Bian Marah

51.5K 1.6K 12
                                    

Pagi harinya.

Rasa bangun dan melihat Bian sudah tidak ada di sampingnya.

"Tumben." Ujar Raisa.

Bian tumben sekali bangun duluan daripada Raisa membuat Raisa bertanya-tanya. Biasanya kalau mereka habis bermain pastinya Bian akan menginap dan Raisalah yang akan membangunkan Bian.

Di lihatnya ada HP nya yang berada di atas kasur, perasaan seingat dia HP itu berada di atas nakas.

Lalu tiba-tiba saja HP nya berdering, dan di lihatnya itu adalah Dokter Frans. Raisa duduk dan segera mengangkatnya.

"Halo Mas ?" Ucap Raisa.

"Kamu baik-baik aja kan Sa ?" Tanya sang Dokter khawatir, karena Raisa tidak membalas ataupun meneleponnya balik.

"Eh, iya Mas maaf ya aku kan janji bakal hubungi kamu, aku ketiduran Mas , maaf ya."

"Oh, nggak apa-apa yang penting kamu baik-baik aja, ngomong-ngomong kamu sudah bangun atau aku menganggu nih ?"

"Aku sudah bangun kok Mas, udah jam 7 juga kan."

"Udah sarapan ?"

"Belum, mau mandi dulu Mas."

"Ya udah kalau gitu, kamu mandi terus sarapan, hati-hati pergi kerja ya Raisa."

"Iya Mas, Mas juga ya."

"Eh, Sa ! Ngomong-ngomong kamu mau ikut saya makan siang nggak besok, temanin saya ?"

"Besok ?" 

"Iya besok kita makan siang bareng yuk, maaf mendadak ngajak nya, kalau kamu kosong aja, kalau kamu sibuk nggak usah."

"Bisa kok Mas, oke deh sampai ketemu besok siang Mas Frans." Tutup Raisa. Lalu dia tersenyum sendiri memikirkan Frans, Raisa tidak pernah menyangka bisa tersenyum saat teleponan dengan pria lain , selain Bian. Setiap Raisa di dekati oleh pria lain pastinya dia tidak tertarik, merasa aneh dan tidak suka, tapi kali ini sungguh berbeda entah kenapa dia merasa cocok, Frans juga bawaanya bikin tenang dan merasa nyaman.

Tiba-tiba lagi senyum dia mengingat Bian. Terus dia melihat HP nya, disana terlihat Chat dari Dokter Frans yang sudah terbuka.

"Sial, pasti dia membaca nya." Ucap Raisa.

Sebenarnya Raisa hendak datang langsung untuk menghampiri Bian, tapi ketika dia melihat jam sudah pukul 7 lewat 20 lebih baik dia siap-siap dulu.

Dan setelah selesai. Dia langsung pergi ke Apartemen nya Bian. Tentu saja dia tahu Password nya Bian. Dan selesai berhasil terbuka dia langsung masuk saja menuju kamarnya Bian, karena dia yakin Bian pasti masih tidur.

Ketika melewati ruang tamu, tampak kursi yang berantakan jatuh, sambil menggelengkan kepalanya pasti Raisa tahu itu adalah kelakuan Bian yang sedang marah.

Dan ketika dia hendak membuka pintu kamarnya, ternyata di kunci. Tidak pernah Bian mengunci pintu ini.

"Bian kamu masih tidur ?" Ucap Raisa sambil mengetuk pintu kamar Bian. Tidak ada jawaban.

"Bian Mahesa, buka pintunya, gue mau masuk bodoh." Teriak Raisa. Terus dan terus dia menggedor, menendang, memukul pintu itu, bahkan dia juga meneriaki nama Bian dengan embel-embel banyak kata-kata kasar. Tapi tetap saja Bian tidak mau membuka pintunya.

"Bian ini terakhir kalinya aku panggil kamu ya, kamu jangan pura-pura tidur. Kamu kira aku bodoh bisa kamu bohongin, kamu itu kalau tidur ngorok Bian. Udah cepatan buka pintunya Bian." Ucap Raisa lagi.

"Aku ngantuk, kamu pulang aja." Balas Bian pelan. Mana berani dia tidak menjawab Raisa kalau Raisa sudah mengancam gitu, ini yang lagi marah siapa sih kok ujung-ujungnya Bian yang ketakutan.

"Ini sudah mau jam 8 Bian, buka dulu pintunya aku mau lihat kamu." Pinta Raisa, yang akhirnya Bian pasrah dan berjalan untuk membuka pintu kamarnya.

"Kok gelap banget sih, buka tirai jendela kamu Bi, kamu nggak kerja apa ? Ini sudah jam berapa ?"

"Aku nggak kerja, lagi sakit." Ucap Bian.

"Hah ? Kamu sakit ? Sakit apa, kok tiba-tiba banget sih, tadi malam kan baik-baik aja."

"Sakit hati ku ini, sakit Raisa bodoh." Seru Bian dalam hati lalu terbaring lagi di kasur nya.

"Bian, minum obat dulu yuk baru tidur." Ucap Raisa, Bian hanya diam.

"Nggak usah kekanakan deh Bi, aku ambilin obat ya."

"Nggak usah Sa, aku cuma mau tidur aja, udah sna kamu nggak kerja apa ?" Seru Bian.

Raisa hanya diam akhirnya, tapi dia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Bian, Bian merasakan pergerakan dan deru nafas dari Raisa yang sudah berada di dekat lehernya. Lalu Raisa memeluk Bian dari belakang.

Bian masih diam, tanpa mau bertindak apapun, ataupun mengatakan apapun.

"Kamu marah ya Bi ?" Ucap Raisa pelan sekali yang wajahnya sekarang sudah menempel di celah leher nya Bian. Bian masih diam, Bian memejamkan matanya. Pikirannya berkelana kemana-mana Membayangkan Raisa yang sempat melakukan hal ini kepada orang lain, sumpah demi apapun Bian tidak akan pernah rela. Perkataanya yang bilang mereka hanya sahabat, itu hanya omong kosong yang dia bilang karena jelas dia tahu hubungan mereka bahkan melebihi dari kata sahabat. Bian tidak akan pernah rela melihat Raisa jatuh ke pelukan pria lain dan memperlakukan pria itu seperti Raisa memperlakukannya, katakan dia egois katakan dia bodoh meskipun dia tidak pernah mau membuat hubungan mereka terikat tapi yang jelas Raisa hanya miliknya, seutuhnya.

Entah alasan apa yang membuat Bian begitu kokoh dengan pendiriannya yang tidak mau membuat ikatan resmi dengan Raisa, itu masih menjadi teka teki besar dalam hidup Raisa.

Bian menghembuskan nafasnya berat,  lalu dia menyerah dan membalikkan badannya menatap Raisa.

"Sa ?" Ucap Bian.

"Iya, Bian."

"Kalau ada cowok yang bakal ajak kamu serius kamu bakal terima dia ?" Tanya Bian. Raisa diam saja menatap mata Bian. Baru kali ini Bian mempertanyakan hal seperti itu ke Raisa, dan ini adalah pertanyaan yang mendadak. Kenapa juga tiba-tiba Bian membahas hal seperti itu, apa ini ada hubungannya dengan pesan yang kemungkinan Bian baca.

"Serius gimana sih maksud kamu, Bi ?" Tanya Raisa yang pura-pura tidak mengerti.

"Serius untuk mengajak kamu menjalin hubungan, kamu mau ?" Ucap Bian lagi.

"Ya, aku kan harus lihat orang nya dulu, sifat nya, perilakunya, kesehariannya, pribadinya, semuanya lah, kamu tahu aku pemilih dalam hal itu, kenapa kamu tanya ?" 

"Nggak cuma nanya aja." Seru Bian.

"Ya udah kamu tidur gih, badan kamu agak panas, mau aku kompres nggak ?" Raisa juga tidak mau meneruskan pembicaraan se sensitif itu. Mungkin nanti pada saatnya, tidak sekarang.

"Nggak usah aku tidur aja nanti baikan kok, kamu pergi sana, udah lewat jam kerja nih."

Raisa mengangguk, tapi bukannya dia pergi dia malah semakin mengeratkan pelukannya ke tubuh panas Bian, dan Bian pun membalas mendekap Raisa lebih erat.

"Aku malas kerja jadinya, mau temanin kamu aja deh." Seru Raisa.

Bian tersenyum mendengar Raisa bicara seperti itu, dia tahu kalau Raisa sudah lebih memilih dirinya dibandingkan pekerjaanya pastinya Raisa saat ini sedang ketakutan kalau Bian marah. Bian tahu perasaan Raisa untuknya sangat dalam, Bian tahu Raisa juga akan melakukan apapun untuknya. Karena itu lah pula menjadi salah satu alasan untuk Bian menyembunyikan hal yang sangat besar dari Raisa, dan karena alasan itu pula lah Bian tidak bisa mengikat Raisa, karena Raisa mungkin tidak akan bisa bertahan dan hancur jika mengetahui kebenaran yang terjadi.

"Sa ?" Panggil Bian dalam pelukannya di tubuh Raisa.

"Apa Bian ?"

"Makasih selalu ada untuk aku." Ucap Bian, Raisa hanya mengangguk dalam pelukan Bian.


***

Repost : 06 April 2021

Friend Zone ! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang