Membuka hati

196 16 0
                                    

Abidzar benar-benar menepati omongannya. Pukul setengah delapan, ia sudah berada di rumahnya dan berbincang dengan Sheina.

Afra segera memakai tas selempang dan menghampiri keduanya. Setelah berpamitan, mereka segera menuju ke toko buku sebelah taman kota.

"Gue tuh perlu banget buku ini. Kata bokap gue, ini tuh bisa jadi kisi-kisi soal ujian besok"

Afra mengambil sebuah buku paket tebal dan menunjukkannya pada Abidzar.

Abidzar menatap sekilas, "Gue udah punya"

Afra mendengkus sebal.

Setelah mendapat buku yang dicari, keduanya berjalan menuju taman kota.
Di sana banyak sekali hiburan, mereka melihat banyak sekali anak kecil yang berlarian kesana kemari, yang menangis karena tak dibelikan es krim atau sesuatu yang mereka inginkan.

Afra terkekeh geli saat melihat sesosok anak kecil yang tengah menangis keras dan menghentakkan kakinya ke tanah karena sebal.

"Lo kesini cuman mau ngeliat bocil yang nangis?"

Afra mendengus sebal lalu menggeleng.

Abidzar menghela nafas. Kakinya melangkah menuju penjual es krim. Ia membeli dua es krim dan memberikan salah satunya pada Afra.

Dengan senang hati Afra menerima es krim dan memakannya. Setelah habis, Afra memberikan tisu basah pada Abidzar.

"Mau kemana lagi?"

Afra berpikir sejenak, ia tak mempunyai rencana sebelumnya. Yang ia mau hanya bersama Abidzar seharian.

Abidzar menatap heran. Cewek ini sungguh sangat sangat menguji kesabarannya.

"Mending ke rumah gue,"

Afra menaikkan kedua alisnya. Bukannya ia tak mau, tapi akan lebih baik jika Abidzar juga datang ke rumahnya. Bertamu lebih lama di rumahnya.

"Kita ke rumah gue ya?"

Abidzar menggeleng. "Nggak."

"Gantian, dong."

Abidzar menggeleng.

"Iya?"

Abidzar mendecak sebal, "Gak."

"Iya!"

"Gak!"

"Iya!"

"Gak!"

"Harus iya!"

"Gak!"

"Iya, Abidzar!"

"Gak mau!"

"Bentar doang,"

"Gak, Afra."

Afra mendecak. Ia menatap tak suka. Cowok ini sungguh menguji kesabarannya.
Senang sekali membuatnya naik darah dan emosi.

Dengan cepat, Afra menarik tangan Abidzar dan menggenggamnya.

"Ke rumah gue, ya?"

Abidzar mencoba melepaskan genggaman tangannya.
Dengan cepat Afra segera menguatkan genggamnya sehingga Abidzar tak dapat melepaskannya.

Dengan sangat sangat terpaksa, Abidzar akhirnya mengiyakan.
Mereka menuju ke rumah Afra.

Sesampainya di sana, Sheina tengah menyiram bunga dan tersenyum menatap kedatangan keduanya.

"Hai, Tante."

Abidzar tersenyum dan menyalami tangan Sheina.

"Mama,"

Abidzar (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang