8. Besanan?

1.6K 222 6
                                    

Zarhan mencoba untuk bangun, padahal kepalanya masih berat. Zarhan meletakan kain basah yang semula di dahinya, pasti bi Iyem yang sudah mengompresnya.

"EH! JANGAN BANGUN!! ASTAGA TIDUR LAGI!!" teriakan seseorang membuat Zarhan langsung menoleh ke arah seseorang yang baru memasuki kamar Zarhan.

Kamar bernuansa hitam putih itu terlihat sangat berantakan, karena Zarhan tidak mengizinkan orang lain untuk membereskan kamarnya, termasuk bi Iyem walaupun bi Iyem sudah seperti keluarganya. Untung saja yang memasuki kamar Zarhan teman-teman dekatnya.

"Astaga ini kamar apa kapal pecah?!" Veon masuk dengan berbicara seolah-olah dia adalah seorang ibu yang memasuki kamar anak gadisnya.

Zarhan mengangkat bahunya. Kemarin Zarhan memang lupa membereskan kamarnya, saat sudah mencari baju kecil untuk Zinza.

"Zarhan, calon makmum gue juga sakit ya? Gue bawa buah buat calon makmum gue biar cepet sembuh, dijenguk calon imam." Gio masuk dengan membawa banyak bingkisan seperti orang yang akan lamaran.

"Nih temen lo han, masa gue suruh bawa bingkisan, kayak mau lamaran aja." Ucap Erlang.

Ilyas dan Raja hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan ketiga temannya yang sibuk berdebat.

"Gimana keadaan lo Han?" Tanya Ilyas.

"Lumayan enakan, makasih nih udah pada jenguk. Maaf ngerepotin kalian."

Gio menepuk bahu Zarhan kencang. "Ah kaya kesiapa aja lo! Lo kan sepupunya calon gue."

Gio langsung mendapatkan pelototan dari semua yang ada di ruangan itu. "Gak usah mukul orang kali! Zarhan itu lagi sakit!" Sinis Veon.

Veon dan Gio memang selalu seperti ini, seperti kucing dan anjing. Tidak bisa sehari saja mereka tidak bertengkar, atau saling meledek, padahal di sini mereka sedang menjenguk Zarhan.

"Yaudah, gue mau jenguk calon makmum gue dulu ya."

"Gue ikut!"

"Apan sih Veon! Ini tuh calon gue!"

"Gue duluan!" Veon berlari keluar dari kamar Zarhan, padahal mereka berdua tidak tau di mana kamar Zinza.

"ZARHAN DI MANA KAMARNYA ZINZA?!!"

Teriakan Gio membuat Raja berdecak kesal. "Itu orang, teriak-teriak di rumah orang, dikira hutan apa. Tau di rumah ini orangnya lagi pada sakit."

Ilyas menaikan alisnya. "Zinza?"

Raja mengangguk. "Iya, Azinza. Sepupunya Zarhan."

"Zarhan? Lo emang punya sepupu?" Pertanyaan Ilyas membuat Zarhan menegang.

"Ya punya lah, itu Zinza buktinya." Bukan Zarhan yang menjawab, melainkan Raja yang sok tau yang menjawab pertanyaan Ilyas.

Zarhan bangkit dari tidurnya. Membuat Ilyas dan Raja ikut bangkit.

"Eh mau kemana bro?" Tanya Raja.

"Ke Zinza, gue juga belom ngeliat dia. Takut diapa-apain juga kan Zinza sama dua orang itu."

***

Zinza terbangun karena suara ketukan pintu dari luar. Mata Zinza sulit menyesuaikan cahaya yang masuk karena air mata yang menggenang di matanya. Entah kenapa jika ia sedang demam tinggi mata Zinza selalu mengeluarkan air mata.

Perlahan-lahan Zinza bangkit dari tidurnya, tangannya membenarkan rambutnya yang keluar dari jilbab instannya.

"Zinza, calon imam dateng nih."

Zinza mengerutkan dahi bingung. Siapa orang diluar, bukan seperti suara Zarhan.

'Tok tok tok'

"Zinza, gue boleh masuk?" Ketukan pintu terdengar lagi, tapi suara yang sekarang berbeda, sepertinya ini suara Zarhan.

"Buka aja pintunya, gak dikunci."

Pintu terbuka menampilkan banyak orang, yang membuat Zinza terkejut bukan hanya itu. Tapi juga bingkisan yang dibawa mereka.

"Calon makmum, masih inget sama orang ganteng gak?" Tanya Gio yang dijawab gelengan oleh Zinza.

"Lo udah baikan?" Tanya Zarhan.

"Mendingan, Alhamdulillah."

"Alhamdulillah kalo gitu, nanti dimakan ya buah dari calon imam. Biar cepet sembuh."

Semua orang yang ada disitu menatap kesal Gio, kecuali Zinza yang masih menampilkan wajah datarnya.

"Ini ada seserahan, dari keluarga kami mohon diterima." Ucap Raja dengan menahan tawanya.

"Eh rame-rame gini ya, ada apa ini?" Ucap bi Iyem yang kaget saat memasuki kamar.

Bi Iyem membawa bubur di mangkuk dengan asap yang masih mengepul. Para cowok itu langsung memberi jalan untuk bi Iyem.

"Neng Zinzanya mau makan dulu, mau minum obat."

Zinza melirik bi Iyem. "Bibi, suapin."

"Bwahaha, masa mantan bad girl SMA Atmosfer makannya masih disuapin." Ledek Raja dengan tawa puas.

Gio menempeleng Raja yang masih tertawa. "Kalo bi Iyem gak mau nyuapin Zinza, sama saya aja Bi. Saya ikhlas kok."

Bi Iyem tertawa. "Biar Bibi aja, lagian Bibi juga udah beres kerjaan di dapur."

"Den Zarhan, nanti bibi bawain buburnya ke atas." Lanjut bi Iyem.

"Gak usah bi, Zarhan udah enakan. Zarhan mau makan nasi padang aja. Lo mau nasi padang?" Tanya Zarhan kepada Zinza.

Zinza melirik Zarhan, kemudian melirik bi Iyem. "Enggak deh, makasih."

Zarhan dan teman-temannya langsung keluar meninggalkan Zinza yang sedang makan. Bi Iyem juga keluar sebentar untuk mengambil air dan obat.

"Zinza, kalo lo gak pengen abi lo masuk neraka. Kaki lo juga di tutup ya, niatin karena Allah ya." Setelah mengucapkan itu Ilyas juga langsung keluar kamar.

Zinza tertegun dengan ucapan Ilyas. Tersentil dengan kata-kata laki-laki itu. 'Niatin karena Allah ya'






Terima kasih sudah baca, tolong koreksi ya kalau ada salah atau kurang tepat♡

Azinza [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang