🦋Penyesalan🦋

357 29 0
                                    

"Kamu itu kenapa nyebelin banget sih?! Sebel tau nggak, udah ku bilang jangan deketin Reno, kenapa sih selalu saja membangkang?!" Salsa berujar begitu lantang, setelah ia menampar pipi Vika keras.

"Sudah ku bilang Ca, aku nggak ada niatan merebut Reno dari kamu!" bentak Vika tak kalah ketus. Ingin rasanya ia memotong lidah Salsa sekarang, tapi ia sendiri ingat bahwa tidak boleh melakukannya. Bisa saja nilainya akan jadi sasaran atas perbuatannya.

Cuma hanya masalah sepele, Salsa amat geram terhadap Vika. Karena tadi pagi Reno pergi ke kelas Vika dan menembaknya, itupun jadi banyak tontonan. Meskipun begitu, Vika menolaknya secara halus. Dan amarah Salsa makin memuncak dibuatnya.

"Kau!" Layangan pukulan Salsa tertahan. Sontak saja ia memalingkan wajahnya ke samping, di mana cowok yang di sukainya menatap dirinya begitu tajam.

"Oh jadi ini ternyata? Pantas saja Vika nolak aku!"

"Re---" Reno menepis cepat tangan Salsa yang mau menyentuh tangannya. Cowok itu sekarang nampak jijik menatap Salsa.

"Ganjen amat sih jadi cewek! Kau kenapa jahat gini? Aku kira kau itu orangnya baik. Tapi ini, ini apa?!" Reno melewati Salsa berlalu begitu saja, ia  membantu Vika yang masih terduduk di lesehan tanah akibat dorongan Salsa yang lumayan kencang beberapa menit yang lalu.

Wajah Salsa menunduk, ia mencoba menahan tangisannya. Hatinya terasa sangat sesak, hingga sedikit terdengar Isak tangisnya.

"Kamu nggak papa?" tanya Reno memastikan bahwa Vika tidak kenapa-kenapa.

Vika hanya mengangguk, ia berdiri menghadap Salsa yang masih menundukkan kepalanya ke bawah. Tangan kanannya terulur,tak lupa ia mengukir senyum.

"Maaf jika aku ada salah sama kamu, aku tau kok kamu itu sebenarnya sangat baik. Cuma egomu doang yang ngalahin kemantapan isi hatimu. Jadi aku mau berteman sama kamu. Dan lupakan masalah ini, kita mulai dari awal lagi,  kamu mau 'kan?" tangannya masih terulur, sebentar Salsa menatap uluran tersebut. Tanpa membalas jabatan itu, ia langsung memeluk Vika erat.

"Maaf, maaf ya Vik. Seharusnya aku tidak bersikap seperti ini." Setelah saling berpelukan dengan berurai air mata, Salsa memegang kedua tangan Vika.

"Jauh dalam lubuk hatiku, sudah lama aku ingin berteman denganmu dulu. Tapi, karena ku pikir kamu merebut Reno dariku, makanya aku melakukan ini ke kamu biar jera. Dan setelah ku pikir-pikir malam tadi, perbuatanku memang salah. Sebenarnya juga aku mau minta maaf, tapi aku bingung bagaimana caranya. Tapi waktu Reno nembak kamu, aku jadi emosi lagi. Maka dari itu, aku minta maaf sebesar-besarnya," jujurnya panjang lebar.

"Sudahlah, sebelum kamu minta maaf aku sudah maafin. Lagian juga aku minta maaf."

Senyum yang jarang Salsa tampilkan sekarang mengembang di sudut bibir pinknya. Senyumannya itu terlihat sangat manis dilihat, cowok-cowok yang melihat kejadian ini pada berbisik-bisik memuji senyuman Salsa yang manis melebihi gula dan madu.

"Kalian berdua memang cocok. Nah Vik, sekarang kamu terima aja Reno," usul Salsa, walaupun hatinya merasa sakit, tapi ia tetap tersenyum manis ke arah mereka berdua.

Vika berbalik badan menatap cowok yang menyukai dirinya, yang lagi tersenyum ke arahnya penuh godaan. "Maaf, bukannya aku nggak suka sama kamu. Tapi, aku sudah janji sama Ibu untuk tidak pacaran dulu. Soalnya aku juga mau fokus belajar, sebentar lagi kita akan ujian," tolaknya agak malu-malu dan tidak enak hati. Tapi ia mengucapkannya dengan nada halus.

Tanggapan yang Reno berikan adalah senyuman simpulnya, lalu berujar. "Tidak apa, yang penting kamu berkata sejujurnya, dan aku nerima itu. Dan aku bakal tunggu kamu sampai ibu mu mau nerima ku. Dan ..." Reno menyeret tubuh Salsa dengan Vika hingga melekat di bidang dadanya. "... mulai sekarang kita bersahabat gimana? Kalian setuju tidak?" sambungnya sambil menarik turunkan alis. Kedua gadis itu saling melemparkan pandangannya masing-masing, hingga keduanya mengangguk dan terdengarlah kekehan tawa kecil dari mereka bertiga.

                          ***

"Widih kek belum makan setahun aja kamu Luv." Raya terkikik geli, begitupun juga dengan Mike ataupun Varel.

Mereka berempat sekarang berada di restauran. Sudah dua mangkok makanan Luluv menghabiskannya dalam waktu hitungan menit.

"Eh aku mau nanya," ujar Luluv seraya menggeserkan mangkoknya yang cuma ada sisa tulang ayamnya doang. Mereka bertiga lantas saja mengernyitkan dahinya masing-masing.

"Tadi kan HP ku panas, terus ku celupkan ke air, eh malah mati. Apa mungkin dia di panggil sama yang maha kuasa kali ya?"

Mike tersedak di saat minum juice. Ia menyapu bibirnya pakai tissue yang memang diletakkan di atas meja tersebut.

"Ya ampun, gini amat pacarmu Mike. Hahaha ... dasar Luluv idiot, jingan! Bikin ngakak aja bahahaha ...," tawa Raya pecah meruak. Sedangkan Varel menutup mulutnya menahan tawa.

"Ekhem, terus sayang HP mu sekarang gimana? Masih mati atau hidup?" tanya Mike masih bergaya cool.

"Oh tentu saja ma--" Belum tuntas ucapannya, ia merasakan perutnya yang melilit di saat yang tidak pas.

"Aku mau ke toilet dulu!" pamitnya, tanpa menunggu anggukan dari yang lain ia menyelonong pergi begitu saja seraya memegang perutnya seperti diinjak orang didalamnya.

Bersambung....

Married With A Ceo [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang