"Bian, aku mohon tunggu." Raisa berhasil sampai di parkiran dan menggedor pintu kaca mobil Bian, Bian sudah masuk di dalam mobilnya. Tampak Bian sudah mulai menghidupkan mobilnya dan hendak pergi tapi Raisa terus menerus berkali-kali menggedor pintu itu menyuruh Bian membuka pintunya.
"Bian buka, aku mohon Bian buka pintunya, dengarkan aku dulu Bi, Biar aku jelaskan dulu, aku mohon jangan marah lagi." Ucap Raisa terus memohon padanya, air mata sudah tidak bisa di bendung lagi terus mengalir membasahi wajah Raisa. Bian tetap saja diam tidak mau melihat Raisa.
"Bi, buka pintu nya, kalau tidak mau turun, tolong turunkan saja kaca nya. Aku mau bicara Bian."
Akhirnya Bian mengalah dan membuka pintu itu, dia juga turun dari mobilnya, tapi tidak mau menatap Raisa dan hanya bersender berdiri di mobilnya.
"Maaf, aku salah. Aku mohon aku minta maaf sama kamu." Katakan Raisa bodoh, tidak punya harga diri, terlalu menggilai Bian, tapi memang itulah kenyataanya, Bian adalah segalanya untuknya, mungkin benar Frans bisa membuatnya bahagia, Frans bisa membuatnya nyaman dan merasa tenang. Tapi nyatanya cinta, hati, dan perasaanya hanya untuk Bian seorang dna hal itu tidak akan pernah bisa di gantikan oleh siapapun termasuk Frans.
"Kalau kamu bahagia sama dia aku Akan melepaskanmu, Sa. Aku lihat dia bisa membuat kamu tertawa dan kamu nyaman sama dia." Ujar Bian yang sedari tadi bungkam. Raisa menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Nggak, nggak Bian. Cuma kamu, cuma kamu yang bisa buat aku bahagia dan kamu tahu itu, mungkin aku terbuai sesaat tapi aku sadar hati dan perasaan aku sudah seutuhnya untuk kamu dari dulu dan tidak akan pernah berubah."
"Aku tidak bisa membuat kamu bahagia, Sa. Aku terus terusan membuat kamu kecewa."
"Teruslah lakukan itu aku tidak perduli selagi kamu di sampingku, aku mencintaimu Bian. Aku tidak bisa hidup tanpa kamu."
"Bisa, yakinkan pada dirimu kamu bisa tanpa aku." Ucap Bian.
"Kenapa kamu bicara seperti itu Bian, kamu mau melepaskan aku ? Iya ?" Tanya Raisa yang sudah menggenggam tangan Bian dengan erat, merasa sudah putus asa karena Bian berniat untuk melepaskannya.
"Jika memang melepaskan kamu adalah yang terbaik aku akan lakukan."
"Terbaik untuk siapa ?"
"Untuk masa depan kamu."
"Masa depan aku sama kamu Bian."
"Aku tidak bisa melakukan itu Raisa."
"Kenapa ? Kenapa tidak bisa ?"
"Aku tidak bisa memberikan kamu jaminan untuk menjalani masa depan yang indah dan bahagia selamanya."
"Aku tidak butuh selamanya, yang aku butuhkan kamu Bian."
"Kamu pantas mendapatkan pria yang baik dan itu bukan aku."
"Bukan kamu yang menentukan baik buruknya seseorang untuk aku, tapi aku yang memilihnya. Dan aku memilih kamu."
"Aku tidak bisa Raisa."
"Kenapa kamu bicara seperti itu ?"
"Kenyataanya memang seperti itu." Ucap Bian, matanya kini sudah berkaca-kaca.
"Bi, tatap aku. Bilang kalau kamu nggak cinta sama aku, bilang kalau kamu benar-benar nggak membutuhkan aku di hidup kamu, tatap mata aku."
"Untuk apa kamu mengharapkan orang seperti aku Sa, aku jahat, aku selalu buat kamu kecewa."
"Tapi aku cinta sama kamu Bian."
"Cinta nggak akan kasih kamu apa-apa Raisa, aku nggak bisa kasih kamu apa-apa."
"Aku nggak perduli selama kamu di sisi aku."
"Aku nggak bisa."
"Kenapa Bian, kenapa ?"
"Ada hal yang nggak bisa kita paksakan di hidup ini Raisa."
"Terus kenapa kita harus sampai sejauh ini kalau memang dari awal kamu nggak mau hidup sama aku, aku tahu kamu nggak mau pacaran sama aku, aku mengerti mungkin itu sudah menjadi pilihan kamu, tapi kamu selalu tahan aku, kamu selalu marah kalau aku sama orang lain, logika aja Bian, maksud kamu gituin aku pasti karena kamu nggak mau kehilangan aku, kamu juga nggak pernah mau lepasin aku, terus kenapa sekarang kamu gini sama aku. Apakah karena Frans ? Jangan membodohi aku Bian, kamu tidak pernah mundur cuma gara-gara aku dekat sama cowok lain, terus kenapa sekarang kamu kekeuh seperti ini mau melepaskan aku."
"Karena aku melihat dia bisa membahagiakan kamu."
"Itu cuma pandangan kamu Bi, aku bahagia cuma sama kamu."
"Maaf Sa, ini yang terbaik untuk kamu." Ucap Bian lalu dia melepaskan tangan Raisa dari tangannya dan masuk ke dalam mobil.
"Bian, jangan pergi aku mohon." Teriak Raisa.
"BIAN."
Tapi nyatanya Bian tetap saja meninggalkan Raisa di sana dengan tangisan yang menyakitkan.
"Kenapa Bian, Kenapa kamu giniin aku ? Apa kurang aku sama kamu Bian ? Kamu jahat Bi, kamu jahat." Ucap Raisa sambil menangis tersedu-sedu.
***
Keesokan Pagi nya.
Raisa membuka Apartemen Bian, tapi dia tidak ada jelas sekali Bian tidak pulang ke Apartemen nya, lalu Raisa langsung menelepon orang kantornya ternyata Bian bermalam di Kantor nya.
Mas Frans Calling.
"Halo Mas ?"
"Halo, Raisa. Semalaman aku Chat kamu tapi kamu nggak balas ?"
"Maaf Mas aku ketiduran, sangat lelah Mas."
"Oh, yang penting kamu baik-baik saja, kamu sudah berangkat kerja ?"
"Ini baru mau berangkat Mas . Mas lagi apa ?"
"Masih di rumah, sebentar lagi juga berangkat ke rumah sakit. Ya udah kamu kerja hati-hati ya, jangan lupa makan."
"Iya Mas, Mas juga ya ."
Lalu Raisa mematikan telepon nya, dia menekan tombol Lift dan pergi ke kantor nya.
Semua berjalan seperti biasa untuk perkerjaan. Cuma untuk masalah pembangunan di kantor Raisa, ternyata Bian menyerahkan seutuhnya dengan Hanung, anak buah nya yang juga sangat berpengalaman. Lintang juga tidak keberatan tentang hal itu, Bian menjelaskan kondisinya saat ini snagat sibuk dan dia akan banyak urusan di luar kota. Jadi Lintang memaklumi, tapi Bian menjanjikan kalau tidak akan ada kekecewaan untuk pembangunan ini. Karena Bian akan mengawasi terus setiap tahap demi tahap.
Semenjak malam itu, Raisa terus menerus menelepon Bian, mengirimnya pesan tapi Bian seolah ditelan bumi dia tidak memperlihatkan batang hidungnya di depan Raisa, tidak mau mengangkat telepon, tiddka mau membalas pesan, bahkan ketika Raisa ke kantornya Bian, Bian selalu tidak ada. Dan baru kali ini Bian seperti ini, selama Raisa mengenal Bian hampir seumur hidupnya baru kali ini Bian menghilang seperti di telan bumi, tanpa kabar sedikitpun. Tapi siapa sangka kalau dari kejauhan sana di suatu tempat yang Raisa tidak pernah sadari, Bian duduk di dalam mobilnya selalu memperhatikan Raisa dengan air mata yang mengalir di pipinya. Sakit untuk Bian melakukan hal ini pada orang yang begitu dia cintai, perih hatinya, tersiksa batinya, tapi Bian sadar ini adalah satu-satunya cara untuk Raisa melepaskannya dan berharap Raisa mendapatkan kebahagian yang sejati yang tidak pernah bisa Bian berikan untuk Raisa.
Dan Bian yakin orang yang bisa menggantikan dia untuk memberi kebahagian sejati itu adalah Frans, Bian sudah mencari tahu tentang Pria itu, dia adalah orang yang baik dan hebat. Seorang Dokter anak. Bian yakin kalau pria itu bisa membahagiakan Raisa. Dan Raisa juga tampak nyaman dan bahagia di samping pria itu.
"Raisa maafkan aku, mungkin ini yang terbaik, aku tidak mau membuat kamu menderita kalau kamu hidup sama aku." Ucap Bian saat melihat Raisa dari kejauhan saat Raisa masuk ke dalam mobil sang Dokter setelah habis makan siang.
***
Repost : 08 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone ! [END]
Storie d'amore"Bian,,, ahh Bi, Stop, kamu engga pakai pengaman, don't come inside me, or i will kill you. ?" Ucap Raisa saat Bian menghentakkan miliknya dengan hebat ke dalam milik Raisa berkali-kali dengan keras. "You very tight, Sa., I Can't hold it, oh shit, i...