🦋Papa mana?🦋

138 13 3
                                    

"Terimakasih ya Mbak, sudah mau sukarela membantu mendonorkan darah buat Satwa. Akhirnya dia sudah siuman, ini berkat bantuan Mbak. Kalau tidak ada Mbak, kemungkinan besar kami akan kalang kabut mencari si pendonor itu. Dan itu tidaklah mudah. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih." Beberapa kali Rian membungkukkan badan, sebagai tanda terimakasih lewat gerakan tubuh. Luluv memegang kedua pundak kepala rumah tangga tersebut, sembari melontarkan senyum.

"Sudahlah Rian, tidak masalah. Memang sudah kewajiban manusia itu harus saling tolong menolong," ujarnya meneduhkan hati. Rian tersenyum, kemudian mempersilahkan Luluv agar duduk. Untuk membahas soal tadi. Yaitu, tentang siapa Satwa sebenarnya. Sedangkan Cahya lagi berada di dalam ruangan Satwa dirawat, karena anak itu tidak mau jauh-jauh dari ibunya, begitu pula dengan wanita tersebut.

Rian menarik nafas dalam-dalam, lalu dihembuskan secara perlahan. "Begini, aku mempunyai kakak laki-laki, dan dia sudah menikah dengan Kak Liu. Mereka juga mempunyai anak satu, yaitu Satwa. Semenjak kehadiran Satwa, kehidupan rumah tangga mereka berubah drastis. Yang awalnya penuh kebahagiaan, sekarang penuh kesuraman. Itu semua karena kakakku, Dimas selingkuh dengan sahabatnya Kak Liu, terus rahasia itu kepergok oleh Kak Liu sendiri, disaat suaminya sedang bertelepon dengan seorang wanita yang suaranya terasa familiar menurutnya. Kak Liu menguping pembicaraan mereka, lalu waktu Kak Dimas sedang mandi, Kak Liu yang penasaran, mengecek ponsel Kak Dimas. Dengan gugup dia membukanya, sesekali juga melirik ke arah kamar mandi. Setelah mendengar suara guyuran air, dia cepat-cepat mengecek siapa yang terakhir kali bertelepon dengan suaminya. Dari situ dia mengetahui semuanya bahwa Kak Dimas menjalin asmara dengan sahabatnya sendiri. Sejak itu pula, mereka memutuskan untuk berpisah. Karena stres berlebihan, Kak Liu meninggal. Kemudian Kak Dimas terus menyesali perbuatan tidak terpujinya semenjak sepeninggal istrinya, disitulah Kak Dimas urat pikirnya putus, dia bunuh diri dengan cara gantung diri di kamarnya. Maka dari itu, Satwa kami angkat sebagai anak kami," jelasnya jujur, ia menekukkan wajah ke bawah. Mengingat keadaan kakaknya yang meninggal dulu, membuat hatinya teriris kembali.

Luluv yang merasa bersalah, cepat-cepat angkat suara. "Kalau kamu tidak kuat lagi menceritakannya, biarlah. Tidak apa."

"Tidak. Sudah terlanjur," sambarnya demikian. Ia lanjut bercerita, Luluv mendengarkannya dengan cara seksama. " ... saat Satwa umur enam tahun, tidak sengaja melihat foto kedua orang tuanya di laci kamar kami. Terus, dia bertanya-tanya siapa orang yang ada di foto itu. Kami berdua hanya bisa menghela nafas berat, lalu Cahya perlahan-lahan menceritakan semuanya. Lagian juga, tidak mungkin menutupinya lama-lama, yang pada akhirnya akan diketahuinya juga nanti. Takutnya, semisal memberitahunya waktu remaja, sudah pasti dia makin marah dengan kami. Karena menyembunyikan jati kedua orang tua aslinya. Sesuai dugaan kami sebelumnya, Satwa sejak diberitahu soal itu tidak seceria dulu lagi. Dia lebih banyak pendiam, senyum cerahnya sudah luntur, tidak dapat kami lihat lagi, sampai sekarang. Tapi, di balik itu semua, kami berdua sangat yakin bahwa Satwa menyayangi kami. Buktinya, dia patuh dengan omongan kami, dia juga suka lengket dengan kami, terutama sama Cahya. Bagaimana pun juga, kami mau melihat senyum cerianya dulu kembali terbit," katanya, kali ini dengan berurai air mata. Sesegera mungkin ia menghapusnya menggunakan punggung tangan.

Luluv yang sedari tadi mendengarkan merasa iba. Ia tidak menyangka bahwa anak sekecil Satwa sudah mengalami masa kelam yang pastinya sulit untuk dilupakan.

"Maaf, aku terbawa suasana." Rian tersenyum kecut, meski hatinya menolaknya.

"Aku mengerti perasaanmu Rian. Aku akan membantumu mengembalikan Satwa yang dulu, kebetulan anakku Raka juga sepertinya seumuran dengan Satwa. Dia anak yang riang dan mau berteman dengan siapa saja. Dia pasti mau berteman dengan Satwa, dan aku yakin juga Satwa akan mau berteman dengannya. Karena Raka itu anak yang tidak mudah menyerah, dia akan melakukan apapun demi kehendaknya tercapai." Luluv menoleh ke ruangan yang berseberangan dengannya duduk, disitu terlihat Raya sedang berjalan ke arahnya.

"Baiklah, aku hanya bisa mengucapkan banyak terimakasih kepadamu."

Luluv kembali menatap Rian dengan senyuman, lalu menganggukkan kepala.

"Luv, Raka sudah sadar. Dia terus mecarimu. Sebaiknya kamu lekas kesana," ucap Raya ketika sampai di hadapan mereka berdua.

Refleks, Luluv maupun Rian merubah posisi menjadi berdiri kembali. Luluv yang mendengar kabar baik tersebut, mengucapkan kalimat alhamdulilah.

"Raka kenapa Mbak?" Rian bertanya, sambil menautkan kedua alis. Bingung.

"Dia ditabrak tadi."

"Astagfirullah, tapi keadaannya gimana? Terus siapa yang nabrak dia? Mana orangnya?" Tiga pertanyaan dilontarkannya tanpa titik dan koma.

Tanpa menjawab, Luluv menggelengkan kepala, tanda baik-baik saja tentang kondisi sang anak. "Seorang anak yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya, dan melampiaskan ke Raka. Kalau begitu Rian, aku permisi. Sampaikan salamku kepada Cahya dan juga Satwa."

Rian mengangguk paham, tak mau bertanya-tanya lagi, tatkala melihat Luluv yang moodnya kurang stabil. Ia pun mengiyakannya dengan mengacungkan jari jempol. Bergegas Luluv berlari kecil, masuk ke dalam ruangan anaknya dirawat, diikuti Raya di belakang. Disitu ada Taki yang lagi duduk di samping sang anak.

"Mama ...!"

Luluv langsung memeluk sang anak, penuh haru. Beberapa kali ia mencium puncak kepala anaknya. Kemudian ia menguraikan senyum.

"Anak mama yang ganteng ini, gimana keadaanmu sayang?" Luluv bertanya, sembari mengusap pipi Raka lembut.

"Tidak apa kok Ma, Raka sudah baik-baik aja," ucapnya bersemangat. Luluv makin melebarkan senyum, menatap dahi anaknya yang ada kapas putih menutupi luka.

"Gimana Taki?" Luluv beralih pandang ke Taki.

"Dia perlu istirahat lebih, jangan terlalu banyak gerak dulu. Dalam seminggu, atau kurang, sakit di punggungnya akan hilang," ujar Taki, disertai senyum yang mengembang.

"Syukurlah, makasih ya Taki."

"Memang sudah tugasku. Oh ya Luv, memangnya Raka ini ketabrak apa?"

"Bukan ketabrak, tapi di tabrak. Sama bocah seumuran Raka. Sudahlah, lupakan. Jangan bahas soal ini dulu," pintanya, sekalian menyudahi. 

"Mama."

"Iya sayang?"

"Papa mana?"

Bersambung ...

Married With A Ceo [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang