Kisah mengenai perjuangan Afra Hanina untuk mendapatkan hati seorang Abidzar Adhitama, cowok yang suka dengan Hoodie berwarna putih.
Berkali-kali usaha yang dilakukan Afra untuk mendapatkan hati Abidzar, dan berkali-kali pula Abidzar mencoba untuk m...
———————————————————— Dapat salam dari Afra dan Vale
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
————————————————————
Esok paginya, mereka terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul setengah enam. Bergantian untuk mandi lalu berganti baju. Di ruang tengah, sudah ada Abidzar dan Rezi yang tengah bermain ponsel.
"Pagi, pacar."
Abidzar tersenyum, ia menyimpan ponselnya di saku lalu merangkul pundak Afra.
"Mau jalan-jalan?"
Afra mengangguk, ia berangkat dengan Abidzar berjalan kaki. Di sepanjang jalan, kedua insan itu bergandengan tangan dengan mulut yang terus tersenyum.
Menikmati udara segar, keduanya seperti hidup di pedesaan. Setelah setengah jam berjalan kaki berdua, mereka kembali ke villa. Namun nyatanya saat di teras, Vale tengah menggendong tas sekolahnya dan bercucuran air mata.
"Vale, lo kenapa?" Afra memegang kedua pundaknya, ia tak mengerti apa yang tengah terjadi.
Vale menggeleng, "Gue mau pulang."
Afra menatap bingung pada si kembar. Ia berlari mengambil tas nya dan mengajak Vale pergi. Lewat kedipan matanya, ia mengode pada Abidzar bahwa ia akan baik-baik saja.
Abidzar mengangguk, ia menggerakkan bibirnya tanpa suara. "Hati-hati,"
Setelah kedua gadis itu berlalu, barulah Reza murka. Ia menendang tembok dan mengacak rambutnya gusar.
"Harusnya lo nggak bilang gitu!" Reza membentak keras.
"Gue nggak tau!"
Abidzar melerai keduanya, ia mengajak untuk membersihkan villa yang mereka sewa dan bersiap-siap untuk pulang.
Di tempat lain, Afra dan Vale tengah berjalan ke terminal yang jaraknya lumayan jauh. Vale tetap saja menangis, tanpa mau bercerita. Afra hanya dapat menenangkannya, karena ia sendiri tak tau apa yang tengah terjadi diantara Vale dan si kembar.
Beberapa menit kemudian, bis pun datang. Keadaan di dalam bis lumayan sesak sehingga mereka harus berdiri dan menunggu penumpang lain untuk turun agar bisa duduk.
Sementara itu di villa, kembar itu hanya diam tanpa mau bercerita apapun. Abidzar jadi bingung sendiri. Ia menata barang yang dimasukkan dalam bagasi mobil. Setelah siap, ia duduk di samping kemudi dengan Rezi. Sedangkan Reza di tengah. Sengaja menciptakan jarak.
