Hari Minggu

140 7 0
                                    

Hari Minggu ini, saat matahari terbit, sosok pemuda sudah sampai di depan rumah Afra dengan mobilnya. Semangatnya untuk mendapatkan cinta Afra tidak akan pernah pudar sedikit pun.
Afra harus menjadi miliknya.

Pukul 06.30 ia sudah berdiri tegap di depan halaman rumah Afra. Tangannya mengambil ponsel dan menelepon Afra beberapa kali.

"Saya sudah siap. Segera turun."

Belum sempat Afra menjawab, telfon sudah dimatikan.
Menit kemudian, suara pintu terbuka. Afra muncul dengan setelan pakaian olahraga nya yang simple dan rambut yang di kuncir kuda.

"Selamat pagi." Satria mengawalinya dengan senyum.

Afra mengangguk, ia menutup pintu dan mengambil sepatu di rak sebelah kanannya.
Setelah memakai sepatu, ia menatap Satria yang juga menatapnya.

"Berangkat sekarang?"

Afra mengangguk, "Ayo."

Kedua insan itu segera menuju taman yang ada di tengah kota. Taman yang luas dan banyak orang yang datang, mengingat hari ini adalah hari Minggu.

Sesampainya di taman, keduanya segera berlari memutari tempat tersebut. Sesekali, Satria menggodanya, membuat banyak orang menoleh karena melihat wajah Afra yang merah akibat malu.
Sekitar 20 menit berlalu, keduanya beristirahat di bangku yang tersedia di taman. Satria menyodorkan sebotol air mineral, dibalas ucapan terima kasih oleh Afra.

"Gimana? Udah ada jawaban?" Satria membuka percakapan.

Afra tersenyum tipis, kepalanya menggeleng mengatakan tidak.

"Maaf, gue terjebak di masa lalu."

Satria menaikkan alisnya, bingung.
"Maksudnya?"

Afra menggeleng, "Nggak. Lupain aja,"

"Saya jamin, rasa sayang saya bisa membuat kamu lupa dengan masa lalu. Kasih kesempatan buat saya, ya?"

Afra menggeleng pelan, tak yakin pada dirinya sendiri bahwa ia bisa membuka hatinya untuk orang lain. Sampai saat ini, nama Abidzar masih saja bertahta di hatinya. Otak dan hatinya selalu saja bertengkar. Ia tak mau menyakiti hati Satria, tapi di sisi lain hatinya masih mengharapkan Abidzar untuk kembali.

"Kamu nggak yakin sama saya?"

Tangan Satria menggenggam kedua tangan Afra. Hangat mengaliri peredaran darah tangan Afra. Matanya yang teduh terus menatap wajah Afra, hingga akhirnya Afra terpaksa untuk mengangguk.

"Gue coba, ya."

Satu kalimat membuat Satria bernafas lega, setidaknya ia berada satu langkah lebih dekat.

"Terima kasih,"

Tak jauh dari mereka duduk, ada seseorang yang mengintip dari balik pohon besar yang rindang. Ya, kalian pasti tau orang itu siapa.
Ia menatap lemah ke arah dua insan yang tengah duduk itu. Perlahan, ia melangkah mundur dengan suasana hati yang berantakan.
Gadisnya telah membuka hati untuk orang lain. Dan orang lain itu, kakaknya sendiri.

————————————————————

Abidzar melangkah yakin untuk masuk. Setelah insiden tadi yang ia lihat dengan kedua matanya sendiri bahwa Afra perlahan membuka hatinya untuk kakaknya sendiri.

Kakinya melangkah masuk ke dalam, bertemu dengan seorang wanita yang menjadi sekretaris di kantor Harri, papanya.

Meskipun sang sekretaris menghentikan langkahnya, ia tetap memutar kenop pintu dan mendapati Harri tengah bersama perempuan. Kedua orang itu seketika terkejut dan segera menjauh, sang wanita segera berlari masuk ke dalam kamar yang ada di ruangan Harri.

Abidzar (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang