualaikum Abi. Abi liat? Zinza enggak nangis. Hm, Zinza lupa bi caranya senyum ramah, Zinza lupa caranya jadi Zinza yang dulu. Zinza tadi ditampar orang bi, tapi Zinza enggak bisa ngelawan balik karena dia itu cewek. Tapi Zinza juga enggak biarin dia begitu aja, mungkin kalo dia enggak ditegur guru, dia enggak bakal kapok. Abi, Zinza kangen banget sama umi yang dulu. Zinza pulang dulu ya bi."

Zinza keluar dari pemakaman itu, matanya menyipit melihat seseorang yang sepertinya ia kenal. Orang itu melambaikan tangannya ke arah Zinza.

"Lo?"

Gio menampilkan senyum idiotnya. Cowok berambut hitam itu menggaruk kepalanya yang tertutup helm. Zinza menggeleng, Gio selalu menampilkan kelakuan aneh di depan Zinza

"Gue kesel pas ngintip lo dari tembok. Si Erlang malah ngikutin lo terus. Jadi gue ikut ngejar lo, terus marahin si Erlang."

"Mau ikut gue? Gue janji enggak bakal apa-apain lo, apalagi kan lo calon makmum gue. Gue pengen tunjukin tempat yang gue datengin kalo gue lagi sedih. Mau?"

Zinza memikirkan sejenak, dari pada gadis itu pulang ke rumah dan bertemu wanita itu, lebih baik ia ikut dengan Gio bukan. Walau baru mengenal Gio tapi sepertinya Gio bukan cowok brengsek semacam itu.

Zinza mengganguk. Senyuman Gio semakin melebar.

"Walau di motor tapi tas gue isinya buku tebel kok. Tadi gue minjem buku perpus, biar tas gue tebel. Naik aja calon makmum, gak usah takut."

***

Zinza menatap takjub pemandangan di depannya. Awalnya Zinza agak takut saat Gio membawa motornya ke gang kecil dengan banyak pengamen bertato. Banyak anak-anak tertawa ceria di sebuah panti asuhan.

"Kak Gio. I really miss nu." Seorang anak laki-laki berlari berhambur ke pelukan Gio.

Gio terkekeh. "Bukan miss nu. Tapi miss you."

Anak laki-laki itu tersenyum malu. "Iya kak Gio, Nino lupa hehe."

Anak laki-laki bernama Nino itu menatap Zinza penasaran. Nino berbisik kepada Gio yang sudah berjongkok menyesuaikan tingginya dengan bocah itu.

"Ini calon makmum kakak. Namanya kak Zinza. Dia cantik 'kan?"

"Calon makmum apaan kak?"

"Bukan apa-apa"

Nino mengangguk. "Kakak Zinza kenalin, aku Nino. Umur aku lima tahun." Nino mengulurkan tangannya.

Zinza ikut berjongkok menyesuaikan tingginya dengan Nino. Zinza menyambut uluran tangan Nino.

"Nama kakak Zinza, nice to meet you Nino."

Nino mematap Gio. "Kak Gio, Nino lupa balesannya apa."

Gio tersenyum. "Nanti kakak ajarin lagi, bunda di mana No?"

"Bunda lagi ke pasar kak."

Gio mengangguk. "Nanti bilangin sama bunda, kak Gio ada di belakang ya sama calon makmumnya."

Gio menyuruh Zinza untuk mengikuti Gio di belakangnya. Zinza mengikuti kemana laki-laki itu berjalan. Zinza berdecak kagum, senyum manisnya telah terlukis saat gadis itu melihat pemandangan di depannya.

Gio ikut tersenyum. Senja yang indah, jingga mewarnai langit.

"Makasih Gio, udah ngajak ke sini. Dulu abi gue sering ngajak gue buat ngeliat senja di bukit, kita ke masjid pas azan magrib, terus kembali lagi ke bukit buat ngeliat bintang di langit. Makasih ya."

"KALIAN NGAPAIN BERDUAAN?! BANYAK ANAK-ANAK DI LINGKUNGAN SINI!" Suara itu menghentikan Gio yang akan memekik senang. Membuat laki-laki itu menjadi pucat seketika saat benar-benar melihat orang yang berteriak itu.



Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang