🦋Slebew🦋

133 10 2
                                    

Drrrttttt ....

Drrrttttt ...

Drrrttttt ...

"Sayang, kamu duluan aja masuk mobil. Ini Raya nelpon aku, kasian Raka kalo aku ngangkatnya di mobil, takut bangunin dia." Permintaan Luluv disambut dengan anggukan mengerti dari pihak yang dimintai jawaban. Pasalnya, anak yang tengah digendong si kepala rumah itu tertidur lagi.

Sesudah kepergian sang suami serta anaknya, Luluv masih berdiam diri di depan hospital. Ia mengangkat telpon yang sedari tadi berdering, lalu menempelkannya di kuping. Setelah diangkat, muncullah suara dari sebrang sana.

"Eh Luv, gimana kondisi Raka sekarang? Dia baik-baik saja 'kan?"

"Alhamdulillah dia sudah enakkan, makasih sudah perhatian yang bestie."

"Huh syukurlah kalau gitu, aku khawatir banget tau. Beruntunglah."  Disana, terdengar helaan nafas lega. Bahwasannya, semenjak kepergian keluarga kecil dari sahabatnya ke rumah sakit tersebut, membuat dirinya ikutan cemas bercampur takut sekaligus.

"Oh iya, tolong sampaikan maaf ke Bianca, soalnya sudah mengacaukan acara anaknya. Jadi nggak enak hati aku."

"Yaelah Luv, nggak perlu minta maaf segala. Ini juga musibah, kita nggak tau musibah itu datangnya kapan. Yang penting sekarang, Raka baik-baik saja. Itupun sudah membuatku lega." Bukan Raya lah yang menjawab. Melainkan si Bianca yang tiba-tiba saja menyahut. Tau-taunya, ternyata sejak pertama kali berbicara lewat telpon barusan, Bianca berada berdekatan dengan Raya. Karena lewat speaker, maka suara Luluv disana kedengaran olehnya.

Luluv merasa tersentuh akan balasan yang didapat. "Tapi, bagaimanapun juga aku harus minta maaf. Bilangin sama Jordan, maafin Raka ya," pesannya terlebih dahulu. Ketika bertemu kembali, ia berencana akan meminta maaf secara langsung juga.

"Santai aja Luv. Btw, kamu mau nanti ke Happy fashion week? Yang lagi viral itu lho."

Luluv menengadah kepala ke atas, berusaha mengingat sesuatu.

"Hei Luv! Kamu dengar nggak apa yang dibilang Bian?"

"Eh?! Iya-iya, aku ingat sekarang. Itu 'kan yang viral di fashion week, si cewek berambut kribo yang ngamuk-ngamuk waktu dimintai foto itu iya nggak sih say?" tanyanya, sambil memutar-mutar ujung rambutnya. Melihat ke mana sang suami melambaikan tangan ke arahnya. Memberikan sinyal agar segera kesana. Dibalasnya dengan mengangkat lima jari, meminta waktu lima menit lagi. Sang suami yang paham, menyenderkan badan ke mobil, seraya bersedikap dada. Memandang istrinya yang masih telponan.

Merasa bosan, ia merogoh gawai miliknya di kantong celana. Dan membuka kamera, menyesuaikan lensa kameranya ke arah si pujaan hati. Ya benar, ia menangkap foto secara diam-diam. Tapi bagaimanapun juga, kalau good looking, mau fotonya candid sekalipun, hasilnya tetap bagus.

"Wkwkwk, slebew ...!"

"Auw slebew ...!"

"Anjir hahaha ...!" Gelak tawa dari kedua perempuan di sebrang telpon terdengar lumayan nyaring. Luluv yang mendengarnya juga ikutan tertawa terpingkal-pingkal.

"Eh, tapi itu sudah ditutup tau! Nggak liat berita ya? Kasian kurang update." Tawa renyah tadi berhenti seketika, setelah Luluv melontarkan sebuah pernyataan yang benar adanya.

"Iyakah? Astaga ngerinya, tapi bagus sih. Lagian juga zebra cross dipake buat jalan model. Mana buang sampah sembarangan lagi."

"Hooh, aku juga muak liat berita itu-itu mulu. Bosen! Nggak di tv, di hv, itu ....mulu. Kayak nggak ada berita lain aja," timpal Bianca, dengan nada bicara agak kesal.

"Sudahlah wkwkwkwk. Aku mau pulang nih, kasian Raka udah ketiduran. Sekali lagi aku minta maaf ya Bian. Kadonya juga sudah ku taruh tadi," ucapnya, sebelum benar-benar mematikan  sambungan.

"Ah oke, santai aja. Aku juga mau berterimakasih, karena sudah menyempatkan waktu ke sini dan kadonya juga. Baiklah kalau gitu, kita lanjut ngobrol nanti. Salam buat Raka ya."

"Dah," ujar mereka bersamaan, dibalas Luluv juga dengan kata yang sama. Sampai hubungan telpon sudah ditutup oleh kedua pihak.

Tidak mau berlama-lama, Luluv ingin berangsur pergi. Namun langkahnya tertunda, sebab ada mobil ambulance yang baru datang. Dan disambut oleh para suster dengan membawakan brankar. Dimana korban yang awalnya terbaring lemah di tandu dengan berlumuran darah di kepala itu di pindahkan ke tempat yang sudah disediakan.

Seorang perempuan ikut keluar dari dalam mobil ambulance, dimana posisinya membelakangi Luluv. Wanita itu menangis histeris, mungkin korbannya adalah anaknya. Sekiranya, begitulah yang ditangkap Luluv dari penglihatan. Luluv sendiri tidak dapat melihat wajah dari anak kecil tersebut, dikarenakan wajahnya yang penuh akan lumuran darah segar.

Namun rasanya, ia seperti mengenal wanita tersebut meski dari belakang. Para suster bergerak cepat membawa korban masuk ke dalam UGD. Diiringi wanita tadi. Mereka nampak jelas bahwa ada semburat raut wajah penuh kekhawatiran. Terlebih lagi, korban tersebut masih kecil. Sudah menanggung rasa sakit yang tidak bisa dikatakan lagi dengan kata-kata.

Pandangannya yang masih terfokus ke arah dimana para suster yang membawanya cepat itu, lambat-laun mulai menghilang. Tenggelam oleh belokan kiri. Hingga menyisakan ia seorang diri, meratapi nasib orang tadi.

"Kamu kenal sama orang itu?"

Luluv terkejut dengan kehadiran suaminya, yang entah kapan berada di depannya. Padahal perasaannya, tadi tidak ada tanda-tanda kedatangan dari pujaan hatinya. Keterkejutan itu ditepis cepat.

"Enggak sih, tapi kasian aja. Apalagi sama itu anak, banyak banget lho darahnya. Aku aja nggak kebayang bagaimana perasaan ibunya tadi. Pasti sangat cemas, kayak aku tadi. Bahkan lebih." ucapnya, sembari menghembuskan nafas berat.

"Kayaknya kecelakaan, semoga aja itu anak tidak kenapa-kenapa. Ya sudah, ayo kita pulang sekarang," ajak Mike memulai, ia menarik lengan sang istri. Membawanya menuju ke tempat mobil yang masih terparkir. Lalu masuk ke dalam, pergi meninggalkan rumah sakit. Yang mana, di dalam situ, Taki sedang berusaha melakukan penanganan terhadap korban bocah barusan.

Bersambung ...

Married With A Ceo [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang