Setelah mendapat kabar baik dari Dokter Lee, perasaan Lisa terus saja resah. Siapa yang tidak takut jika akan melakukan operasi besar? Lisa hanya takut, operasi itu tak berjalan sesuai harapan. Walaupun nyatanya dia cukup yakin dengan rumah sakit yang merawatnya ini.
"Semuanya akan berjalan dengan lancar. Kau jangan takut."
Sore ini, hanya ada Rosé yang menemani Lisa. Karena kedua orang tuanya sedang mengunjungi kerabat seorang pasien kecelakaan yang dengan suka rela mendonorkan paru-paru untuk Lisa. Sedangkan Jisoo baru saja kembali ke mansion untuk beristirahat sejenak.
"Ingin menemaniku ke taman, Unnie?" tanya Lisa pada Rosé yang sedang memijat kedua kakinya.
"Arraseo," Rosé segera bangkit. Meraih sebuah jaket dan memakaikannya untuk sang adik. Barulah setelah itu dia membantu Lisa untuk duduk di atas kursi roda. Lalu mendorongnya keluar dari ruang rawat.
Rosé pikir, adiknya saat ini memang membutuhkan udara segar agar pikirannya tenang. Lisa pasti sedang ketakutan. Dan berbagai hal buruk tak bisa terhindar dari benak Lisa.
Tapi sepertinya, Lisa mengurungkan niat untuk menikmati indahnya taman ketika melihat kedua orang tua Yeri menangis di depan ruang ICU. Melihatnya dari jarak yang cukup jauh saja, Lisa bisa merasakan kesedihan kedua manusia yang seusia dengan Jiyong dan Dara itu.
"Unnie, bisa kau antar aku kesana sebentar?" mendengar penuturan Lisa, sebenarnya Rosé bingung. Karena dia yakin, tak mengenal dua orang yang ada di depan ICU itu. Tapi Rosé tetap menuruti adiknya. Mendorong kursi roda yang dinaiki Lisa mendekat ke depan ruang ICU.
"Anyeonghaseyo. Ahjussi, Ahjuma." Sapa Lisa membuat Ryeowook dan Hyoyeon seketika menghentikan tangis mereka.
"Ah, kau adik Jennie kan?" tanya Hyoyeon membuat Lisa mengangguk. Dia cukup senang karena dua orang itu masih mengingatnya dengan baik.
"Kalian tak apa? Aku melihat kalian menagis, jadi aku dan kakakku memilih menghampiri kalian." Setelah mendengar ucapan Lisa, Hyoyeon dan Ryeowook membungkuk sedikit kepada Rosé. Dan tentu kakak Lisa itu membalasnya karena merasa tak nyaman jika orang yang lebih tua justru memberi hormat padanya terlebih dahulu.
"Yeri kembali kejang. Dokter bilang tak ada lagi harapan. Dia tak bisa menunggu lagi. Sedangkan donor paru-parunya belum tersedia." Ujar Ryeowook menunduk dalam. Dia tak pernah membayangkan akan merasa kehilangan sedalam ini. Anak tunggalnya akan pergi, dan Ryeowook sebagai ayah tak bisa melakukan apa pun.
"Padahal seharusnya ini menjadi hari bahagia Yeri. Dia berulang tahun sekarang. Dan kami tak tahu, jika hari ulang tahunnya akan menjadi hari kematiannya." Ucapan Hyoyeon itu berhasil membuat Rosé merinding. Dia tak bisa membayangkan apa yang kedua orang tua itu rasakan. Pasti sangat menyakitkan.
"Apakah... Dia sangat membutuhkannya?" tanya Lisa pelan.
"Kami akan mencoba ikhlas, Nak. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan untuk kesembuhannya. Sekali pun ada seorang pendorong hari ini, itu pasti bukan untuk Yeri. Melainkan daftar nama pasien di atas Yeri." Lisa merasa sulit untuk menelan salivanya sendiri setelah mendengar kalimat Ryeowook. Pasien di atas Yeri... Tentu adalah dirinya.
.......
Malam ini penampilan Jisoo sudah rapi. Dia berencana untuk kembali ke rumah sakit dan menginap disana. Adik bungsunya pasti sedang merasa gundah karena besok akan melakukan operasi besar. Maka dari itu, dia harus mendapatkan semangat dari orang-orang terdekatnya.
Jisoo akan pergi bersama Jennie. Namun setelah menunggu sampai hampir setengah jam, adiknya itu belum juga keluar dari kamar. Maka Jisoo memutuskan untuk memasuki kamar adiknya. Dan menemukan Jennie yang sedang duduk di pinggir ranjang sembari memandang sendu dua buah kalung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa 2 ✔ [TERBIT]
FanfictionPART 41 - 55 DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN Menjadi bagian dari Kwon, adalah hal teristimewa untuk Lisa. Tangis, canda, tawa. Semuanya dia lewati bersama keluarga itu. Kebahagiaan yang keluarganya itu berikan tak akan pernah terlupakan oleh Lis...