Sekembalinya mereka dari ruang guru, keduanya tetap berjalan dengan pandangan lurus tanpa memerhatikan siapapun.
Sesekali Abidzar melirik arah Afra dengan wajah datar. Sungguh, ia tak mempunyai niatan apapun untuk menyakiti perasaan gadis ini."Fra, dengerin gue sebentar aja."
Abidzar berdiri tegak di hadapan Afra, ia perlu berbicara dengan gadis ini.
"Mau jelasin apa lagi? Semuanya udah jelas, Zar."
Dengan terpaksa Afra harus menatap wajah Abidzar. Sungguh demi apapun, ia rindu dengan tatapan mata Abidzar yang menenangkan. Rindu dengan semua yang berkaitan dengan diri Abidzar.
"Gue, gue cuman mau ..."
Sial! Abidzar malah gugup sendiri. Seluruh kata-kata yang ia susun sebelumnya hilang tak berbekas. Sebenarnya ada apa dengannya?
"Lo kenapa? Nyakitin gue? Iya, gue tau."
Afra menghela nafas panjang, kakinya melangkah menjauh dari tempat awalnya.
Jujur sekali dari hati, Afra sangat sangat ingin berada terus di sisi Abidzar. Namun apa buat? Semesta sedang mengujinya.Abidzar meremas rambutnya sendiri sambil mengumpat pelan, "Sial!"
————————————————————
Pulang sekolah. Afra tengah berada di depan gerbang sekolah, menunggu jemputan.
Langit sudah mulai gelap dan beberapa murid mulai pulang memadati jalanan. Dari arah timur, Afra belum bisa melihat tanda-tanda Wiranto akan datang menjemputnya. Ia terus mengecek ponselnya dan terus menerus menelepon sang Papa, namun hasilnya terus menerus operator yang menjawab.
Di saat menit-menit menunggu, ia teringat tentang perdebatan dulu yang sering ia lakukan dengan Abidzar. Ujung bibirnya terangkat mengenang kejadian itu.
Rintik-rintik hujan mulai turun ke bumi, Afra yakin Wiranto pasti ada urusan mendadak di kantor sehingga lupa menjemputnya.
Baru saja ia akan memesan ojek online, sebuah mobil datang di hadapannya.Ia rasa, ia familiar dengan wajah pemuda ini. Ah iya, dia laki-laki yang menolongnya saat di rumah sakit.
"Kamu?" Satria tersenyum manis.
Afra mengangguk sambil tersenyum kecil, "Iya."
"Sekolah disini juga?"
Lagi-lagi Afra mengangguk, mengiyakan.
"Mau saya antar?" Satria menawarkan bantuan.
"Nggak usah. Bentar lagi dijemput, kok"
Satria tersenyum menatap wajah Afra, ia sangat bersyukur dipertemukan lagi dengan gadis ini.
"Boleh saya temenin?" Satria menawarkan bantuan kedua kalinya.
Merasa tak enak, Afra dengan terpaksa mengiyakan. Kebetulan sekolah juga sepi, pasti tidak ada murid yang melihatnya tengah berdua dengan pemuda ini.
Satria mengulurkan tangannya, "Kita belum kenalan waktu di rumah sakit."
Afra mengangguk, menerima uluran tangan Satria, "Afra Hanina. Panggil aja Afra"
Satria mengangguk, "Saya Satria"
Afra hanya berharap agar Wiranto cepat datang menjemputnya dan membawanya pulang. Berdua dengan Satria sangat membuatnya canggung. Apalagi mereka baru saja kenal.
"Kamu kelas berapa, Fra?" Satria memulai percakapannya.
"Kelas 11 kak" jawab Afra.
"Santai aja, panggil Satria aja." Satria terus menerus menampakkan senyum manisnya.
"Iya, Satria."
"Nah, itu lebih bagus. Omong-omong, adik saya juga sekolah disini, mungkin kamu kenal."
Baru saja Afra hendak menjawab, klakson mobil mengagetkannya. Wiranto keluar dari mobil sambil membawa payung. Ia terlihat sangat tergesa-gesa.
"Afra, maaf papa terlambat. Tadi ban mobil papa bocor di jalan."
Afra tersenyum lalu mengangguk. Tangannya menyelipkan rambut ke belakang telinganya.
"Iya, Pa."Satria ikut berdiri dan berada di samping Afra. Matanya menatap Wiranto dengan sopan.
"Ini siapa?" Wiranto menatap heran.
Satria menyalami tangan Wiranto, "Saya Satria. Teman barunya Afra. Kita ketemu di rumah sakit waktu itu."
Wiranto menganggukkan kepalanya, "Ah iya terima kasih sudah menemani anak saya. Saya dan Afra pulang duluan, kasihan Mamanya sudah menunggu."
Satria mengangguk, tangannya menyodorkan ponsel ke arah Afra.
"Minta nomor kamu."Afra menatap Wiranto sekilas, dengan ragu ia menerima ponsel Satria dan menuliskan nomor ponselnya.
Setelah selesai, ia mengembalikan ponsel ke Satria dan langsung masuk ke dalam mobil.Begitu mobil Wiranto menjauh, ia mengepalkan tangannya dan mengangkatnya ke atas.
"Yes! Dapet!"Kemudian ia masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya ke arah pulang.
Tanpa mereka sadari, di seberang gerbang sekolah, ada pemuda yang mengawasi mereka sejak tadi. Mendengar percakapan demi percakapan mereka. Dan sekarang ia tau, siapa gadis yang telah mencuri hati kakaknya.
————————————————————
Abidzar pulang setelah Satria pulang. Langkahnya melambat saat ia mendengar percakapan sang Mama dan Satria.
"Iya, Ma. Satria dapet nomornya, nanti kapan-kapan Satria bawa kesini. Itu pun kalau dia mau."
Farah terlihat mengangguk dan tersenyum. Ia menoleh saat melihat Abidzar berdiri mematung di pintu apartemen.
"Abi, kok barusan pulang?"
Abidzar memperlihatkan senyum tipisnya, "Iya, Ma. Barusan ada sesuatu."
Ia duduk di sebelah Satria dan meminum jus jeruk milik Satria.
"Tadi gue ketemu cewek cantik di sekolah lo, barangkali lo kenal."
Abidzar sudah tau siapa gadis yang dimaksud Satria.
"Gue ga kenal bang, lo tau sendiri gue gimana sama orang lain."Satria terkekeh, ia sangat mengenal baik sifat adiknya. Sangat susah baginya berkenalan dengan orang baru apalagi langsung menyukainya. Sangat tidak mungkin.
Farah menatap kedua anaknya, dan tersenyum.
"Mama harap, kalian dapat gadis yang baik, yang sayang sama kalian, yang sayang sama Mama, yang nggak bawa kalian ninggalin Mama."
Mata Farah terlihat berkaca-kaca, ia tak menyangka kedua anak lelakinya yang dulu sering bertengkar sekarang menjadi pemuda yang sangat tampan. Yang dulunya berebut mainan, sekarang sudah dewasa.
"Kapan-kapan bawa cewek kalian kesini, ya. Kita makan sama-sama."
Abidzar tersenyum miris, hatinya berkata.
"Gimana kita bisa bawa cewek yang sama, Ma?"————————————————————
Maaf yaa baru bisa update, ide nya tiba-tiba muncul.
Jangan lupa vote dan komen, ya!
Tetep jaga kesehatan dan pakai masker kemana aja! Stay safe semua!
KAMU SEDANG MEMBACA
Abidzar (END) ✅
RomanceKisah mengenai perjuangan Afra Hanina untuk mendapatkan hati seorang Abidzar Adhitama, cowok yang suka dengan Hoodie berwarna putih. Berkali-kali usaha yang dilakukan Afra untuk mendapatkan hati Abidzar, dan berkali-kali pula Abidzar mencoba untuk m...