Epilog

2.8K 197 20
                                    

Ternyata yang Zarhan katakan memang benar-benar terjadi. Padahal awalnya Zinza mengira kalau adiknya hanya bergurau.

Umi dan Papanya pun juga langsung pulang mendengar kabar ini. Terlihat guratan bahagia dan kaget dari wajah orang tuanya.

Zinza sedikit mengintip dari jendela kamarnya. Mobil-mobil yang berbaris membuat Zinza kagum dengan adiknya, bagaimana bisa mencari calon hanya dalam hitungan jam. Kemarin sore Zinza berucap, pagi-pagi rombongan calon suaminya sudah datang.

Zinza menghela nafasnya. Rasanya Zinza jadi merindukan seseorang saat menyebut pria asing yang akan menikahinya sebagai 'calon suami'.

Fatimah masuk ke kamar Zinza dengan membawa gamis serta alat-lat make up di tangan satunya lagi. Zinza jadi penasaran dengan apa yang mereka bicarakan di bawah. Zinza bahkan tidak tau wajah calon suaminya, tapi dengan entengnya Zinza meng-iya kan permintaan adiknya itu untuk menerima lamaran.

Fatimah menyunggingkan senyumnya melihat wajah tegang Zinza. "Cie... yang dihalalin. Tegang amat kak." Ucap Fatimah diakhiri dengan kekehan.

Fatimah memberikan gamis berwarna putih sederhana itu kepada Zinza. "Umi nyuruh aku ngasih gamis ini ke kakak. Kata umi di percepat pake gamis sama make up nya."

Zinza mengangguk, tanpa membantah. Wanita itu keluar dari kamar mandi dengan gamis putih yang sangat cocok melekat di tubuhnya. Zinza juga anteng saja saat Fatimah mulai menyapu wajahnya dengan brush-brush make up.

Fatimah tersenyum melihat hasil karyanya. Tidak menor, tapi terlihat natural. Adisti masuk ke kamar Zinza.

"Akadnya udah kak, tinggal ke bawah." Ucap Adisti.

Zinza menarik nafasnya, menghilangkan kegugupan. "Zarhan kayanya emang bener-bener pengen kakak cepet nikah deh mi. Masa dalam sekejap aja kakak udah jadi istri orang." Mata Zinza berkaca-kaca.

Adisti langsung memeluk Zinza, sebagai ibu dia juga merasakan apa yang di rasakan anaknya. "Jangan nangis, kasian Fatimah udah dandanin kamu. Nanti luntur make upnya, terus suami kamu kabur gimana?"

Zinza terkekeh mendengar perkataan uminya, Fatimah juga ikut terkekeh. "Umi... Zinza itu cantik dari rahim." Rengeknya.

"Udah-udah, Fatim tadi mana kainnya?"

Fatimah memberikan kain hitam itu kepada Adisti. Adisti menghela nafasnya panjang.

"Kamu udah siap pakai ini? Suami kamu yang meminta. Tapi kalau kamu belum siap juga suami kamu bilang tidak apa-apa."

Zinza mengangguk. "Zinza siap umi."

Adisti meneteskan air matanya saat memasangkan kain hitam itu menutupi sebagian wajah putrinya. Fatimah yang sedang hamil pun juga menjadi lebih emosional, sudah menangis bombay.

Zinza memeluk keduanya, menenangkan mereka. Zinza tersenyum, bukankah di sini harusnya Zinza yang menangis.

'Tok tok tok' ketukan pintu membuat kegiatan mereka terhenti. Mungkin gara-gara menangis Adisti jadi lupa, padahal ia akan membawa putrinya ke bawah.

Adisti membukakan pintu. Tampak lah tiga orang pria. Zinza menatap Zarhan, mengirim sinyal menanyakan yang mana suaminya.

Bahkan Zinza yang tadi tegarpun sudah berkaca-kaca. Dua pria di hadapannya sudah beristri. Apakah Zinza jadi yang kedua? Menjadi penghancur rumah tangga orang.

Salah satu pria itu maju, mendekat ke arah Zinza. "Selamat ya calon makmum, lo udah resmi jadi makmum nya Gio." Pria itu langsung memeluk erat Zinza.

"Gue minta maaf, gue sempet pergi beberapa tahun lalu. Dan sekarang gue udah enggak manggil lo calon makmum lagi, karena sekarang lo udah jadi makmum gue." Lanjut Gio.

"Aww..." Gio merintih saat Veon yang baru datang menoyor kencang.

Gio menatap tajam Veon. "Lo harusnya ngomong ke istri lo itu yang halus. Jangan lo-gue, lo kira sekarang masih jaman lo SMA? Aku-kamu kek, atau humaira, Zauzati. Gak ada ngerti-ngertinya lo! kelamaan jomblo!" Sindir Veon.

Gio menatap sebal Veon. "Lo yang jomblo! Gue mah udah ada gandengannya, nih." Balas Gio menunjukan gandengannya dengan Zinza.

"Ekhem kayanya kita harus pergi deh, kayanya ada yang perlu mereka selesain." Ucap Zarhan sambil menarik Veon keluar dari kamar kakaknya, diikuti oleh yang lainnya.

Zinza melirik Gio. Kemarin saat di sekolah Zinza tidak bisa menatap Gio, Zinza berfikir Gio telah memiliki istri dan sudah berkeluarga.

"Kamu gak kangen aku?" Pertanyaan Gio memecah keheningan.

Zinza menghela nafas panjang. "Aku pikir, waktu kamu dateng ke sekolah kemarin kamu sama istri kamu. Tapi setelah ngedenger kata-kata Veon barusan aku jadi bingung. Jomblo?"

"Enggak, enggak jomblo. Sekarang aku udah ada kamu."

Zinza menampilkan wajah kesalnya, Gio terkekeh. "Itu istrinya bang Raffa sayang."

'Blush'  wajah Zinza memerah di balik cadarnya. Tangan Gio sudah berada di ikatan cadar Zinza. Cadar hitam itu langsung terjatuh, menampilkan wajah Zinza yang memerah.

"Bukan calon makmum lagi, tapi makmumku."

'Bruk bruk bruk' gedoran di depan pintu kamar Zinza membuat Gio memutar matanya malas.

"Woy!! Orang-orang pada di bawah woy!! Lama amat berduaan di kamar!!"

"VEON!!"





Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang