Waktu terus berlalu, kini sudah hampir 2 bulan Raisa tidak mendapatkan kabar Bian sama sekali, bahkan Apartemen nya kosong dengan kondisi yang sama saat Raisa terakhir kali melihatnya. Bian sama sekali tidak datang lagi setelah malam itu.
Raisa mencoba mencari tahu tentang keberadaan Bian mulai dari kantor nya. Ternyata Bian juga sudah tidak pernah ke kantor lagi dan menyerahkan segala pekerjaan ke bawahnya yang merupakan temannya juga. Entah apa yang terjadi. Dia semakin khawatir. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Orang tuanya, jujur Raisa tidak mau membuat orang tua Bian khawatir terlebih lagi Mamanya memiliki penyakit jantung. Tapi Raisa juga tidak bisa menahan ini sendirian.
"Halo Ma ?"
"Eh, Sayang. Iya Raisa."
"Mama apa kabar ?"
"Baik kok sayang, kamu apa kabar ?"
"Baik kok Ma, oh iya Ma, Bian ada kesana nggak ma ?"
"Bian ?" Ucap Mama nya, tampak ada jeda yang lama untuk menjawab.
"Bian kesini , nggak lah ngapain dia kesini sayang , ada apa kok nanyain Bian, kalian bertengkar lagi ya ?"
"Iya Ma, biasa lah. Ya udah nanti kalau Raisa ada waktu Raisa main kesana ya Ma, salam buat Papa, dan Oma."
"Iya sayang jaga diri kamu ya, Mama sayang sama kamu, Dan kamu tahu kan kalau Bian juga sayang banget sama kamu, itu anak emang egois tapi dia selalu mencoba untuk melindungi kamu, Mama mohon kamu bahagia dengan siapapun itu sayang, dan jangan pernah membenci Bian." Ucap Mama Bian yang tampaknya suaranya sudah gemetar.
"Ma, kok Mama ngomong nya gitu sih, Raisa tahu kok sifat nya Bian. Apapun yang Bian lakukan nggak mungkin Raisa benci dia, Raisa sayang sama Bian Ma."
"Iya sayang, Mama tahu, ya udah kamu jaga diri kamu baik-baik ya Sa."
"Iya Ma, kalau Bian ada kabar kasih tau Raisa ya Ma."
"Iya sayang."
Raisa menutup telepon nya, entah kenapa perasaanya mengatakan ada yang aneh.
"Lintang kamu pernah dapat kabar dari Bian ?"
"Nggak, sekarang yang sering kontak sama aku Hanung, Katanya Bian udah jarang ke kantor, aku sih awalnya kecewa nggak bisa dapatin dia, tapi ternyata Hanung lebih cocok sama aku." Ucap Lintang. Raisa hanya mengangguk.
Sial dimana dia harus cari Bian yang tiba-tiba menghilang begini. Hubungan mereka semakin mengambang, ini bukan masalah perkara hubungan lagi, tapi mau bagaimana pun Raisa kahwatir dengan Bian, Pria itu memiliki perut yang sensitif, dia kalau sering makan di luar pasti sakit perut, belum lagi dia juga sering demam , dia suka sakit kalau musim tidak menentu. Sungguh Raisa memikirkannya terus, dan Bian harus tahu tentang anak mereka yang sedang dia kandung. Anak ini membutuhkan Bian, ayahnya.
Di Rumah kediaman orang tua Bian.
"Bian kenapa sih kamu lakukan itu sama Raisa ?"
"Mama kan tahu kenapa, terus kenapa nanya lagi ?" Ucap Bian yang saat ini sedang duduk di samping Mama nya.
"Iya Mama tahu, tapi kan dia jadi khawatir, kamu tega sama dia."
"Ini lebih memudahkan dia Ma untuk tidak terlalu terikat sama Bian, lagipula dia sudah menemukan Pria yang pas untuknya, pria itu seorang dokter, Bian yakin pria itu bisa menjaga Raisa, bukan seperti Bian yang lemah dan penyakitan gini." Ucap Bian yang wajahnya sudah sangat pucat dan tampak sakit-sakitan.
"Bian jangan bicara seperti itu ?" Mama nya menangis mendengar anak nya yang bicara seperti itu.
"Itu kenyataan Ma, umur Bian bahkan nggak lama lagi, Bian nggak pernah menyesal dengan hidup Bian Ma, Bian cuma menyesal karena Bian harus mengenal Raisa, karena Bian harus cinta sama dia, Karena Bian nggak bisa kasih dia masa depan, Bian menyesal sudah membawa Raisa sampai ke titik ini Ma." Bian menangis, Mama nya memeluk Bian erat.
"Bian kangen sama Raisa Ma, Bian mau meluk Raisa."
"Bian, Mama mohon jangan siksa diri kamu seperti ini nak, Mama yakin kalau kamu jujur sama Raisa dia akan terima kamu apa adanya, dia akan rawat kamu, kamu tahu kamu adalah segalanya untuk dia."
"Nggak Ma, dia pasti akan hancur kalau lihat Bian seperti ini Ma, Bian nggak mau lihat Raisa sedih Ma."
"Tapi Mama nggak bisa lihat kamu terpuruk seperti ini sayang."
"Bian mohon Ma, bantu Bian untuk menyembunyikan hal ini, kalau bisa bantu Bian agar Raisa membenci Bian Ma." Mama nya memeluk Bian dengan erat, kenapa dia harus menderita seperti ini. Bian adalah anak satu-satunya yang dia miliki, kenapa Bian harus mengidap penyakit mematikan itu, dosa apa yang telah dia lakukan dulu kenapa harus anaknya yang merasakan ini semua, kenapa bukan dia saja.
Di Kantor Raisa.
Raisa sedari tadi mondar-mandir ke toilet, perut nya sakit seperti masuk angin, dia juga selalu saja muntah-muntah. Ini karena dia banyak pikiran bahkan makannya jadi tidak teratur, jujur dia takut membahayakan janinnya, hanya saja dia juga tidak ada selera untuk makan.
"Kamu pucat sekali Sa, sudah pulang sana istirahat, besok juga ambil cuti saja." Ucap Lintang.
"Aku cuma butuh minum obat aja kok Lintang, nanti juga baikan."
"Ya udah kamu pulang sekarang ya, mau aku antar ?"
"Nggak usah Lintang, aku masih bisa kok bawa mobil sendiri."
"Yakin kamu, nggak mau minta antar Frans aja , aku bisa telepon dia ?"
"Nggak perlu lah nanti dia malah panik."
"Ya udah kamu hati-hati ya."
Tapi ketika Raisa mau pulang, Frans menelepon.
"Halo Sa, kamu dimana ?"
"Di kantor Mas, tapi mau pulang."
"Suara kamu kok gitu, kamu sakit ya. Tadi pagi masih baik-baik aja ?"
"Mual ku semakin menjadi-jadi Mas, mungkin pengaruh janin."
"Makan kamu gimana ? terus sekarang kamu mau pulang sama siapa ?"
"Aku bawa mobil kok Mas."
"Tunggu disana, aku jemput kamu, aku di dekat Restauran, dekat dengan kantor kamu."
"Nggak usah Mas, merepotkan kamu terus."
"Nggak apa-apa, kamu malah buat aku khawatir kalau kamu pulang sendiri."
"Ya udah deh, aku tunggu di bawah ya Mas."
"Oke, aku kesana ya ."
***
Repost : 08 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone ! [END]
Romance"Bian,,, ahh Bi, Stop, kamu engga pakai pengaman, don't come inside me, or i will kill you. ?" Ucap Raisa saat Bian menghentakkan miliknya dengan hebat ke dalam milik Raisa berkali-kali dengan keras. "You very tight, Sa., I Can't hold it, oh shit, i...