Beberapa minggu setelahnya.
"Sa, kamu baik-baik aja ?" Ucap Amel teman kerja Raisa.
"Aku nggak enak badan, kayaknya aku akan izin pulang deh."
"Iya , kamu pucat banget." Balasnya lagi.
Sekitar 15 menit Frans menjemput Raisa.
"Kamu pucat sekali, keringat kamu banyak Sa, kita ke dokter sekarang ?" Ucap Frans.
"Nggak Mas, aku cuma butuh istirahat." Ucap Raisa.
"Nggak, kita kedokter sekarang, kamu sakit Sa, aku nggak mau ninggalin kamu sendirian di Apartemen kamu." Frans bersikeras.
Raisa pun sudah tidak sanggup untuk menolak lagi akhirnya dia hanya pasrah.
Jujur akhir-akhir ini hidupnya memang kacau, dia jarang makan, tidur tidak teratur, semakin fokus dengan kerjaan sampai memilih lembur dan memaksakan diri, pikirannya sangat kacau mengingat hubunganya dengan Bian semakin renggang, bahkan Bian sudah tidak pernah lagi pulang ke Apartemen bahkan sekarang nomornya sudah tidak bisa di telepon lagi. Setiap malam dia hanya akan pulang dari tempat kerja, tanpa mandi tanpa makan masih lengkap dengan baju kerjanya dia hanya akan tidur saja dengan air mata yang terus mengalir.
Sesampainya di rumah sakit tempat Frans bekerja.
"Dokter ?" Ucap perawat yang mengenal Dokter Frans.
"Cek dia, dia sakit sepertinya kelelahan, dan dehidrasi." Ucap Frans.
"Maaf Bu, keluhannya apa ?" Tanya Dokter Umum di IGD.
"Saya mual, kepala saya pusing, perut saya sering merasakan kembung dan tidak enak."
"Dia ada riwayat asam lambung." Ucap Frans.
"Sudah berapa lama, sakitnya bu ? Apakah muntahnya berwarna hitam, air ?"
"Sekitar beberapa hari, tapi baru semalam rasa pusing nya semakin menjadi, dan mual nya juga, saya tidak bisa makan jadi ya saya muntah air saja, tapi sangat menguras tenaga sampai terasa begitu lemas."
"Maaf kalau boleh tanya apa Menstruasi anda lancar ?" Tanya sang Dokter. Raisa terdiam sejenak.
"S--saya lupa, sepertinya sudah lewat." Ucap Raisa, kenapa dia tidak mengigat hal itu, bukan hanya telat seminggu spertinya dia sudah telat hampir 2 minggu lebih. Apakah dia gila sampai melupakan jadwal rutin menstruasinya.
"Kita tes dulu ya, masih telap untuk ke Toilet, saya bantu ya." Ucap sang Dokter umum. Frans hanya diam tanpa bersuara, begitu banyak pertanyaan yang kini berada di benaknya.
Raisa duduk di toilet dengan pikiran kosong, menunggu hasil tes yang dia lakukan sekitar 3 menit tadi, dia menutup bagian garisnya, secara perlahan dia membuka sedikit demi sedikit, jujur saja jantungnya bercapu dengan cepat.
Dan gari itu terlihat, 2 garis merah jelas yang menandakan Raisa hamil. Air matanya membuncah memaksa keluar dan mengalir ke pipinya. Sesak menyelimuti dadanya.
Masalah satu belum selesai, sekarang ada lagi masalah baru. Bian saja tidak bisa di hubungi bahkan dia menyuruh Raisa menjauh, lantas bagaimana kalau Bian semakin menjauhinya karena hal ini ? Apakah Bian sejahat itu ?
Tapi bohong kalau pikiran Raisa tidak berkelana kemana-mana, Bagaimana kalau Bian tidak menerima anak ini Logikanya saja selama ini untuk mengikat hubungan saja Bian menolak, terlebih lagi mereka harus terikat dengan alasan Raisa hamil ? Apakah Bian akan menyalahkannya dan membencinya, buruknya apakah Bian akan menyuruh Raisa untuk menyingkirkan Bayi mereka.
Raisa tidak tahu apa yang harus dia lakukan ?
"Bu, apakah sudah selesai ?" Panggil Dokter yang menunggu di depan, merasa Raisa sudah terlalu lama.
Raisa pun akhirnya keluar dari kamar mandi. Dan memberikan alat Tes kehamilan itu pada Dokter itu, Frans melihatnya dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan, Raisa langsung memutus kontak mata itu, air matanya terus menerus mengalir.
"Kami akan merujuk ke Dokter kandungan, Ibu Raisa hamil." Jelas sang Dokter umum yang sedang bicara dengan Dokter Frans.
Frans hanya mengangguk. Dia bingung harus berkata apa ?
Frans menghampiri Raisa.
"Kita ke Dokter kandungan ya." Ucap Frans lembut. Raisa hanya diam menunduk air mata nya jatuh.
Diperjalanan menuju lantai ruangan Dokter kandungan.
"Mas, maafkan aku. Pasti kamu sangat kecewa sama aku." Ucap Raisa.
"Sekarang kita cek kesehatan kamu sama janin kamu dulu ya, itu lebih penting." Ucap Frans sambil menggenggam tangan Raisa.
"Mas Frans, banyak hal yang kamu nggak tahu tentang aku, aku akan jelasin ke kamu, asalkan kamu mau mendengarkan."
"Iya , Sa. Kamu tenang aja ya, jangan banyak pikiran dulu, aku pasti dengerin kamu kok." Ucap Frans lembut.
Di dalam ruangan dokter kandungan.
"Sudah 3 minggu 2 hari , janin nya kuat, cuma Ibu nya kurang minum saja, Ibu nya yang harus jaga kesehatan, dehidrasi soalnya, nanti pengaruhnya besar di janin. Saya akan memberikan resep, harus banyak istirahat ya." Ucap sang Dokter.
Frans membantu membayar Administrasi dan juga menebus obat, setelahnya itu Frans mengantarkan Raisa pulang.
"Kamu istirahat ya, aku buatkan kamu bubur dulu, nanti aku antarin ke kamar sekalian kamu minum obat, kamu berbaring saja di kasur ya." Ucap Frans. Raisa mengangguk.
Andaikan...Andaikan saja sekarang yang berdiri di depannya, yang ada untuknya, dan mau merawatnya adalah Bian. Dia butuh Bian , sangat membutuhkannya sekarang.
Frans membuatkan Raisa bubur, dengan cekatan dan merawat Raisa dengan sepenuh hati. Dia bahkan men-cancel acara pertemuan dengan Dokter-dokter lainnya, semua demi Raisa. Jujur saja dia kecewa, tapi entah kenapa rasa simpati nya juga besar, tidak mungkin dia meninggalkan Raisa sendiri, terlebih dia tahu Raisa tidak memiliki siapapun, sakit rasanya membayangkan Raisa sendirian. Dan Frans tahu kalau Raisa memiliki banyak rahasia, dia akan senang hati menunggu Raisa bercerita sendiri padanya.
Di kamar Raisa. Raisa masih sibuk menelepon Bian tapi nomornya masih tidak aktif.
Lalu Raisa mengirim Chat pada Bian.
Bian, aku mohon kembali lah, aku rindu pada mu. Aku minta maaf untuk malam itu, aku terlalu mendesak mu, asalkan kau kembali aku akan menerima mu, aku tidak akan pernah mendesak kamu untuk mengikat ku lagi, kita akan menjalani sisa akhir kita dengan situasi seperti ini, aku rela, aku mau, aku menerima mu, tapi aku mohon kembali lah, aku mencintaimu Bian, maaf aku telah membuat mu sakit hati karena telah jalan dengan orang lain, aku janji tidak akan melakukannya lagi, aku mohon kembali Bian. Ada sesuatu yang harus aku katakan padamu Bian, kembali lah, aku mohon. Ini penting, aku membutuhkanmu.
Tapi chat itu hanya centang satu, karena nomor Bian tidak aktif.
Raisa menangis merasakan sakit yang terlalu dalam. Kenapa semuanya harus terjadi seperti ini, dia membutuhkan Bian, sangat membutuhkannya.
***
Repost : 08 April 2021
Sesak nafas ku ini, padahal ini cerita udah lama tamat, pas buatnya banyak air mata yang turun apalagi mau menuju ending, untuk pembaca lama pasti tahu kalau cerita ini akan sad ending, tapi banyak orang yang mau aku merubah ending dari cerita ini, gimana ya rasanya cukup sulit untuk merubahnya karena memang dari awal aku membuat cerita ini sudah dengan ending yang aku inginkan, tapi setelah aku revisi ulang dari bab awal sampai ke bab ini, dan permintaan para readers juga banyak yang menginginkan Happy Ending, menjadi tantangan aku untuk merubah alur cerita di bab terakhirnya.
Aku nggak janji bisa merubahnya, karena pesan moral dari cerita ini udah aku buat untuk ending yang sebelumnya, tapi yaaaaaaa di tunggu aja deh. Mana tahu aku bisa merubahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone ! [END]
Romance"Bian,,, ahh Bi, Stop, kamu engga pakai pengaman, don't come inside me, or i will kill you. ?" Ucap Raisa saat Bian menghentakkan miliknya dengan hebat ke dalam milik Raisa berkali-kali dengan keras. "You very tight, Sa., I Can't hold it, oh shit, i...