Gadis itu meringis saat berusaha membuka matanya. Kepala yang berdenyut serta dada yang sesak membuat Lisa sangat sulit mendapatkan kesadarannya kembali.
Tapi dia berusaha keras dan akhirnya dapat membuka mata. Menatap sekelilingnya yang ternyata dia masih berada di dapur apartemen. Dalam hati cukup bersyukur dia sadar sebelum Rosé pulang. Jika tidak, kakaknya itu pasti khawatir bukan main.
Mata bulatnya melirik pada jam dinding yang terpasang disana. Menunjukkan pukul dua siang, yang artinya dia sudah pingsan selama tiga jam penuh. Dan sekitar dua jam lagi Rosé akan pulang.
Lisa berusaha untuk bangkit dengan susah payah. Meringis karena seluruh badannya terasa pegal akibat berada dalam posisi yang sama selama tiga jam.
Dia mulai menuangkan air putih ke dalam gelas. Meminumnya sampai habis dan hal itu membuat dirinya menjadi lebih baik. Setidaknya, dia masih memiliki dua jam untuk memulihkan dirinya sebelum Rosé tahu jika dia sempat sakit.
"Ah, kenapa kepalaku sangat sakit?" keluh Lisa seraya berjalan terseok menuju kamarnya.
Dia meraih kotak obat di atas meja. Mencari obat yang bisa dia andalkan di saat seperti ini. Lalu saat tangannya meraih sebuah obat penahan rasa sakit, Lisa mengerjab.
"Apakah ini bisa berguna?" gumam Lisa ragu. Namun beberapa detik kemudian dia memilih menelan obat itu tanpa air setetes pun. Berharap rasa sakitnya hilang dan Rosé tak perlu khawatir padanya.
.......
Jennie hampir saja melompat tatkala mendapati Jisoo sedang duduk dengan santai di dalam ruangannya. Gadis berpipi mandu itu segera mengecek ponselnya dan tak mendapati notifikasi apapun dari Jisoo.
"Kenapa tak mengabari jika ingin kesini?" tanya Jennie sembari melepas jas putihnya. Dia merasa sangat buruk saat ini karena belum mandi dan membersihkan diri.
"Kau tak akan menjawabnya jika aku menelpon terlebih dahulu. Lagipula, aku bisa sesukanya pergi kesini." Ujar Jisoo santai, membuat Jennie memilih mengangguk saja. Merasa agak aneh sebenarnya dengan kedatangan Jisoo, karena ini sudah pukul sebelas malam.
Sejenak di ruangan itu hanya ada keheningan. Karena saat ini Jennie sedang memejamkan mata sembari duduk bersandar di kursinya. Sedangkan Jisoo, dia berkutat dengan pikirannya. Ragu untuk membicarakan hal serius di saat adiknya kelelahan seperti ini.
Jisoo menghela napas, memutuskan untuk tetap bicara sebelum semuanya semakin jauh dan parah.
"Kau sudah menghubungi Lisa dan Rosé?"Jennie membuka matanya. Merasa bingung karena beberapa orang selalu menanyakan tentang dia yang sudah menghubungi adik-adiknya atau belum. Kemarin malam Ten, dan sekarang Jisoo.
"Sebelum aku masuk kesini, aku sempat menelpon Lisa."
"Berapa lama?"
Jennie mengerjit.
"Apakah penting?"Jisoo mengangguk, membuat Jennie menghembuskan napas kasar. Lalu meraih ponselnya dan membuka riwayat panggilannya dengan Lisa yang terjadi beberapa menit lalu.
"Sekitar tiga menit. Aku lelah jadi aku memutuskan untuk menyudahinya dengan cepat."
Jisoo memijat kepalanya yang mendadak nerdenyut. Benar-benar tidak mengerti dengan perubahan sikap Jennie belakangan ini. Tiga menit? Bahkan biasanya Jennie rela menelpon Lisa sampai tiga jam sekalipun dia lelah.
"Sungguh Jennie-ya? Apa kau benar-benar Kwon Jennie adikku?" tanya Jisoo dengan nada tinggi.
"Unnie, kenapa kau jadi marah? Yang terpenting aku sedah mengabari mereka," Jennie masih berusaha agar emosinya tidak terpancing. Biar bagaimanapun Jisoo adalah kakaknya, dan Jennie tak mau mereka bertengkar karena hal sepele.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa 2 ✔ [TERBIT]
FanfictionPART 41 - 55 DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN Menjadi bagian dari Kwon, adalah hal teristimewa untuk Lisa. Tangis, canda, tawa. Semuanya dia lewati bersama keluarga itu. Kebahagiaan yang keluarganya itu berikan tak akan pernah terlupakan oleh Lis...