🦋Cahya🦋

237 18 0
                                    

Sesampainya di depan gerbang sekolah, Raka turun dari mobil. Sebelum masuk kedalam, ia lebih dulu mencium punggung tangan ayahnya.

"Kamu hati-hati, jangan nakal." Jari telunjuk Mike mengayun di udara. Pada dasarnya, itu berarti tengah memberikan peringatan dengan sebuah kode. Raka manggut-manggut saja, ia hormat ke arah ayahnya dengan berdiri tegap. Seperti sedang menghormati bendera merah-putih. Melihat tingkah anaknya yang lucu, Mike tertawa kecil. Menurutnya anaknya itu sangatlah menggemaskan, mirip sekali dengan kelakukan ibunya yang suka bikin orang ketawa.

"Ya sudah, masuk sekarang. Nanti pulangnya mama kamu yang jemput ya, papa hari ini ada rapat penting.  Kalau mama kamu terlambat sedikit, kamu tunggu aja. Jangan sesekali kamu ikut sama orang yang tidak dikenal, biarpun orang itu bilang bahwa dia kenalan papa atau mama. Tetap jangan mau oke?" ujar Mike memperingati sambil memperbaiki dasi Raka yang miring sebelah.

"Siap Pa." Tangan kanan lelaki itu mengelus rambut anaknya penuh kasih sayang.

"Papa berangkat dulu ya Nak."

"Papa juga hati-hati."

"Siap jagoan."

Setelah kepergian ayahnya, ia langsung berlari ke arah gerbang sekolah yang disampingnya ada sebuah spanduk bertuliskan SD Melati. Terdapat banyak anak-anak juga yang baru saja datang, mereka saling menghambur dengan riang, tanpa beban pikiran.

Bergegas Raka masuk ke dalam kelasnya, yaitu kelas 2 B. Dimana, didalamnya berjumlah tujuh belas orang termasuk dirinya juga. Ia baru saja meletakkan tas ranselnya ke kursi, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Kemudian duduk di atas meja Raka.

"Turun! Kamu ini kebiasaan ya Lex duduk di atas meja. Nggak baik tau!" Raka berkacak pinggang dengan mengerucutkan bibir. Tak suka dengan tingkah teman kelasnya yang keturunan Belanda itu. Yang di peringati menggaruk tengkuk belakangnya yang tak gatal, lalu ia menurut saja. Turun dari atas meja itu.

"Hehe ... maaf Ka. Oh ya kamu tau nggak, di kelas kita ada anak baru lho." Ucapan Alex barusan sukses mengundang keingintahuan Raka, ia sama sekali tidak tahu menahu.

"Ah yang benar? Tahu darimana?"

"Tahu di pasar."

Jitakan kecil mendarat di jidat Alex, pelakunya tidak lain ialah Raka. Yang di jitak mengaduh kesakitan. "Aku tidak bercanda Alex!"

"Awokawok maaf-maaf, tadi ya sebelum kamu datang, ada anak cowok yang aku sendiri tidak pernah liat. Dia tadi sama ayahnya kali, pergi ke kantor guru," jelasnya pada akhirnya. Namun pernyataan barusan tidak memenuhi jawaban atas pertanyaan Raka.

"Terus kamu tau darimana dia bakal sekelas sama kita?"

"Ya elah kamu itu ya kayak gak tau aku aja. Aku 'kan orangnya kepoan, ya udah ku ikutin aja, ha----" Belum selesai Alex melengkapi ucapannya yang rumpang, tapi temannya itu langsung menyambarnya.

"Habis itu kamu nguping, ya 'kan?"

Alex mengangguk membetulkan. Raka yang melihatnya menggeleng-gelengkan kepala sambil terkekeh.

"Nah itu kamu tau sendiri." Mereka berdua tertawa. Namun tawanya terhenti ketika teman cewek sekelasnya itu menyahut dan mendatangi mereka berdua seraya bersedikap dada.

"Dia itu sombong!"

***

Sementara itu, Luluv kini lagi berada di pekarangan rumah, yakni sedang menyiram tanaman pakai selang. Memang sudah kegiatan rutinitasnya tiap pagi. Ia memang suka sekali melihat bunga yang bermekaran, karena sangat cantik dan indah buat di pandang. Sesekali dirinya bersenandung menghibur diri dan kadang berjoget ala kadarnya. Jogetan itiknya dilihat oleh tetangga barunya, wanita berambut pendek kecoklatan itu menutup mulutnya pakai tangan, terkikik geli. Dimana di tangan kanannya ada plastik belanja.

"Wah asyik banget ya Mbaknya," sapanya mengawali pembicaraan. Suara asing itu mengundang tatapan Luluv ke sumber suara. Ia menoleh ke samping kanan dan melihat wanita itu yang kemarin dilihatnya.

"Eh iya nih, buat hibur diri aja. Mbak mau ikutan? Sini kita goyang itik."

"Enggak deh Mbak, saya banyak urusan nih. Lain kali aja ya," tolaknya halus, disertai dengan senyuman. Nampak jelas di kedua pipinya ada lubang kecil, yang dinamakan dengan lesung pipi. Terlihat sangat manis dilihat.

Ketika wanita itu ingin masuk kembali ke dalam rumah, Luluv langsung menyambar dengan pertanyaan. "Eh Mbak, namanya siapa ya?"

"Cahya."

"Wah pantesan wajahnya bercahaya."

"Ah Mbak bisa aja, kalau Mbak namanya siapa?"

"Menyenangkan."

Wanita yang bernama Cahya tersebut menggaruk keningnya tak paham. "Maksudnya?" tanyanya pada akhirnya, biar dirinya tidak penasaran nanti.

Luluv sudah tahu bahwa Cahya akan mempertanyakan hal itu, ia mengurai senyum lebar, lalu menjawab. "Bahasa Inggrisnya menyenangkan itu apa? Nah artinya itu nama saya."

Cahya manggut-manggut menanggapi. Ia dengan cepat mengetahuinya. "Lovely, nama yang bagus Mbak."

'Woiya dong, keren nih nama, nggak kayak kamu pasaran.' Masih tersenyum lebar, diam-diam dalam hatinya ia membatin membanggakan namanya. Dan membandingkannya dengan nama tetangganya.

Wanita yang tidak tahu menahu itu ijin untuk masuk ke dalam rumah dulu, yang diangguki oleh Luluv. Begitupun juga dengan Luluv, setelah semua beres ia masuk lagi ke rumah, ingin bersiap-siap pergi ke Mall. Ada sesuatu yang ingin dibelinya.

Bersambung...

Married With A Ceo [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang