"Kenapa dia harus melepaskan orang itu Ma, seharusnya dia memberikan separuh beban nya kepada orang yang dia cinta, agar mereka bisa saling menopang bersama ." Ucap Raisa pada Mama Frans.
"Mungkin itu benar Sa, tapi tidak untuk sudut pandang pasien, yang nyawanya bahkan mereka tidak bisa tahu kapan Tuhan akan mengambilnya, jelas saja dia tidak ingin orang yang dia cintai merasa terluka dan terbebani."
"Tapi Raisa nggak suka dengan orang yang pikiran nya gitu Ma, seharusnya dia tetap saja memberi tahu orang itu, atau jangan-jangan orang yang dia cintai nggak mencintai dia dengan tulus, makanya dia ragu mengatakan penyakitnya dan memilih sendirian menjalani ini semua, Ma ?"
"Nggak kok dia cerita sama Mama, kalau wanita itu mencintai dia sepenuh hatinya, karena itu dia tidak mau melihat wanita itu terluka."
"Tapi tetap saja Ma, seharusnya dia memberitahukan hal itu sama Wanitanya, duh Kok aku jadi mau nangis sih Ma, denger Mama ngomongin dia . Ngomong-ngomong Ma ? Kanker atau Tumor otak itu bisa sembuh nggak sih ?" Tanya Raisa.
"Tergantung sayang."
"Nah terus untuk pasien Mama yang satu ini, apakah dia bisa sembuh ?"
"Dia mengetahui tumornya dari awal, karena dia memiliki faktor keturunan, sekarang dia memang masih stadium 2 tapi berkembangannya cukup mengkhawatirkan Sa, terlebih lagi tumor nya tumbuh di tempat yang mengenai Saraf Sa, itu cukup riskan bahkan nyawanya bisa saja melayang kapanpun tidak harus menunggu stadium akhir."
"Memangnya kalau stadium itu bisa menentukan ya Ma ?"
"Iya, kalau dia masih stadium awal kan kita bisa bertindak, dengan cara operasi pengangkatan tumor dan kemoterapi, tapi susah nya tumor yang di miliki pasien Mama ini letaknya dan ukurannya cukup susah Sa, resiko untuk operasi besar sekali, bahkan kemungkinan dia koma sampai 90/10 persen, dan jika dia mengalami koma lama tentu saja sistem saraf tubuhnya akan memburuk dan membuat dia cacat juga Sa, lagipula dia juga menolak operasi, dia tidak mau lebih menyusahkan keluarganya nanti kedepannya."
"Jadi dia hanya akan menunggu ajal nya begitu saja Ma , bukankah itu terdengar pengecut sekali, seharusnya dia bisa bertahan dan menjalani segala pengobatan, apapun resikonya Ma ?"
"Dia bukan pengecut Sa, hanya saja dia memiliki riwayat keluarga yang mungkin membuatnya trauma. Mama mengerti perasaanya. Tapi Mama berusaha untuk menyembuhkanya Sa, tidak mungkin Mama menyerah begitu saja dengan pasien Mama, Mama akan berusaha sebisa Mama, pertama Mama akan menjalani dia untuk terapi radiasi Sa, soalnya dia susah untuk operasi kan, jadi jalan awal nya akan Terapi Radiasi Sa. Dan banyak kemoterapi dan pengobatan lainnya, dia juga lagi masa percobaan untuk perkembangan obat-obatan yang sedang di uji dari Amerika, Mama harap dia bisa pulih, walaupun dia sudah sangat pesimis untuk hidupnya."
"Semoga dia sembuh Ma, Semoga semua pasien Mama sembuh ya."
"Amin sayang, ya sudah kalau gitu kamu jaga kesehatan ya, Mama harus mengantarkan pasien Mama ke ruangannya."
"Oke Ma." Ucap Raisa.
"Bian, yuk kita kembali ." Terdengar suara Mama Frans yang memanggil nama Bian, ternyata sambungan telepon belum terputus.
Tubuh Raisa menegang. Tanganya gemetar memegang HP yang masih menempel di telinganya.
"Sayang kamu kenapa ?" Tanya Frans yang melihat Raisa ketika dia berubah pucat pasi. Raisa tidak menjawab, air matanya sudah menetes.
"Tidak, tidak mungkin. Ini tidak mungkin kan." Ucap Raisa bicara sendiri sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu kenapa Sa ?" Tanya Frans.
"Bian, Mas, nama Bian banyak kan ? Nggak cuma ada satu kan Mas ?" Ucap Raisa, nama itu nama yang selama ini menjadi penghalang hati Raisa menerima hati siapapun. Nama yang begitu Frans takutkan untuk Raisa sebut lagi dari mulutnya setelah Raisa memilihnya, dan sekarang Raisa memanggilnya lagi. Apakah itu akan menjadi pertanda besar untuk hubungan mereka ?
"Kamu bicara apa sih Sayang, kita pulang dulu, kamu pucat sekali."
"Nggak, Mas aku minta tolong sama kamu antarkan aku ke Tangerang."
"Mau ngapain kita kesana ?"
"Aku harus bertemu seseorang."
"Butuh waktu satu jam penuh, belum lagi macet nya, nanti kamu capek."
"Aku mohon, kalau kamu tidak mau mengantarakan aku, aku akan pergi sendiri."
"Ya sudah ayo aku antarkan." Lalu mereka berangkat dari Jakarta menuju Tangerang, kediaman keluarga Bian.
Mereka sampai malam, karena adanya macet. Sesampainya Raisa di rumah Bian, dia langsung turun tanpa menunggu Frans lagi, dia langsung mengetok pintu dan Mama Bian membuka.
"Mama." Seru Raisa yang sudah menangis sejadi-jadinya.
"Sa, kamu kenapa sayang ? Kamu kenapa ?" Tanya Mama Bian.
"Papa, Papa , ada Raisa Pa ?" Teriak Mama Bian.
"Raisa ?" Papa Bian datang.
"Masuk nak, masuk ?" Ucap Papa Bian yang melihat Frans berdiri di belakang Raisa.
Mereka semua sudah duduk di ruang tamu .
"Ada apa Sa, kenapa kamu menangis sayang ?" Tanya Mama Bian yang sedang memeluk Raisa erat dan mengelusnya.
"Bian kemana Ma ?" Ucap Raisa, semua orang disitu menegang, terlebih lagi Frans, dia tidak menyangka Raisa akan mencari dan menanykan Bian lagi setelah lebih dari 8 bulan lebih Bian menghilang tanpa jejak.
"Kenapa kamu tanya Bian lagi Nak ?" Tanya Papa Bian. Mama Bian hanya terdiam air mata pun mengalir di pipi Mama Bian, sungguh dia sendiri tidak tahan dengan kenyataan yang ada.
"Kenapa kalian menyembunyikan Bian dari Raisa, seharusnya dari awal Raisa curiga tidak mungkin Bian menghilang begitu saja sedangkan Mama dan Papa tampak begitu tenang, katakan sama Raisa Bian dimana Ma ?"
"Sa, dengarin Mama sayang, kamu lihat Frans, kamu lihat anak kamu itu yang sedang kamu kandung, tidak lama lagi akan lahir kan ? Kamu bahagia sekarang, kamu tampak begitu bahagia sekarang daripada sama Bian, biarkan Bian, lepaskan dia, lupakan dia sayang, untuk apa kamu mengingat dia lagi, dia sudah bahagia dengan pilihannya sendiri sayang."
"Bahagia, sama siapa Ma ? Jadi Mama tahu kan dimana dia ? Katakan dimana dia Ma, jawab Raisa Mama ?"
"Maaf Raisa sayang, Mama nggak bisa kasih tahu kamu dimana dia, dia tidak mau bertemu kamu, dia tahu kamu bahagia sekarang dan dia bahagia melihat kamu bahagia ?"
"Ma, kasih tahu dimana Bian Ma ?" Rengek Raisa yang masih menangis tersedu-sedu, bahkan dulu dia tidak mencari Bian seperti ini, dia hanya menutup mata dan hatinya dan percaya kalau Bian jahat padanya, tapi sekarang dia tahu kalau ada yang tidak beres terjadi.
"Bian udah bahagia Sa." Ucap Mama nya lagi.
"Sayang , Mama Bian benar, Bian sudah bahagia biarkan dia dengan pilihannya." Ucap Frans.
"Ma, Pa, Raisa mohon sekali lagi dengan sangat Raisa memohon katakan dimana Bian, katakan Ma, Pa, Raisa mau tahu dimana Bian, Raisa mau kasih tahu sama Bian kalau tidak lama lagi dia akan jadi ayah, Raisa hamil anak Bian, Ma. Dan Raisa mau saat anak ini lahir Bian ada di samping anak nya. Anak nya butuh Ayah nya, tidak apa kalau Bian tidak mau sama-sama Raisa, asalkan dia ada untuk anak nya." Ucap Raisa. Yang sukses membuat ketiga orang disana terdiam kaku mendengar pengakuan Raisa. Karena memang kenyatannya orang tua Bian tidak tahu kalau yang di kandung Raisa adalah cucu mereka.
***
Repost : 08 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone ! [END]
Romance"Bian,,, ahh Bi, Stop, kamu engga pakai pengaman, don't come inside me, or i will kill you. ?" Ucap Raisa saat Bian menghentakkan miliknya dengan hebat ke dalam milik Raisa berkali-kali dengan keras. "You very tight, Sa., I Can't hold it, oh shit, i...