🦋Prolog🦋

2.7K 98 4
                                    

Notes: Perlu diketahui, cerita ini ditulis waktu gabut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Notes: Perlu diketahui, cerita ini ditulis waktu gabut. Jadi alurnya itu nyeleneh banget, but, aku pastiin tidak membosankan. So, nikmatin aja ceritanya.

***

D

i suatu kota yang padat akan penduduk tinggalah seorang gadis berumur dua puluh dua tahun, tinggal bersama ibu dan adik perempuannya. Sedangkan sang ayah telah lama meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.

Nama perempuan itu Lovely, seperti nama merek sabun. Orang-orang biasa memanggilnya dengan sebutan Luluv. Ia terlahir dari keluarga sederhana, ibunya pun cuma seorang tukang jahit dan laundry pakaian.

Luluv memiliki sifat begitu konyol, walaupun begitu sifat itulah yang jadi corak kepribadiannya.

"Lima hal tentang doi ku. Pertama itu peka, kedua baik hati, ketiga ganteng, ke empat pinter. Dan kelima, masih dalam khayalan."

Impian terbesar Luluv dari kecil sampai sekarang yaitu menikah dengan seorang lelaki seperti yang ia sebutkan tadi. Lebih tepatnya lagi kalimat yang ia utarakan barusan merupakan ciri-ciri suami impiannya.

"Ya ampun Luluv, masih aja molor. Sana cari kerja, gimana mau dapat suami kalau kamu-nya pemalas begini? Yang ada kamu di suruh jadi pembantu rumah!"

Sudah biasa bila Rita sang ibu selalu memarahi anak sulungnya itu. Gadis pemilik warna mata kecoklatan itu menutup kembali wajahnya dengan selimut bergambar doraemon, hingga seluruh tubuhnya tak kelihatan.

'Bak!

Bantal yang kapuknya mulai mengeras melayang mengenai wajahnya. Refleks ia langsung terduduk sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, kesadarannya masih belum total sepenuhnya.

"Aduh Bu, hidung Luluv ini udah pesek, terus dilemparin bantal keras ini tiap hari. Bisa-bisa hidung Luluv tenggelam!" gerutunya sembari memegang hidung. Dimana mulutnya mengerucut cemberut.

"Makanya jangan membantah perkataan orang tua, lihat adekmu Vika. Dia itu sudah rajin, pinter lagi. Lah kamu?"

"Mulai dah adu bacotnya." monolog Luluv bersuara kecil. Dirinya anti sekali dibanding-bandingkan, terutama sama adiknya sendiri.

Memang, antara Luluv dan Vika terpaut lumayan jauh kepintarannya. Padahal Vika masih sekolah menengah atas kelas dua, dan sudah banyak meraih piala prestasi. Sedangkan Luluv malah kebalikannya.

Luluv berdecak sebal, dengan perasaan gondok yang melanda, ia turun dari ranjang lalu menghentak hentakkan kakinya seraya menuju ke kamar mandi.

"Mandi yang benar, habis itu berpakaian rapi. Terus makan!" peringat Rita sambil merapikan kamar anaknya seperti gudang bertahun-tahun belum di bersihkan.

Di dalam kamar mandi anak itu memasang wajah konyol.

"Mindi ying binir, hibis iti birpikian ripi. Tiris mikin!"

Seperti itulah sifatnya, jadi jangan heran bila ia berperilaku begitu menyebalkan.

Di ruang makan, sudah ada Vika beserta ibunya.

"Mana kakakmu?" tanya Rita ke anak keduanya yang lagi menyomot ice criem buatannya tadi malam. Yang di tanya hanya menggidikkan bahu tak tahu.

Tak

Tak

Suara sepatu high heels terdengar jelas menuju ke ruang makan. Kedua pasang mata lantas saja menyamakan pandangan ke sumber suara.

Bunyi decitan kursi memecah keheningan. Orang itu tidak lain adalah Luluv. Ia menarik kursi tanpa mempedulikan tatapan dari sang ibu maupun adiknya. Merasa ada yang berbeda, Rita memajukan wajahnya ke putrinya itu, hingga jarak mereka sangat dekat.

"Ada apa?"

"Ini anak Ibu atau bukan ya?"

Hari ini tak biasanya Luluv berpenampilan layaknya perempuan. Ia memakai pakaian kantor yang sengaja di suruh ibunya. Rambut selalu di kuncir kini dibiarkan tergerai. Wajahnya anti akan make up sekarang terolesi make up tipis.

Bahkan yang biasanya memakai sendal jepit, sekarang memakai high heels. Itu pun juga berkat bantuan Raya yang notabe-nya sebagai sahabat Luluv.

"Bukan, anak gang sebelah,"

"Kamu ini bisa saja,"

Rita meletakkan nasi ke dalam piring kosong di depan anaknya itu. Sedangkan dianya asyik memainkan ponsel.

"Berdosa sekali kau nak."  Rita membatin, seraya menggeleng-gelengkan kepala, melihat kelakuan anaknya.

"Mah Vika berangkat dulu."

Sehabis makanannya habis, Vika bangkit dari kursi lalu meraih tas ransel berwarna biru muda di atas kulkas, kemudian terlebih dulu ia salim kepada ibunya. Tapi sebelum itu, Rita melap tangannya menggunakan serbet yang biasa diletakkan di atas meja makan.

"Hati-hati ya sayang, ingat jangan pacaran dulu. Sekolah yang benar."

Vika mengangguk pelan, habis itu ia melenggang pergi.

"Eh, nggak salaman dulu nih sama kakak yang cantik aduhai ini?"

"Nggak." sahut adiknya dari ambang pintu seraya mengeluarkan sepeda.

"Anak nakal! Kakak kutuk kamu jadi pikacu, biar kakak cubit tiap hari!" makinya, ia mengambil sendok makan dan berlari ke luar, lalu melempar sendok itu ke arah Vika. Namun sang adik berhasil menghindar. Yang ada, anak itu malah menjulurkan lidahnya.

"Ck!"

"Sudah-sudah kamu ini selalu saja ribut pagi-pagi gini," Tau-taunya Rita ada berdiri di samping putrinya. Ia menepuk jidatnya pelan, kedua putrinya itu tidak mau akur.

"Itu tuh nggak tau sopan santun namanya bu. Ah sudahlah, Luluv berangkat dulu. Ibu doain ya semoga Luluv di terima." pamitnya sebelum benar-benar berangkat. Tak lupa dirinya  mencium tangan punggung orang yang melahirkannya seperti biasa.

Tangan Rita membelai rambut anaknya begitu lembut. "Ibu selalu mendoakan kalian yang terbaik,"

"Terimakasih, Bu," Satu ciuman kecil mendarat di pipi kiri Rita.

"Terimakasih, Bu," Satu ciuman kecil mendarat di pipi kiri Rita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Married With A Ceo [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang