🦋Darah O🦋

132 13 0
                                    

Raya yang mendapat telpon dari Pak Alim sesegera mungkin menjemput Luluv beserta sang anak, untuk dibawa ke rumah sakit kemarin malam. Sinar Indah.

Selama diperjalanan, rintik hujan terus mengiringi mereka. Dimana Raya sesekali melirik ke arah Luluv serta Raka lewat kaca persegi di mobil. Sejak tadi Luluv selalu menangis. Seolah-olah matanya dikuras paksa untuk mengeluarkan cairan bening tersebut.

Raya hanya bisa menghela nafas kecil melihatnya. 'Lebih baik menanyakannya nanti saja. Tidak mungkin aku bertanya dalam kondisi Luluv seperti ini. Entah apa itu masalahnya, kayaknya bukan masalah kecil. Selama aku berteman dengannya baru kali ini aku melihat Luluv menangis kejar seperti ini,' batinnya, dalam hati.

Bagaimanapun keadaannya, ia harus waspada menyetir. Apalagi sekarang jalanan pastinya licin, bekas hujan. Mobil sport tersebut melaju, membelah jalan perkotaan.

Tak lama kemudian, mereka sekarang sudah berada di rumah sakit. Untuk kesekian kalinya, Raka dimasukkan ke dalam ruang ICU. Taki yang kebetulan melihat mereka langsung mendatangi, lalu bergerak cepat melakukan pertolongan. Raya memeluk sahabatnya itu, sekedar menyalurkan kekuatan. Isakan tangis Luluv terdengar sangat memilukan, hingga membuat mata Raya berkaca-kaca. Ikut merasakan kesedihan yang menimpa sahabatnya, setelah Luluv sekuat tenaga menceritakan tentang kenyataan pahit itu ke Raya.

Raya sendiri juga terkejut, tidak menduga bahwa sepupunya pernah menjalin cinta dengan Barbie. Selama ini ia juga tidak tahu-menahu, dan Linda pun tidak bercerita ke dirinya.

"Sabar Luv, ini semua ujian dari Tuhan. Kamu tidak sendiri, disini akan ada aku yang terus menemanimu." Raya melepaskan pelukan persahabatan tersebut. Senyum manis terbit di kedua sudut bibirnya. Ia memegang kedua tangan Luluv, sesekali menghapus lembut air mata yang tiada henti mengalir di pipi Luluv.

Luluv yang terharu makin menangis dibuatnya. "Ray, makasih. Makasih banyak ... terimakasih ..." Luluv tidak sanggup lagi meneruskan ucapannya. Badannya kian gemetar hebat, betapa hancurnya hati kini.

"Kamu tidak perlu berterimakasih, itulah gunanya sahabat. Yang selalu ada di setiap sahabatnya sedang kesusahan. Kamu harus menenangkan diri dulu. Raka akan baik-baik saja, dia cuma pingsan. Taki akan membantunya, yang kamu harus lakukan saat ini adalah berdoa ke maha kuasa di bumi ini. Semoga, Mike disana akan baik-baik saja juga. Dia disana pun ditolong para dokter. Jadi, kamu tidak perlu khawatir, aku akan membantumu mencari keberadaan Mike. Aku akan menyusuri rumah sakit disekitar sini, kamu istirahat saja, biar aku yang bekerja," ujarnya penuh keyakinan. Menatap dalam-dalam sahabatnya yang melempar senyum ke arahnya.

Luluv kembali memeluk Raya begitu eratnya, berkali-kali ia mengucapkan terimakasih. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.

"Dimana kita mencari seseorang itu Rian? Aku ... aku tidak mau kehilangan Satwa."

Suara familiar di telinga itu mengolah Luluv langsung melepaskan pelukannya. Ia mengusap air matanya yang berjatuhan dengan punggung tangan. Ia beserta Raya menjatuhkan pandangan ke mana seorang wanita lagi mendekap di bidang dada seorang lelaki. Yang diyakini bahwa mereka ialah pasangan suami-istri.

Luluv mempertajam penglihatannya, seketika itu juga ia mengenali kedua orang tersebut. Bergegas ia menghampirinya, sehingga membuat Raya juga ingin mengikuti jejak sahabatnya. Namun, Luluv menahannya.

"Ray, tolong jaga Raka dulu disini."

"Tapi kamu mau kemana?"

"Mereka itu tetanggaku, sepertinya mereka ada masalah. Siapa tahu aku bisa bantu, kamu disini saja ya?"

Raya menoleh ke arah yang dimaksud Luluv barusan. Selang beberapa detik, ia menganggukkan kepala, mengiyakan. Setelahnya, Luluv agak berlari kecil menuju pasutri tersebut. Meninggalkan Raya yang tersenyum simpul.

"Disaat keadaan seperti ini, kamu masih mau menolong orang lain. Aku salut padamu Luv, memang tidak salah Mike menjadikanmu sebagai istrinyam," gumamnya, sembari terus memandangi belakang punggung Luluv, yang mulai menjauh.

Dari sini, ia melihat pergerakan mereka. Walaupun tidak bisa mendengar obrolannya.

Sesampainya dihadapan mereka berdua, Luluv segera melontarkan pertanyaan. "Kalian, apa ada masalah?"

Keduanya refleks menoleh ke arah sumber suara. Pertama kali didapati Luluv, kedua mata wanita yang tidak lain Cahya itu nampak membengkak. Bawah matanya juga terdapat kantong hitam, seperti mata panda. Cucuran air mata membasahi kedua pipinya. Serta bibirnya kini sangatlah pucat. Ia memandangi Luluv sekejap, lalu ia memeluknya, dan kembali menangis tersedu-sedu.

Luluv memberi kode ke seorang lelaki yang bernama Rian tersebut, dengan menggerakkan kepalanya sedikit. Seolah bertanya 'apa? Sebelum menjawab, Rian menghembuskan nafas berat.

"Malam tadi Satwa diserempet orang waktu mau pergi ke ulang tahun temannya. Dia pergi berdua dengan Cahya, tapi waktu itu Cahya mampir dulu di toko buat membeli kado. Dan posisi Satwa menunggu di depan. Entah bagaimana jadinya, Satwa tiba-tiba saja pingsan di pinggir jalan, dengan berlumuran darah. Itu pun juga baru diketahui ketika Cahya keluar dari toko. Terus dibawa kesini. Akibatnya, Satwa mengalami kekurangan darah. Kantong darah di rumah sakit ini ada, cuma kurang. Sedangkan yang dibutuhkan lumayan banyak, sekarang kami kebingungan mencari darah itu. Di rumah sakit lain pun juga sama-sama membutuhkan buat pasien lainnya," terangnya panjang lebar, tanpa menyelipkan kebohongan sedikit pun.

Luluv menyimak, mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut lelaki tersebut. "Benarkah?" Rian mengangguk lesu menanggapi.

"Golongan darah Satwa apa?"

"O."

Kedua mata Luluv terlihat berbinar. Ia melepaskan pelukan itu. Kemudian memegang kedua tangan Cahya. "Kabar gembira buat kalian, kebetulan darah ku 'O aku akan mendonorkan darah ku buat Satwa."  Luluv memandangi Cahya beserta suaminya bergantian, diiringi dengan senyuman lebar.

Cahya yang tidak menyangka, menutup kedua mulutnya. Air matanya kian mengucur deras, bahkan Rian pun turut meneteskan air mata. Mendengar kabar bahagian tersebut.

"Ya Tuhan! Terimakasih Luv, aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu ini," ujarnya tersedu-sedu. Begitu juga dengan Rian, ia berulang kali melontarkan kalimat yang sama dengan sang istri.

Tiba-tiba saja Luluv merasa ada yang ganjal disini. Ia memandangi keduanya yang lagi berpelukan lekat.

"Tunggu dulu, maaf sebelumnya. Kalian berdua ini 'kan orang tuanya Satwa, tapi kenapa kalian tidak mendonorkan darah buatnya?" Pertanyaan barusan sukses mengolah mereka melepaskan pelukan. Lalu mereka berdua saling melempar pandang sekejap.

"Itu karena, darah kami tidak cocok dengannya," jawab Rian, mewakili.

Melihat ekspresi penuh tanda tanya dari Luluv, Cahya langsung menimpali. "Kami akan menjelaskannya nanti," imbuhnya, yang dibalas Luluv berupa anggukan kecil.

Bersambung ...

Married With A Ceo [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang